Jumat, 18 Mei 2018

Question and Answer – Tentang Tahap Awal dan Suntikan Stimulus


Image Source


Bismillahhirrahmannirrahim.

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh...

Sebenarnya postingan ini masih lanjutan dari postingan saya sebelumnya tentang Proses IVF –Tahap Awal danSuntikan Stimulus. Maunya saya dijadikan satu aja, tapiii berhubung ternyata jadinya panjang banget, akhirnya terpaksa di lanjutkan di postingan ini. Buat teman-teman yang belum sempat baca bagian pertamanya, silakan baca disini.

Karena proses awal sampai suntikan stimulus sudah saya share semua di postingan saya sebelumnya, jadi postingan ini akan saya buat Question and Answer yang mungkin banget ditanyakan tentang tahap awal dan suntikan stimulus. Mungkin akan mengalami perubahan dan perkembangan. Dan kalau ada perubahan atau perkembangan dari jawaban kami, pengetahuan kami, akan kami update lagi. Tapi, saya ingatkan lagi bahwa jawaban ini didasarkan pada pengalaman dan pengetahuan kami sendiri ya. Kalau ternyata informasi yang kami berikan ada yang missed di satu atau dua tempat, jangan ditelan mentah-mentah, silakan konfirmasi dengan provider kesehatan yang teman-teman datangi. Karena tujuan dibuatnya postingan ini adalah murni untuk sharing, saling berbagi pengetahuan, yang mudah-mudahan dapat bermanfaat untuk sesama survivor. Karena kami meyakini bahwa sesama survivor harus saling support satu sama lain, agar kita tidak merasa sendirian, karena pilihan untuk mengikuti program dan menjadi IVF survivor itu benar-benar berat. Oke, Here we go…

Question and Answer – Tentang Tahap Awal dan Suntikan Stimulus


Screening awal setelah join program ada apa aja?

Jadi sebelum dr. Nando memutuskan sebaiknya kita di trigger dengan obat-obatan stimulus apa aja, kita akan diminta melakukan serangkaian tes. Untuk kasus kami (sudah pernah saya posting di awal, cek disini), karena saya sudah pernah menjalani tes HSG dan suami saya pun sudah pernah beberapa kali menjalani Sperma Analysis, maka untuk saya hanya diminta untuk cek darah yang isinya (FSH, LH, AMH, Estradiol, Anti-Rubella IgG, Anti-Toxoplasma IgG, anti-CMV IgG, Prolactine, Progesterone, HIV dan Hepatitis) dan USG transvaginal yang diperiksa oleh dr. Nando sendiri sambil konsultasi, sementara untuk suami saya diminta untuk melakukan cek darah juga dan Sperma Analysis kembali untuk hasil yang terbaru. Oh iya, syarat terakhir join program IVF selain copy tanda pengenal dan copy buku nikah yang ditunjukkan di bagian admission, kita pun akan diminta untuk melakukan cek HIV. Kalau memang kita nggak merasa kenapa-kenapa atau berbuat diluar norma agama dan hukum, InsyaAllah nggak apa-apa ya tes HIV, jadi jangan tersinggung. Screening awal ini dilakukan di awal banget ya, sebelum kita memulai suntik-suntik stimulus. Jadi maksimal H-2 haid, atau bahkan mungkin sebelumnya.


Sakitkah suntikan stimulus?

Buat saya yang memang dari kecil ada trauma sama tindakan suntik-menyuntik, takut disuntik, maka buat saya selalu bikin deg-degan banget, hehehe. Tapi seharusnya, itu tidak boleh, kita diwajibkan untuk rileks dan bernafas dengan santai agar suntikan tidak terlalu menyakitkan. Jadi bagi saya ya SAKIT, ada efek pegel yang saya rasakan selama 30-60 menit pasca disuntik, jadi saya perlu banget mengusap-usap daerah suntikan dan sekitarnya untuk meredakan sakitnya. Yaaa… senut-senut sedep gitulaaah… Tapi buat saya sakitnya ya hanya berlangsung kurang lebih 1 jam aja, efek pegel (njarem kalau Bahasa Jawanya) selebihnya sudah tidak sakit sama sekali.

Tapi sakit dan tidaknya rasa suntikan ini bersifat relatif ya untuk sebagian besar pasien. Pasien dengan berat normal mungkin rasa sakitnya mirip dengan yang saya rasakan. Tapi bagi pasien yang tubuhnya cenderung kurus, suntikan ini katanya bisa terasa sampai ke ulu hati. Begitu juga dengan pasien yang bertubuh besar, memiliki banyak lemak di perut, mungkin suntikan ini akan terasa tidak ada apa-apanya. Pernah dengar juga dari salah satu suster jika berat badan si calon ibu lebih dari 70 kg, suntikan akan dilakukan di paha.

Berdasarkan jenis obatnya nih, Pergoveris, Cetrotide dan Ovidrel, ketiganya memiliki tekstur dan bentuk yang berbeda. Suntikan Pergoveris bagi saya sudah cukup menyakitkan ya, tapi ternyata suntikan Cetrotide lebih menyakitkan lagi, karena obat Cetrotide berbentuk serbuk yang harus dicampur terlebih dahulu dengan cairan bawaannya, jadi di –mix sendiri oleh suster yang bertugas. Serbuk obat Cetrotide bersifat kasar sehingga meskipun sudah dicampur dengan cairan bawaannya, saat disuntikkan ke perut rasanya aje gileee, hehehe. Lebih bikin pegel daripada suntikan Pergoveris, kalau saya. Tapi saat saya tanya suster pun ternyata memang begitu adanya, lebih sakit daripada suntikan Pergoveris. Sedangkan untuk suntikan Ovidrel sudah berbentik cair ya, tapi ya itu, lebih sakit juga jika dibandingkan dengan suntikan Cetrotide dan Pergoveris. Dari segi jarum suntiknya pun juga berbeda, jadi wajar ya kalau sakitnya lebih-lebih. Jadi kalau diurutkan, tingkat sakit dan pegel suntikannya naik bertahap, dari Pergoveris, Cetrotide sampai yang paling sakit Ovidrel. Tapiii… demi buah hati kita, sakit apapun akan kita tempuh. Mungkin ini cara Allah subhanahu wa ta’alaa mengajarkan pada saya tentang rasa sakit, untuk berani dengan suntik-suntik, hehehe.


Adakah efek samping suntikan stimulus?

Ada. Efek samping ini sangat bervariasi untuk setiap pasien ya, tergantung respon masing-masing pasien terhadap obat-obatan stimulus. Ada yang demam, mual, gatal dan panas di kulit bekas suntikan, dll, konfirmasi saja dengan suster koordinator masing-masing untuk memastikan dan meminta saran penyembuhan jika memang mengganggu banget. Kalau di saya, hari pertama pasca suntikan pertama saya, saya merasakan pusing luar biasa dan kram-kram ringan yang hilang timbul di perut bawah, kanan dan kiri. Setelah saya konfirmasi dengan suster Vita, suster koordinator saya, ini adalah salah satu efek samping dari suntikan stimulus, dan itu sangat wajar. Saya hanya dianjurkan untuk banyak minum air putih dan banyak istirahat aja. Selain itu, haid saya jadi lebih cepat berhenti dan vagina saya jadi berlendir. Haid saya terpangkas tiga hari, dari yang biasanya 7 hari jadi 4 hari aja dan sudah bersih. Di hari-hari berikutnya, perut saya terasa kembung dan membesar seperti hamil 3 bulan. Tapi lagi-lagi, hal itu sangat wajar, anjurannya hanya banyak-banyak minum air putih saja dan banyak-banyak istirahat. Untuk kram-kram perut tetap hilang timbul sampai saya selesai tindakan OPU, inipun hanya reda saat dipakai istirahat. Jadi, kita memang tidak dianjurkan untuk minum obat-obatan tertentu ya, dan kalau menurut saya jangan, sebaiknya hanya minum air putih dan istirahat saja. Ditahan saja, sambil belajar sabar dan ikhlas, bahwa ikhtiar yang kita lakukan adalah bagian dari merayu ridho Allah subhanahu wa ta’alaa, semata-mata untuk bayi kita nanti.


Cara mengatasi keluhan akibat suntikan stimulus?

Again, banyak minum air putih dan banyak istirahat saja, jikalau mengganggu banget mungkin ada yang sampai mual-mual parah, bisa dikonsultasikan dengan dokter ataupun suster koordinatornya. Ingat, jangan sembarangan minum obat luar. Apapun yang akan akan masuk kedalam tubuh kita, entah makanan atau minuman, jika ragu, baiknya ditanyakan terlebih dahulu pada suster koordinator. Mungkin inilah yang jadi sebab utama, worry kita yang berlebihan, takut kenapa-kenapa membuat kita menanyakan pertanyaan penting nggak penting pada dokter dan suster. Dan ini akan kita sadari setelah semuanya terlewati, bahwa kita rempong juga ya, hahaha. *pengalaman pribadi cyiiin


Sampai kapan kita perlu cek darah?

Cek darah adalah cara dokter dan suster memantau pergerakan hormon kita. Jadi hormon kita akan disesuaikan dengan ketebalan rahim dan pembesaran telur yang terjadi akibat di trigger dengan suntikan-suntikan stimulus. Oleh sebab itu, cek darah dan USG transvaginal bisa dilakukan hampir setiap hari selama kegiatan suntik-suntik stimulus. Jadi lengan bekas ambil darah pasti biru-biru lebam, itu biasa banget dan wajar, semua pasien mengalami itu. No worry. Sebisa mungkin berkompromi dengan pasangan kita atau orang-orang yang tinggal serumah dengan kita bahwa kita sedang menjalani program, harus selalu happy dan jauh dari stress dan pikiran negatif. Karena sedikit saja emosi kita berubah, itu akan berdampak buruk terhadap pergerakan hormon kita. Jika hormon kita nggak bagus hasilnya, tentu akan ngefek ke yang lain-lain juga, sementara kita maunya hasil yang kita peroleh bagus terus. Jadi ini merupakan salah satu yang memerlukan effort lebih.


Cek darah apa aja?

Cek darahnya tergantung dari kondisi masing-masing pasien ya. Biasanya akan diinfokan oleh suster koordinator atas instruksi dari dokter yang menangani kita. Kalau saya biasanya adalah Estradiol dan FSH. Saat konsultasi, dokter akan melihat kesesuaian perkembangan pembesaran telur, ketebalan rahim dan hormon, untuk memastikan bahwa obat-obatan stimulus yang diberikan sudah bekerja dengan baik.


Apa itu OHSS?

OHSS atau sindrom hiperstimulasi ovarium adalah efek samping yang umum dari terapi kesuburan, terutama obat-obatan yang digunakan selama program fertilisasi in-vitro (IVF). OHSS adalah kumpulan gejala yang terjadi ketika ovarium (indung telur) bereaksi berlebihan terhadap obat dan menghasilkan terlalu banyak kantung telur (folikel). Secara gampangnya nih, OHSS adalah adalah efek samping yang terjadi sebagai akibat dari penggunakan obat-obatan stimulus. Efek tiap pasien berbeda-beda tergantung dari daya tahan tubuh pasien. Kalau di saya, pasca suntikan yang pertama, saya merasa pusing banget dan ada sedikit nyeri yang hilang timbul di bagian perut bawah. Sembuhnya bagaimana? Saya hanya lapor ke suster koordinator, kemudian disarankan untuk banyak minum air putih dan banyak istirahat saja, Alhamdulillah segera membaik. Beberapa hari selanjutnya, saya merasa perut saya membesar dan kembung, tapi masih bisa ditolerir kalau ini, karena kembungnya mirip masuk angin biasa, sangat wajar kalau menurut suster koordinator. Secara umum, fisik saya tergolong kuat menerima obat-obatan stimulus, Alhamdulillah. Nah, buat teman-teman yang lain nih, yang mungkin fisiknya nggak sekuat saya, gejala apapun yang dirasakan, seringan apapun, baiknya laporkan dan tanyakan ke suster koordinator ataupun dokter yang merawat, agar kondisi kita terpantau dengan baik, sehingga jika terjadi sesuatu, kita dan tim dokter yang membantu kita bisa berinisiatif untuk cepat mengambil tindakan.


Haruskah konsumsi putih telur?

HARUS. Kalau saya, minimal 6 butir per hari, tapi ada pasien lain yang makan hingga 8-9 butir per hari. Di awal-awal mungkin kita merasa kuat ya, makan sebegitu banyak putih telur setiap hari. Tapi, semakin lama konsumsi putih telur ini jadi tantangan banget untuk sebagian besar pasien. Nggak cuma saya, tapi semua. Apa sih fungsinya buat tubuh kita? Jadi fungsinya itu untuk mencegah OHSS ya bu ibuuu, jadi beneran wajib ini, nggak boleh di skip. Fungsi lainnya adalah dipercaya membantu perlengketan embryo ke dinding rahim kita. Mulai kapan dikonsumsi dan sampai kapan? Untuk mulainya pastilah sejak pertama kali join program ya, sebelum trigger suntik-suntik stimulus dimulai. Untuk sampai kapannya tiap pasien bervariasi. Kalau saya, sampai saya dinyatakan positif pun saya masih terus mengkonsumsi putih telur. Seingat saya, saya berhenti ketika saya sudah tidak mampu lagi makan putih telur karena mual-mual di trimester pertama. Nggak langsung hilang sama sekali sih, tapi berkurang secara bertahap, kemudian diselang-seling pun pernah.


Sampai kapan konsumsi susu peptisol?

Susu Peptisol adalah susu tinggi protein yang fungsinya adalah untuk mencegah terjadinya OHSS. Jadi mirip-mirip dengan putih telur. Kalau putih telur itu alaminya, nah, susu peptisol ini buatannya gitu. Sampai kapan? Saya terus minum sampai stok susu dirumah habis, kira-kira sampai trimester pertama, saat usia kandungan saya 10-12 weeks.


Okee, mungkin sementara itu aja soal Tahap Awal dan Suntikan Stimulus, jika ada pertanyaan lain tentang proses di tahap ini, akan saya jawab juga disini, jadi postingan ini pun akan saya update. Sampai jumpa di next post…





Salam,



Lisa.

Selasa, 15 Mei 2018

Proses IVF – Tahap Awal dan Suntikan Stimulus



Bismillahhirrahmannirrahim.

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh...

Alhamdulillah, akhirnya… Mulai sekarang kita akan ngomongin soal proses ya. InsyaAllah akan saya bahas satu per satu per prosesnya, sesuai dengan pengetahuan saya dan dari apa yang saya alami sendiri. Mohon maaf juga kalau jedanya lumayan panjang, karena sibuk beberes mau pindahan dan saya ikut kelas Childbirth Education-nya AMANI Birth tiap weekend selama bulan April bareng suami saya. InsyaAllah akan saya post juga tentang AMANI Birth. Jadi yaaa gitu deh, sudah mood swing bumil naik turun, ditambah kesibukan ini itu jadi berat banget rasanya mau buka laptop. Padahal ada beberapa orang yang sudah nanyain via comment dan dm di ig saya sejak saya posting foto bareng dr. Nando dan suster Diana.

Yes, mulai saya bayar hutang sharing dan posting saya satu per satu yaa…

Yuk! Bismillahhirrahmannirrahim…

Bulan April 2017, setahun yang lalu, kami yang nggak tahu apa-apa nekat datang ke the BIC – Klinik Fertilitas Morula IVF Jakarta. Langsung daftar ke bagian admission untuk bertemu dengan dr. Aryando Pradana, SpOG, walaupun saat itu kami masih sedikit ragu apakah kami jadi akan join program IVF atau tidak.

Di bagian admission, saya dan suami diminta untuk menyerahkan KTP, Surat Nikah dan hasil screening awal, yang nantinya akan di-copy-kan oleh suster yang bertugas sebagai syarat pendaftaran awal. Alhamdulillah-nya semua berkas syarat pendaftaran itu sudah kami persiapkan dari rumah sebelumnya, berdasarkan informasi yang kami peroleh via website, kecuali untuk screening awal ya, screening awal akan di instruksikan oleh dr. Nando, tapi kalau sudah pernah melakukan beberapa tes sebelumnya, boleh dibawa dan ditunjukkan ke beliau. Salah satu yang membuat kami sedikit lega adalah bahwa mereka serius membantu kami dan karena joining program ini nggak sembarangan, harus jelas siapa pasien, suaminya, keluarganya, yang dibuktikan dari dokumen-dokumen tanda pengenal dan pernikahan secara hukum dan agama.

Selanjutnya, pasangan suami istri akan dipanggil oleh suster untuk dilakukan wawancara singkat. Apa aja yang ditanyakan? Standar aja sih kalau menurut saya. Yang pertama perihal data pribadi, untuk calon ibu: siklus menstruasi, keputihan, nyeri perut, riwayat sakit dan operasi, kebiasaan merokok dan alkohol, obat-obatan rutin, alergi obat, pap smear, riwayat HSG, IVF dan IUI sebelumnya. Sedangkan untuk suami: sperma analysis dan hasilnya, riwayat sakit dan operasi, penyakit genital, infeksi genital, kebiasaan merokok dan alkohol, obat-obatan rutin dan alergi obat.

Pertama kali kami datang ke klinik, kami belum join program ya, karena kami masih lumayan galau, tapi kami sudah sempat bertemu dan konsultasi dengan dr. Nando, menceritakan segala keluhan kami dan usaha apa saja yang sudah pernah kami lakukan. Dr. Nando lumayan amazed ya sama kami berdasarkan berbagai usaha yang sudah kami tempuh untuk memperoleh buah hati, karena saya sudah pernah menjalani HSG, sementara suami saya sudah pernah beberapa kali menjalani sperma analysis dan terdeteksi menderita varikokel, walaupun belum sempat menjalani operasi. Yang saya suka dan kami merasa cocok dengan dr. Nando adalah beliau tidak menghakimi, mendengarkan dengan tangan terbuka tentang segala keluhan kami dan membiarkan kami memilih. Bener, bukan dr. Nando yang menyarankan kami untuk menjalani program IVF atau IUI, tapi kami sendiri yang memilih. Beliau cukup memberikan informasi-informasi apa saja yang perlu kami tahu sebelum menjalani salah satu program. Kenapa? Kami sadar diri saja bahwa kami tidak sesehat dan sesempurna pasutri kebanyakan diluar sana yang bisa dengan mudahnya hamil setelah menikah. (Sudah pernah saya bahas juga soal ini di postingan saya sebelumnya disini. Yuuk baca dulu kalau kepo J).

Kami baru join program sebulan kemudian. Trus ngapain aja sebulan itu? Nggak banyak sih yang bisa kami lakukan. Cuma lebih banyak googling kalau suami saya, saya nggak dibolehin googling macem-macem, takut saya setres duluan, hehehe. Kami banyak quality time, banyak diskusi, banyak sholat berjamaah, banyak sholat sunnah, banyak dzikir, banyak berdoa, saling support, menguatkan dan memantapkan diri bahwa kami memang ingin serius program.

Konsultasi pertama dilakukan di haid hari ke-2 atau hari ke-3 ya, di hari itu kita akan konsultasi langsung dengan dokter yang menangani kita, USG transvaginal dan cek darah. Sejak join program, USG akan selalu dilakukan lewat bawah, via vaginal sampai hamil di usia 10 weeks. Untuk yang belum tahu nih, saya akan coba jelaskan tentang USG transvaginal.

USG transvaginal

Apa itu USG transvaginal?
USG transvaginal adalah USG yang dilakukan via vaginal, jadi alat USG-nya dimasukkan ke lubang vagina kita oleh dokter atau suster yang bertugas. Untuk pengertian secara medis, atau definisi resminya, silakan googling sendiri aja yaa… Beberapa dokter pria ada yang meminta bantuan suster untuk memasukkan alat USG ke vagina pasiennya, tapi kalau dr. Nando, beliau sendiri yang akan melakukan USG. Jadi kita diminta melepas seluruh pakaian bawah kita termasuk celana dalam, kemudian duduk dengan posisi kaki berasa di atas penyangga, suster akan menyelimuti bagian perut sampai kaki kita dengan kain, dan USG akan dimasukkan ke lubang vagina kita. Jangan berpikiran negatif duluan ke dr. Nando ya, cuma berapa detik aja beliau akan ‘ngintip’ buat memasukkan USG ke lubang vagina kita, selebihnya beliau akan fokus ke monitor USG.

Apa bedanya dengan USG biasa?
USG biasa nama medisnya adalah USG abdomen. Fungsi dilakukannya USG transvaginal itu adalah untuk melihat kondisi rahim kita lebih jelas, USG abdomen hanya bisa menangkap gambar rahim dari atas, sementara USG transvaginal bisa menangkap gambar rahim kita dari bawah beserta telur dan indung telurnya dan lebih jelas jika dibandngkan dengan USG abdomen. Jadi diujung alat USG tersebut ada semacam kameranya yang bisa mengobservasi rahim kita secara keseluruhan.

Apa aja yang terlihat dengan USG transvaginal?
Karena tujuannya adalah untuk mengikuti program IVF maka yang harus diperiksa pertama kali adalah rahim, tentang ada tidaknya gangguan di rahim kita, misalnya mioma dan kista yang mungkin saja mengganggu terjadinya kehamilan atau memberikan sedikit ruang untuk calon bayi kita tumbuh dan berkembang. Hal kedua yang diperiksa adalah jumlah telur (ovum) yang nantinya akan diambil secara keseluruhan, dari indung telur kanan dan indung telur kiri. Semakin banyak telur yang kita miliki, insyaAllah semakin bagus, artinya banyak telur yang akan dikawinkan dengan sperma pasangan kita. Walaupun TIDAK ADA JAMINAN PASTI bahwa telur yang sudah dikawinkan tersebut akan berkembang dengan baik menjadi embryo, bakal calon janin kita. Hanya saja, banyaknya jumlah telur membuat kita memiliki banyak cadangan, membuat kita rest assure.

Seperti apa bentuk alat USG transvaginal?
USG transvaginal berbentuk seperti tongkat dengan ujung bulat, kayak ujung ulegan gitu, hehehe. Bulatannya kecil kok, mungkin sekitar 2-3 cm diameter bulatannya.

Sakitkah USG transvaginal?
Enggak sakit sama sekali kalau saya, hanya saja untuk pertama kalinya, memang rasanya akan sedikit tidak nyaman. Yang perlu diperhatikan adalah kita harus rileks, tidak tegang dan posisi duduk kita harus benar, InsyaAllah tidak akan sakit. Sebelum memasukkan USG transvaginal ke lubang vagina kita, USG tersebut akan dilapisi oleh semacam lapisan, mirip (maaf) kondom sih ya kalau menurut saya, kemudian di ujungnya diberi gel pelumas, jadi nggak usah khawatir sakit dan ataupun tidak steril.

Itu tadi sedikit tentang USG transvaginal ya, semoga menjawab pertanyaan dan sedikit mengurangi kekhawatiran seputar USG transvaginal. Balik lagi ke konsultasi awal ya, jadi USG transvaginalnya pun dilakukan di hari ke-2 atau hari ke-3 haid. Jadi jorok dong? Haid kan lagi banyak-banyaknya, nanti darah haid kemana-mana? Memang begitulah prosedurnya, maka dari itu suster yang bertugas membantu dokter akan meminta kita menaikkan pakaian kita agar tidak terkena noda darah haid. Kursi duduk periksa pun selalu dilapisi dengan tisu yang selalu untuk setiap pasien. Dokter Nando pun selalu memakai sarung tangan baru untuk memeriksa setiap pasiennya dan beliau pun tanpa rasa jijik meletakkan tangan kirinya untuk mengambil darah haid kita yang (mungkin) ikut terbawa keluar saat alat USG transvaginal ditarik keluar. Malu? Nggak perlu malu, semua pasien mengalami itu. Buang jauh-jauh malunya, saya selalu menganggap saya ini ‘sakit’, perlu konsultasi, perlu berobat dan tim medis perlu mengetahui segala kondisi kesehatan saya, luar dan dalam. Tapi jika memang tidak nyaman dengan dokter pria, boleh ganti dengan dokter wanita. Di klinik BIC – Morula IVF Jakarta ada beberapa dokter wanita seperti dr. Anggia Melanie Lubis, SpOG, dr. Caroline Hutomo, SpOG dan dr. Merry Amelya PS, SpOG.

Setelah kita join program, sudah konsultasi, USG dan cek darah, dokter akan memutuskan jenis obat-obatan apa yang akan kita gunakan untuk menstimulasi telur. Sebelum tindakan OPU (Ovum Pick Up/ Operasi Petik Telur), telur (ovum) kita perlu dimatangkan semua dengan obat-obatan stimulus. Jika pada saat haid normal atau biasa, kita hanya melepaskan satu telur saja untuk dibuahi, dengan program IVF kita perlu mematangkan semua cadangan telur-telur kita untuk dikawinkan dengan sperma pasangan kita. Haruskah sebanyak itu? Iya. Semakin banyak yang dikawinkan tentu akan semakin bagus, karena kita tidak akan tahu pasti perkawinan telur dan sperma yang mana yang dapat tumbuh dan berkembang menjadi embryo, calon janin kita. Oleh sebab itu, perlu banget memiliki jumlah telur yang banyak.

Disaat kita mulai join program, suster yang bertugas pun akan menjelaskan makanan dan minuman yang wajib dihindari dan di anjurkan untuk dikonsumsi. Untuk makanan yang harus dihindari antara lain:
  • Tidak mengkonsumsi makanan dan minuman yang mengandung soda dan kafein seperti teh, kopi, cokelat dan minuman bersoda lainnya.
  • Tidak mengkonsumsi makanan dan minuman yang berasal dari kacang-kacangan dan olahannya, misalnya susu kedelai, tahu, tempe, kecap, dll.
  • Tidak mengkonsumsi alkohol dan tidak merokok.

Sedangkan makanan dan minuman yang dianjurkan adalah:
  • Susu peptisol 1x sehari, dosis boleh ditambah menjadi 2x sehari jika terjadi keluhan, bisa dikonsultasikan dengan suster koordinator.
  • Makan putih telur minimal 6 butir per hari.
  • Minum air 2-3 liter per hari.
  • Mengkonsumsi makanan tinggi protein dan vitamin C.

Itu adalah makanan dan minuman yang wajib dihindari dan di anjurkan untuk dikonsumsi selama kita mengikuti program. Sampai kapan makanan dan minuman tersebut harus dikonsumsi atau dihindari? Sebagian hanya sampai OPU (Ovum Pick Up) dan sebagian yang lain sampai kehamilan kita dinyatakan safe oleh dokter, boleh konfirmasi ke suster koordinator sebelumnya untuk memastikan. Kalau saya, ada tambahan minum jus 3 diva (wortel, apel dan tomat), buah atau jus alpukat, sekali sehari setiap hari. Kita juga diwajibkan untuk menjaga kesehatan kita, diusahakan untuk tidak sakit seringan apapun. Jika ternyata sampai sakit, harus konfirmasi ke suster koordinator atau dokter yang merawat tentang obat-obatan apa saja yang boleh dikonsumsi dan berapa dosisnya. Selain itu, kita diwajibkan untuk berolahraga secara teratur 2-3 kali seminggu minimal selama 30 menit. Untuk apa? Untuk menjaga agar fisik kita tetap fit tentunya. Jika fisik kita fit, InsyaAllah harapannya hormon kita akan stabil dan bagus. Diwajibkan juga untuk menjaga suhu tubuh tetap normal, tidak boleh sampai demam. Caranya? Dengan minum air 2-3 liter per hari. Jika dirasa suhu tubuh agak naik, langsung perbanyak minum air putih. Untuk masalah berhubungan dengan pasangan, masih diperbolehkan sampai H-2 tindakan OPU. Tapiii, versi saya nih ya, kami udah nggak mikirin soal berhubungan. Kenapa? Karena ada efek samping yang timbul akibat suntikan-suntikan stimulus, jadi calon ibu harus banyak-banyak istirahat, menjaga kesehatan agar tetap fit, pokoknya jangan sampai sakit aja.

Setahu saya, ada dua macam obat stimulus, Pergoveris dan Gonal. Bedanya apa? Saya kurang tahu dan kurang paham juga. Sesuai dengan kondisi saya, saya mendapatkan paket obat-obatan:

Pergoveris 300 IU                             8 hari
Cetrotide                                           4 hari
Ovidrel 250 mg                                 1 hari

Pergoveris, Cetrotide dan Ovidrel adalah paket obat stimulus yang saya dapatkan. Harganya? Sekitar 16 jutaan, paket obat stimulus standar. Pergoveris, Cetrotide dan Ovidrel merupakan obat-obatan stimulus yang berbentuk injeksi. Kalau saya, datang ke klinik setiap hari sesuai jadwalnya untuk dibantu suntik oleh suster yang bertugas. Gratis. Tidak dipungut biaya apapun. Jadi paket obat-obatan saya dititipkan di apotek klinik. Tapi, kalau rumahnya jauh dan ingin suntik sendiri dirumah atau mungkin ada orang yang bisa membantu suntik, misal suami atau keluarga lain, bisa suntik dirumah. Cara dan instruksinya akan diajari oleh suster.

Di empat hari pertama, saya mendapatkan suntikan Pergoveris. Pergoveris adalah jenis suntikan yang berguna untuk membesarkan telur (ovum). Jadi telur-telur kita dibesarkan, dimatangkan sampai ukuran tertentu. Sebesar apa? Minimal 18 mm per telur. Selama program sebelum kita berhasil hamil, kita akan dipandu oleh satu orang suster koordinator. Suster koordinator ini ibaratnya adalah asistennya dokter. Kalau saya dengan dr. Nando, maka suster koordinatornya adalah suster Vita. Satu dokter dibantu oleh satu suster koordinator. Melalui suster ini juga kita akan mendapatkan instruksi-instruksi dari dr. Nando. Selama suntik-suntik stimulus, kita akan diinstruksikan untuk melakukan beberapa kali cek darah, USG dan konsultasi dengan dr. Nando untuk memantau respon tubuh dan telur terhadap obat-obatan stimulus.

Di hari ke-5 suntikan akan ditambah dengan suntikan Cetrotide, jadi dalam sehari akan dilakukan dua kali suntikan. Suntikan Cetrotide berfungsi untuk menahan agar telur (ovum) tidak pecah duluan selama di trigger dengan obat stimulus Pergoveris. Suntikan ini diberikan selama empat hari sampai hari ke-8. Di hari ke-8 kita akan diminta untuk melakukan cek darah, USG dan konsultasi dengan dr. Nando untuk memantau kembali perkembangan telur yang di trigger dengan obat-obatan stimulus. Jika dirasa sudah cukup, sudah sesuai antara darah dan USG maka siap untuk dilakukan suntikan Ovidrel (pemecah). Kalau saya, ditambah satu lagi suntikan Pergoveris dan suntikan Cetrotide. Tambahan suntikan ini tidak termasuk dengan paket obat ya, paket obat standar hanya yang saya sebutkan sebelumnya. Jika ada pasien yang mungkin memberikan respon yang berbeda terhadap obat-obatan stimulus, suntikan obat-obatan mungkin bisa berkurang atau bertambah tergantung respon tubuh tiap pasien. Jadi kita membeli lagi kekurangan obat stimulus berdasarkan instruksi dari dr. Nando.

Suntikan Ovidrel (pemecah) diberikan atas instruksi dari dr. Nando berdasarkan hasil darah dan USG terakhir. Suntikan Ovidrel ini berfungsi untuk memecah telur, maksud memecah disini saya agak kurang paham ya, tapi sepertinya hanya memisahkan saja, bukan memecah dalam arti sebenarnya, hanya memisahkan agar tidak bergerombol-gerombol (mungkin). Suntikan Ovidrel ini agak spesial dari suntikan stimulus yang lain ya. Suntikan Ovidrel diberikan tepat 36 jam sebelum tindakan OPU. Jadi, waktu suntiknya harus benar-benar on time karena akan berhubungan langsung dengan tindakan OPU yang akan dilakukan selanjutnya.

Suntikan-suntikan stimulus diberikan di perut dengan jarak dua jari dari pusar, jadi bukan di pantat ya. Untuk pasien dengan berat badan lebih dari 70 kg, tindakan suntik akan dilakukan di paha. Untuk tepatnya di paha bagian mana, saya kurang tahu juga ya. Jika suntikan mulai dilakukan dua kali, suntikan tetap di lakukan dengan cara yang sama, tapi  jangan khawatir, suntikan tidak dilakukan ditempat yang sama. Tetap dua jari di bawah pusar tapi bisa sebelahan, tergantung suster yang bertugas, yang mana menurut suster posisi yang bagus.

Alhamdulillah… InsyaAllah begitu, rangkaian proses tahap awal sampai suntikan stimulus. Sebenarnya masih ada beberapa lagi tentang suntikan stimulus, tapi karena sudah panjang banget, takut bosen dan capek baca, jadi akan saya lanjutkan di next post ya.

Again, saya ingatkan lagi, bahwa postingan-postingan ini saya buat murni sebagai pengingat untuk kami agar kami selalu bersyukur atas apapun yang takdir Allah subhanahu wa ta’alaa tetapkan untuk kami, sekaligus untuk sharing kepada sesama survivor yang mungkin sedang atau akan menjalani program. Postingan ini didasarkan pada pengalaman pribadi kami dan informasi apa saja yang kami ketahui. Jika ada missed di satu atau dua tempat, mungkin prosedur/ SOP-nya sudah mengalami perubahan atau perkembangan. Jadi harap dimaklumi yaa…

Buat teman-teman yang ingin bertanya, komentar atau memberikan tanggapan, silakan tulis di kolom komentar ya, InsyaAllah akan saya jawab sesuai dengan kemampuan dan sepengetahuan saya. Atau jika mungkin follow sosmed saya, boleh komen di sosmed saya, tapi tetep jawaban lengkapnya akan saya posting di blog, bukan di sosmed ya. Terima kasih...





Salam,




Lisa.