Taken From |
Pembicaraan singkat ini
berlangsung sekitar setahun yang lalu. (Sudah lama banget yaa. Maafkan segala
kekhilafan saya yang baru bisa postingnya sekarang. Huhu). Pembicaraan singkat
yang terjadi antara saya dan bapak penjual Nasi Goreng Cirebon. Nasi Goreng
Cirebon? Penasaran kan? Saya juga. Kenapa di kota kecil yang merupakan bagian
dari Kepulauan Riau ini, yang mayoritas penjual makanan menjajakan Masakan
Padang, ada Nasi Goreng Cirebon? Mata saya dan suami (baca: kami, red) secara
otomatis langsung tertuju padanya. Cieeehh...
Tidak
seperti biasanya, hari itu cukup sepi atau mungkin saya yang terlalu sore, jadi
belum ramai atau belum banyak pembeli. Sambil menunggu mie direbus, si bapak
duduk di depan saya. Fyi, saya memesan Nasi Goreng Mawut yang didalamnya
terdapat campuran mie dan sayuran, tidak hanya nasi goreng saja.
“Kemarin-
kemarin kok lama nggak jualan kemana pak?” Saya mencoba membuka pembicaraan
dengan si bapak.
“Istirahat
mbak, capek.” Jawab si bapak.
“Lama
banget ya Pak istirahatnya, sampai semingguan lebih.” Lanjut saya.
“Oh,
yang Idul Adha kemarin saya pulang kampung mbak, ke Cirebon. Kan jauh mbak,
saya naik bus. Jadi lama pulangnya. Sebelumnya saya jarang pulang. Kalau Idul
Adha saya pulang, jadi libur dua puluh harian. Kalau liburnya tiga atau empat
harian, itu istirahat, libur jualan.”
“Oohh...”
Saya pun cuma manggut-manggut aja mendengarkan penjelasan si Bapak.
“Jadi,
asli dari Cirebon pak?” Saya masih penasaran.
“Iya
mbak.” Jawabnya singkat.
“Kok
bisa sampai sini pak?”
“Ya,
merantau mbak, mencari nafkah. Akhirnya sampai sini. Saya sudah tinggal disini selama
... tahun mbak. (Maaf, saya lupa tepatnya berapa tahun, hehe). Saya sudah ...
tahun tidak pulang, makanya libur jualan agak lama.”
Saya
hanya mendengarkan saja sambil manggut-manggut mendengarkan penjelasan si
bapak. Kemudian si bapak permisi, melanjutkan memasak pesanan saya.
Sampai
di rumah, saya ceritakan tentang obrolan saya dengan si bapak penjual Nasi
Goreng Cirebon kepada suami saya. Lhah tadi suami saya kemana? Adaaa, kami sedang
berbagi tugas. Saya bertugas memesan dan mengantri nasi goreng sementara suami
saya ke minimarket yang letaknya di sebelah tenda nasi goreng.
Kami
pun mulai berdiskusi tentang perantauan. Duri merupakan salah satu kota
pendatang, dimana banyak sekali pendatang dari luar daerah yang mencari nafkah
disini. Daya tarik dari Kota Duri adalah adanya Camp Chevron yang merupakan
‘ladang utama’ bagi penduduk Riau dan sekitarnya serta keseluruhan perantau
yang mencari nafkah. Pendatang di Kota Duri berasal dari berbagai daerah,
tetapi yang mendominasi adalah pendatang yang berasal dari Padang, Medan dan
Jawa. Disini kami termasuk ke dalam suku Jawa, sudah tentu. Keberadaan suku
Jawa disini adalah bagian dari resiko pekerjaan yang mengharuskan karyawan
untuk ditempatkan di lokasi tertentu sesuai dengan keputusan dari manajemen
kantor pusat, seperti suami saya.
Dari diskusi dengan suami, saya
pun akhirnya mulai mengerti dan memahami bahwa ternyata saya ‘tidak sendiri’.
Banyak pasutri di luar sana, selain kami, yang survive merantau demi keluarga.
Saya pun jadi mengenal banyak teman, terutama adalah teman suami saya, sesama
istri perantau. Banyak orang Jawa yang tinggal di Pulau Sumatera untuk mencari
nafkah. Wajar kalau menurut saya, saya sempat merasa takut karena harus
meninggalkan pekerjaan saya, berada di kota orang, jauh dari rumah, berbeda
kebudayaan, berbeda bahasa dan sebagainya. Tapi ternyata, saya malah bertemu
dengan salah satu sahabat saya saat kuliah di Surabaya, bertemu dengan banyak
teman-teman sesama orang Jawa. Jadi kesimpulannya adalah menjadi perantauan itu
tidak seburuk yang saya bayangkan. Jauh dari keluarga dan orang tua itu pasti,
tapi, kita akan bertemu dengan orang-orang baru, seperti saya yang bertemu
dengan bapak penjual Nasi Goreng Cirebon yang ternyata asli orang Cirebon, belajar
kebudayaan baru, bahasa baru, tidak sengaja bertemu dengan salah satu sahabat dan
banyak hal baik lainnya. Maka, nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
Notes:
Tulisan ini diikutsertakan dalam IHB Blog Post Challenge: “Interview a Stranger”.
Yuk ikutan tantangan indonesian-hijabblogger.com ini, ada hadiah menarik untuk 3 tulisan terbaik lho, jangan
sampai ketinggalan ya, masih tiga hari lagi nih, maksimal tgl 20 Oktober 2015
ya
Salam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar