Jumat, 22 Januari 2016

Sate khas Senayan



Assalamualaikum...

Berkunjung ke Ibukota selalu menyisakan kenangan tersendiri bagi pengunjung, termasuk saya yang tinggal jauh berkilo-kilo meter dari Ibukota Indonesia, Jakarta. Terlalu banyak hal yang orang keluhkan tentang kota ini, tentang macetnya yang semakin menjadi-jadi hingga membuat jengah jika menghadapinya setiap hari, tentang lalu-lintasnya, padatnya hunian serta harganya yang semakin melambung. Tapi, banyak juga yang bisa diceritakan dari Jakarta. Buktinya, banyak sekali iklan televisi yang menggunakan latar belakang kemacetan Jakarta. See? Apa yang orang keluhkan bisa menjadi ‘ladang’ bagi orang lain.

Di lain sisi, Ibukota merupakan lokasi pertama berkembangnya sesuatu. Segala sesuatu berkembang secara cepat, modern dan bervariasi. Jakarta memiliki segalanya, termasuk didalamnya adalah makanan. Makanan apapun hampir bisa kita dapatkan di Jakarta, sekali pun bukan berasal dari daerah asalnya langsung. Mau makan apa? Semua ada. Begitu banyak pilihan, begitu banyak variasi, menu dan resto. Mulai dari yang super simple tradisional hingga yang sudah ‘dimodiv’, semua ada. Pengunjung semacam saya pasti bingung kalau ditanya, mau makan apa dan dimana. Ini hanya soal makan, tapi saya terlalu bingung. Terlalu banyak pilihan. Apalagi kalau semua yang dilihat dipengeni. Hehehe.

Terlalu bingung, akhirnya suami saya mengajak saya makan sate. Jauh –jauh ke Jakarta hanya untuk makan sate? Iya. Mungkin. Hehehe. Karena resto ini mengingatkan suami saya kepada mantan MP-nya yang sudah meninggal dunia. Jadilah, saya mengikuti keinginan suami saya untuk bernostalgia.

Sate adalah makanan yang terbuat dari potongan daging kecil-kecil yang ditusuk sedemikian rupa dengan tusukan lidi tulang daun kelapa atau bambu kemudian dipanggang menggunakan bara arang kayu. Daging yang digunakan untuk membuat sate diantaranya adalah daging ayam, sapi, kambing, kelinci, dll. Bumbu sate pun bervariasi tergantung dari daerah asal pengusungnya. Kebanyakan sate diberi nama sesuai dengan daerah asalnya, misalnya Sate Madura, Sate Padang, Sate Ponorogo, dll. Tidak jarang juga sate disebut sesuai dengan daging penyusunnya, misalnya Sate Ayam, Sate Kambing, Sate Kelinci, dll.

Sate Kambing
Sate Kambing Buntel

Di Jakarta terdapat salah satu resto kelas atas yang menawarkan berbagai menu tradisional sate yang dikemas dengan selera dan teknologi modern namun tidak meninggalkan kesan unik budaya Indonesia. Adalah Sate Khas Senayan yang berdiri sejak tahun 1974, tetap bersemangat mempromosikan masakan tradisional Indonesia. Berbagai jenis olahan Sate Ayam dan Sate Kambing bisa kita temui disini. Tapi kalau kita tidak menginginkan mencicipi menu andalan sate di resto ini, kita masih bisa memilih makanan tradisional lain, misalnya Nasi Uduk, Nasi Kuning, Soto Betawi, Soto Ayam, Rujak Cingur, dll, yang termasuk dalam masakan tradisional khas Indonesia tentunya.

Di pintu masuk, kita akan dipandu dengan salah satu staf yang akan mempersilakan kita memilih spot meja makan sesuai dengan keinginan kita. Interior resto ini mengetengahkan tradisional modern yang menyatu dalam satu tatanan yang apik. Saya suka. Tidak terlalu modern dan tidak terlalu tradisional. Gambar dan siluet dari beberapa tokoh wayang dan gunungan dalam Pewayangan menambah kesan image tradisional yang ingin dibangun dari resto ini. Gaya interior klasik dengan perabotan dan ukiran kayu menambah efek tradisional yang ada di resto ini.

Interior Sate Khas Senayan
Menu tradisional yang kami pesan saat itu adalah Sate Kambing dan Sate Kambing Buntel. Daging dari Sate Kambing-nya sangat lembut, jadi kita tidak perlu ‘latihan mengunyah’ dulu. Hehehe. Beberapa sate kambing yang saya makan sebelumnya memiliki daging yang keras dan alot atau liat, menyisakan guratan daging di sela-sela gigi. Memerlukan usaha yang cukup ‘kekeuh’ untuk mengeluarkan sisa guratan daging dalam gigi kita. Hehehe. Entah karena kesalahan memanggang atau bagaimana, saya kurang tahu.

Menu kedua yang saya coba adalah Sate Buntel. Ini merupakan pertama kalinya saya makan Sate Buntel. Sate Buntel terbuat dari cincangan daging sapi atau kambing (terutama bagian perut atau iga) kemudian dibungkus selaput membran daging dan dililitkan membungkus tusukan bambu. Ukuran sate ini cukup besar ya, kalau menurut saya sih, mirip dengan sosis. Iya nggak sih? Atau saya yang kelewat katrok? Hehehe.

Untuk sayurnya, kami memesan Sayur Asem, sebagai pelengkap yang kami pikir cocok sebagai pendamping menikmati sate. Ada yang unik dari peyajian Sayur Asem disini. Sayur Asem disajikan dalam satu nampan tersendiri dengan beberapa pelengkap, yaitu kerupuk udang yang berbentuk stick, bakwan jagung, kacang tanah goreng dan sambal terasi. Diantara nampan dan mangkok Sayur Asem, terdapat selembar artikel tentang Sate Khas Senayan, sayangnya saya lupa untuk membaca apa isi artikel itu. Unik ya? Baru pertama kalinya saya menemukan penyajian Sayur Asem yang unik seperti itu. Rasanya? Jelas asem-lah, hehehe, cocok untuk lidah kami dan teman menikmati menu sate yang kami pesan.

Sayur Asem ala Sate Khas Senayan

Yang tidak boleh ketinggalan adalah Es Cendol Durian. Cendol berwarna hijau yang memenuhi gelas ditutup dengan vla durian yang wangi. Menggoda benget untuk cepet-cepet dilahap demi melepas dahaga di tenggorokan. Segar dan nikmat.

Es Cendol Durian
Jus Strawberry

Karena Es Cendol Durian sangat mengenyangkan banget, saya pun memesan jus strawberry untuk menyegarkan tenggorokan. Saya selalu memperhatikan minuman jus ditempat makan manapun. Ada tempat makan atau resto yang menyajikan jus yang cukup cair, terlalu banyak air dan sedikit buah. Disini jus strawberry-nya enak banget dan kental, jadi berasa makan strawberry halus, hehehhe.

Untuk Sate Kambing dan sate Kambing Buntel disajikan dengan bumbu kecap, irisan bawang merah dan sambal. Pada Sate Kambing kebanyakan memang hanya memakan bumbu kecap, baik terpisah dengan sambalnya maupun sudah dalam bentuk sambal kecap. Saya cukup menikmati rasa Sate Kambing di resto ini. Tapi, saya pribadi lebih prefer ke sate yang menggunakan bumbu kacang, seperti Sate Madura. Bagi saya, menikmati sate menjadi lebih nikmat saat bumbu kacang disiramkan di atas nasi panas daripada hanya bumbu kecap biasa. Campuran dari bumbu kacang yang lembut dengan kecap manis selalu sukses membuat diet saya gagal, karena sayang banget untuk menyisakan bumbu kacangnya. Iya kan?

Beberapa jenis sate yang sudah pernah saya makan diantaranya adalah Sate Madura, Sate Padang, Sate Ponorogo, Sate Kerang, Sate Buntel, Sate Ayam, Sate Kambing, Sate Usus dan Sate Kelinci. Setiap sate memiliki rasa uniknya masing-masing, dan semua itu tergantung dari selera. Bagaimana denganmu? Tertarik nyobain sate andalan di resto Sate Khas Senayan? Atau punya sate andalan sendiri? Share dong… (saya sudah tenggelam dalam dunia sate ini!!! )





Sate Khas Senayan
Kemang Square
Jl. Kemang Raya No. 3A Kemang,
Jakarta Selatan
021 71794717






Salam,




Lisa.

Jumat, 15 Januari 2016

A Happy Unhappy Moments of 2015




Assalamualaikum...

2015. Kalau diingat – ingat lagi satu tahun kebelakang, merupakan tahun yang luar biasa untuk hidup saya. Entah karena saya yang terlewat baper dan geer atau gimana, tapi saya merasa saya melalui banyak sekali ujian dan mulai berani mengambil keputusan-keputusan besar dalam hidup saya. Keputusan-keputusan besar itu sukses membentuk saya menjadi diri saya yang sekarang ini. Eccieeh... Hehehe

Jadi, apa aja sih ujian hidup yang saya alami?

Puas LDR dan LDM
Saya menyebut LDR (Long Distance Relationship) dan LDM (Long Distance Married) adalah sebuah Lifestyle. Mengapa? Karena, banyak sekali pasutri yang menjalani hubungan itu di masa sekarang ini, bukan hanya saya dan suami saya. Alasannya ya jelas bervariasi tergantung dari yang menjalani. Mulai dari alasan finansial, alasan sayang dengan pendidikan tinggi yang sudah dienyam, alasan kesejahteraan keluarga, dan sebagainya. Segala sesuatu memerlukan sebuah proses. Kami (saya dan suami saya) telah melalui proses itu beberapa tahun lamanya. Kami pun merasa cukup. Cukup bagi saya. Cukup juga bagi suami saya. Sudah sewajarnya saya mengabdikan hidup saya untuk keluarga yang sedang kami bangun bersama. Keputusan itu mendorong saya untuk lebih berani mengambil keputusan besar lainnya, yaitu resign.



Resign
Bagi sebagian orang mungkin resign itu adalah hal mudah. Semudah pindahan kantor, cukup membawa diri beserta cv dan menunggu panggilan. Bagi saya, keputusan resign merupakan keputusan yang cukup menguras otak. Berbagai macam pilihan dan konsekuensinya saya diskusikan dengan suami saya. Apa yang harus, apa yang tidak harus, apa positifnya, apa negatifnya. Semuanya kami bahas. Dan itu tidak hanya memakan waktu satu atau dua bulan. Saya membutuhkan lebih banyak waktu untuk berpikir. Berada diantara keinginan dan kewajiban itu tidak mudah, apalagi menyeimbangkannya.



Welcome, A New Married Life!
Tujuan dari keluarnya saya dari pekerjaan kantoran yang saya miliki adalah untuk mengabdikan diri saya full hanya untuk keluarga saya. Akhirnya mendorong saya untuk mengambil langkah selanjutnya. Saya harus siap berpindah-pindah rumah untuk mewujudkan keinginan kami. Welcome, a new married life. Memang ya, kehidupan rumah tangga baru bisa kita rasakan kalau kita sudah berada di bawah satu atap yang sama. Saya pun akhirnya paham fungsi dari ucapan “Selamat Menempuh Hidup Baru”. Hehehe. Begitulah, saya mulai belajar macam-macam, semacam-macamnya pekerjaan rumah tangga. Segalanya berubah.
 
Bahasa Minang
Setahun lebih saya ikutan ‘nebeng’ suami disini, Kota Duri, Riau. Dan saya belum bisa Bahasa Minang sama sekali! Hahaha. Lidah dan otak Jawa saya berasa kelu mengartikan apa yang orang katakan kalau menggunakan Bahasa Minang. Boro-boro ngejawab dan ikutan ngobrol, paham apa yang diomongin aja enggak. Hahaha. Selain itu, kebanyakan dari teman-teman suami dan para istrinya adalah Orang Jawa, jadi we nggak berkembang itu pergaulannya! Orang temen-temennya juga Orang Jawa semua! Hehehe.

Memulai Blogging
Lepas dari pekerjaan kantor yang menguras otak selama lebih dari delapan jam sehari, membuat saya mencari –cari kegiatan positif lain untuk mencegah timbulnya rasa bosan karena tinggal seharian dirumah. Akhirnya saya pun mempelajari berbagai hal, termasuk diantaranya adalah blogging. Tergabung dalam beberapa komunitas cukup mengobati kerinduan saya akan ‘dunia luar’. Ecieeeh... Biar tetep eksis meskipun sehari-hari hanya duduk manis di depan lepi gitu.

Travelling
Salah satu keuntungan yang bisa saya peroleh dari ‘nebeng’ suami adalah travelling. Menjadi istri seorang kontraktor, memberikan saya kesempatan travelling yang begitu luasnya yang tidak pernah saya banyangkan sebelumnya. Saya tidak pernah bermimpi saya bisa Menjelajahi Sumatera Barat yang notabene berada di Pulau Sumatera, berjarak ribuan km dari rumah orang tua saya. Lha wong yang di Pulau Jawa seperti Air Terjun Sri Gethuk aja baru dikunjungi Agustus 2015 kemarin. Benar-benar Alhamdulillah.

Chavery Beach Hotel - Bungus, Padang

Jadi, apakah saya sempat menyesal dengan semua keputusan-keputusan yang sudah saya ambil? Saya rasa saya tidak akan pernahmenyesal, karena segala sesuatu akan berproses dengan sendirinya. Hanya saja, kadang-kadang masih sering sedih dan kangen dengan mereka, teman-teman seperjuangan saya yang masih berjuang di kantor cabang masing-masing, terutama perempuan-perempuan hebat diluar sana yang berhasil menyeimbangkan kehidupan karir dan keluarganya. Keep a balance life sist!





Salam,



Lisa.

  
Nb: Tulisan ini diikutsertakan dalam IHB Blog Post Challenge: “The Best Moment of 2015”. Yuk ikutan tantangan  indonesian-hijabblogger.com ini, ada hadiah menarik bagi yang terpilih lho, jangan sampai ketinggalan ya, hari ini terakhir nih, maksimal tgl 15 Januari 2016 ya


Taman Srigunting di Kawasan Kota Lama – Semarang




Taman Srigunting - Semarang

Assalamualaikum...

Siapa yang sukanya foto-foto hayo?

Buat yang hobi banget foto-foto, fotografi atau istilah kerennya hunting foto, kawasan kota lama sudah pasti masuk dalam top list foto yang wajib banget ada diantara sekian banyaknya koleksi foto. Iya apa iya?

Kawasan kota lama dimanapun lokasinya selalu menarik untuk dikunjungi. Bangunan-bangunan lama yang kokoh berdiri hingga saat ini memiliki aspek historis yang mengagumkan. Salah satu diantaranya adalah Kawasan Kota Lama Semarang yang merupakan peninggalan kolonial Belanda. Di Kawasan Kota Lama Semarang berdiri bangunan-bangunan kuno yang merupakan perwujudan dari kemegahan arsitektur Eropa di masa lalu. 

Gereja Blenduk - Semarang

Pusat dari Kawasan Kota Lama Semarang terdapat di Taman Srigunting. Taman Srigunting adalah sebuah taman yang dibangun di jantung Kawasan Kota Lama Semarang. Pada zaman kolonial Belanda, Taman Srigunting merupakan sebuah lapangan yang bernama parade plein yang sering digunakan untuk tempat parade atau pun latihan baris berbaris tentara Belanda. 

Taman Srigunting terletak di Jalan Letjen Suprapto 32 Kawasan Kota Lama Semarang. Taman Srigunting dikelilingi oleh gedung-gedung bersejarah. Di sisi selatan Taman Srigunting terdapat Gedung Marba, di sebelah barat daya terdapat Gedung Jiwasraya (jadi teringat masa lalu, euy! Hehehe), di sisi  barat terdapat Gereja Blenduk dan di sisi timur terdapat Gedung Kerta Niaga.

Taman Srigunting mengalami beberapa kali penataan dan renovasi ulang. Penataan taman dimaksudkan agar taman menjadi ruang terbuka aktif yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Sekarang ini, Taman Srigunting menjadi salah satu lokasi favorit untuk berkumpul dan melakukan kegiatan komunitas.

Taman Srigunting memang enak dijadikan tempat berkumpul untuk beraktifitas, duduk-duduk sambil ngobrol dan melespas lelah atau pun berfoto-foto. Terdapat beberapa pohon rindang yang memayungi taman sehingga saat kita duduk di salah satu tempat duduk yang terdapat di taman, kita dapat menghindari panasnya Kota Semarang yang tidak segan untuk membakar kulit. Selain itu, teduh dan rindangnya pohon yang ada di Taman Srigunting memberikan efek sejuk saat disapu angin sepoi-sepoi. Jadi tambah kerasan untuk berlama-lama berada di Taman Srigunting.

Yang tidak kalah menarik, di tengah-tengah Taman Srigunting terdapat dua sepeda tua dan kereta kecil jaman dahulu yang disewakan on the spot sebagai property foto. Jadi kita bisa berpose dengan sepeda tersebut dan tentu saja dengan background gedung tua seperti Gereja Blenduk. Kita akan dikenai biaya Rp 5.000 / orang sebagai biaya sewa foto dengan menggunakan sepeda. Tapi, uniknya, tidak ada yang menjaga sepeda tua dan uang biaya tersebut. Di dekat sepeda hanya terdapat kardus karton seukuran kemasan air mineral gelas beserta tulisan tarif berfoto dengan property sepeda. Jadi, diharapkan semua pengunjung memiliki sifat jujur dalam hatinya. Kalaupun kita sengaja berfoto dan (mungkin) lupa tidak membayar, kita juga tidak akan ditegur kok, jadi sesuai kesadaran masing-masing saja. Bagi saya, uang itu (mungkin) digunakan sebagai biaya ganti rugi untuk perawatan sepeda tua yang mungkin bisa jadi lebih mahal. 

Kalau spot foto dengan sepeda tua masih ramai dipakai berfoto secara bergantian dengan pengunjung lain, kita masih bisa berfoto di spot favorit lainnya. Ada sebuah tangga dengan beberapa anak tangga yang dibangun di sisi taman yang berada tepat di sebelah gereja bersejarah, Gereja Blenduk. Tangga ini menjadi spot foto favorit lain bagi para pengunjung karena kita bisa mengambil foto dengan background Gereja Blenduk saat berada di Taman Srigunting. 

Jembatan Legendaris | Harus ngantri kalau mau foto disini :D

Lapar dan haus? Santai saja. Di sekeliling Taman Srigunting terdapat banyak pedagang yang menjual jajanan seperti gorengan, bakso, aneka minuman dan lain sebagainya. 

Bagaimana? Asyik kan? Kurang lengkap rasanya kalau berkunjung ke Kota Semarang tanpa mengunjungi Kawasan Kota Lama dan Taman Srigunting. Tenang saja, kita bisa mengunjunginya setiap hari dan tentunya tidak dipungut biaya apapun, alias GRATIS!




Salam,



Lisa.

Sabtu, 09 Januari 2016

Lawang Sewu - Semarang




Lawang Sewu - Semarang
 
Assalamualaikum...
 
Belum bosen sama Kota Semarang kan ya? Fokus area masih seputaran Kota Semarang nih...

Iyalah, masih banyak yang pengen saya ceritain tentang Kota Semarang yang panasnya sudah melebihi kota Surabaya ini.

Jadi, ada apa lagi di Semarang? Jawabannya adalah Lawang Sewu. Yuukk...

Lawang Sewu adalah salah satu gedung bersejarah di Indonesia yang terletak di Kota Semarang, Jawa Tengah. Kata Lawang Sewu berasal dari Bahasa Jawa yang kalau diartikan dalam Bahasa Indonesia adalah Seribu Pintu. Apakah benar Lawang Sewu memiliki pintu sebanyak seribu? Tentu saja tidak. Bangunan Lawang Sewu memiliki jendela berukuran besar yang ukurannya hampir menyerupai pintu dan jumlahnya sangat banyak sehingga masyarakat sekitar menyebutnya sebagai Lawang Sewu karena memiliki banyak pintu. Pada kenyataannya, tentu saja jumlah pintu tidak mencapai seribu walaupun sudah ditambah dengan jumlah jendela (yang dianggap sebagai pintu).

Dahulu kala, Lawang Sewu merupakan kantor pusat perusahaan kereta api (trem) Belanda yang disebut Nederlandsch Indishe Spoorweg Naatschappij (NIS). Bangunan ini mulai dibangun pada tahun 1904 dan selesai di tahun 1907. Lawang Sewu pun menjadi saksi dari pecahnya perang antara tentara Jepang dengan pemerintah Indonesia pada tahun 1942 saat Jepang menjajah Indonesia. Setelah perang usai, Lawang Sewu dikembalikan kepada Pemerintah Indonesia dan menjadi kantor PT. Kereta Api Indonesia.

Pada perkembangan dunia industri dan per-kereta-api-an Indonesia, Lawang Sewu dipandang tidak dapat memenuhi fungsinya sebagai lokasi yang memadai untuk menjalankan administrasi perkantoran sehingga pada tahun 1992 pemerintah setempat menetapkan Lawang Sewu sebagai salah satu dari bangunan kuno atau bersejarah di Kota Semarang yang patut dilindungi. Beberapa tahun setelah penetapan keputusan dari Pemerintah Kota Semarang, Lawang Sewu mulai dilupakan keberadaanya. Bangunan Lawang Sewu menjadi tidak terurus dan banyak kerusakan di setiap tempat.
Setelah tahun 2009, sebagai akibat dari tereksposenya kerusakan dan tidak terurusnya Lawang Sewu melalui The Jakarta Post, Lawang Sewu ditutup untuk umum dan mulai direnovasi dengan tujuan untuk meningkatkan tourist attraction. Di tahun 2011, Lawang Sewu yang telah selesai di renovasi dan diresmikan kembali oleh ibu negara pada saat itu, Ani Yudhoyono. Pemerintah Semarang pun mengharapkan renovasi dapat menghilangkan “spooky image” yang melekat pada Lawang Sewu. Jadilah bangunan Lawang Sewu yang tetap terawat dan tetap menunjukkan aspek historis yang tidak menyeramkan seperti sekarang ini.

Sebelumnya, saya hanya mengenal Lawang Sewu dari teman-teman yang telah lebih dulu berkunjung kesana. Saya pun mengetahuinya hanya sebatas Lawang Sewu sebagai iconic tourist destination yang wajib dikunjungi jika sedang berada di Kota Semarang. Saya tidak menyangka kalau aspek sejarah yang melekat pada Lawang Sewu seheroik itu. Proud to be Indonesian.

Menurut adik saya, view Lawang Sewu akan terlihat megah dan memukau kalau dikunjungi saat pagi atau sore hari. Jadilah kami mengunjungi Lawang Sewu pada sore hari, tapi sayangnya kami berangkat terlalu sore, sehingga kami hanya memiliki waktu yang sangat terbatas untuk menikmati keindahan bangunan Lawang Sewu. Kami pun tidak sempat melihat ke lantai dua, kami hanya sempat mengelilingi sebagian dari lantai satu.

Lawang Sewu terletak di sisi timur Tugu Muda Semarang, lebih tepatnya di sudut Jalan Pandanaran dan Jalan Pemuda, Semarang. Di depan gedung utama Lawang Sewu terdapat (entah replika atau patung) lokomotif kereta api jaman dahulu.

Lokomotif Kereta Api di halaman depan Lawang Sewu

Lawang Sewu terdiri dari empat gedung, gedung A adalah gedung paling luar yang biasanya dapat kita lihat dari tepi Jalan Pandanaran atau Jalan Pemuda, merupakan Exhibition Centre.  Dalam Exhibition Centre, terdapat gallery foto kereta api pada jaman dahulu, miniatur lokomotif kereta api, miniatur landmark Lawang Sewu, beberapa patung dengan pakaian seragam petugas kereta api, sejarah kereta api indonesia, sejarah Lawang Sewu, dll. Yang tidak kalah menarik lagi adalah dibuatnya spot foto dengan background penggalan sedikit dari bagian depan lokomotif kereta api, yang membuat siapa saja merasa gatal banget kalau nggak foto didepannya. Hehehe.

Sejarah Kereta Api Indonesia - Sejarah Lawang Sewu

Penggalan bagian depan lokomotif

Gedung B merupakan Retail, Food, Galeri dan Office Area. Gedung C adalah museum, gedung D adalah ruang tunggu/ ruang P3K, dan gedung E adalah Kantor Pengelola. Sayangnya, saya dan adik-adik saya serta suami saya, tidak sempat mengunjungi Gedung B, C dan D, karena hari sudah hampir gelap. Mungkin next time, semoga ada kesempatan lagi.  

Tiket masuk ke Lawang Sewu hanya sebesar Rp 10.000 / orang untuk dewasa, sedangkan anak-anak dibawah usia 12 tahun dan pelajar dikenai tarif Rp 5.000 / orang. Jam buka Lawang Sewu adalah mulai jam 7 pagi hingga jam 9 malam. Saran saya, sebaiknya berkunjung ke Lawang Sewu pagi hari dibawah jam 11 siang atau sore selepas Ashar, agar tidak panas, karena panasnya Kota Semarang luar biasa menyengat. Jangan lupa isi penuh baterai kamera atau smartphone Anda karena saya yakin Anda pasti gatel banget kalau sampai nggak mengabadikan keindahan Lawang Sewu, minimal selfie-lah. Hehehe.

Halaman tengah Lawang Sewu


Salam,



Lisa.