Assalamualaikum...
Berkunjung ke Ibukota selalu
menyisakan kenangan tersendiri bagi pengunjung, termasuk saya yang tinggal jauh
berkilo-kilo meter dari Ibukota Indonesia, Jakarta. Terlalu banyak hal yang
orang keluhkan tentang kota ini, tentang macetnya yang semakin menjadi-jadi
hingga membuat jengah jika menghadapinya setiap hari, tentang lalu-lintasnya,
padatnya hunian serta harganya yang semakin melambung. Tapi, banyak juga yang
bisa diceritakan dari Jakarta. Buktinya, banyak sekali iklan televisi yang
menggunakan latar belakang kemacetan Jakarta. See? Apa yang orang keluhkan bisa menjadi ‘ladang’ bagi orang lain.
Di lain sisi, Ibukota merupakan
lokasi pertama berkembangnya sesuatu. Segala sesuatu berkembang secara cepat,
modern dan bervariasi. Jakarta memiliki segalanya, termasuk didalamnya adalah
makanan. Makanan apapun hampir bisa kita dapatkan di Jakarta, sekali pun bukan
berasal dari daerah asalnya langsung. Mau makan apa? Semua ada. Begitu banyak
pilihan, begitu banyak variasi, menu dan resto. Mulai dari yang super simple
tradisional hingga yang sudah ‘dimodiv’, semua ada. Pengunjung semacam saya
pasti bingung kalau ditanya, mau makan apa dan dimana. Ini hanya soal makan,
tapi saya terlalu bingung. Terlalu banyak pilihan. Apalagi kalau semua yang
dilihat dipengeni. Hehehe.
Terlalu bingung, akhirnya suami
saya mengajak saya makan sate. Jauh –jauh ke Jakarta hanya untuk makan sate?
Iya. Mungkin. Hehehe. Karena resto ini mengingatkan suami saya kepada mantan
MP-nya yang sudah meninggal dunia. Jadilah, saya mengikuti keinginan suami saya
untuk bernostalgia.
Sate adalah makanan yang terbuat
dari potongan daging kecil-kecil yang ditusuk sedemikian rupa dengan tusukan
lidi tulang daun kelapa atau bambu kemudian dipanggang menggunakan bara arang
kayu. Daging yang digunakan untuk membuat sate diantaranya adalah daging ayam,
sapi, kambing, kelinci, dll. Bumbu sate pun bervariasi tergantung dari daerah
asal pengusungnya. Kebanyakan sate diberi nama sesuai dengan daerah asalnya,
misalnya Sate Madura, Sate Padang, Sate Ponorogo, dll. Tidak jarang juga sate
disebut sesuai dengan daging penyusunnya, misalnya Sate Ayam, Sate Kambing,
Sate Kelinci, dll.
Sate Kambing |
Sate Kambing Buntel |
Di Jakarta terdapat salah satu
resto kelas atas yang menawarkan berbagai menu tradisional sate yang dikemas
dengan selera dan teknologi modern namun tidak meninggalkan kesan unik budaya
Indonesia. Adalah Sate Khas Senayan yang berdiri sejak tahun 1974, tetap
bersemangat mempromosikan masakan tradisional Indonesia. Berbagai jenis olahan
Sate Ayam dan Sate Kambing bisa kita temui disini. Tapi kalau kita tidak
menginginkan mencicipi menu andalan sate di resto ini, kita masih bisa memilih
makanan tradisional lain, misalnya Nasi Uduk, Nasi Kuning, Soto Betawi, Soto
Ayam, Rujak Cingur, dll, yang termasuk dalam masakan tradisional khas Indonesia
tentunya.
Di pintu masuk, kita akan dipandu
dengan salah satu staf yang akan mempersilakan kita memilih spot meja makan sesuai dengan keinginan
kita. Interior resto ini mengetengahkan tradisional modern yang menyatu dalam
satu tatanan yang apik. Saya suka. Tidak terlalu modern dan tidak terlalu
tradisional. Gambar dan siluet dari beberapa tokoh wayang dan gunungan dalam
Pewayangan menambah kesan image
tradisional yang ingin dibangun dari resto ini. Gaya interior klasik dengan
perabotan dan ukiran kayu menambah efek tradisional yang ada di resto ini.
Interior Sate Khas Senayan |
Menu tradisional yang kami pesan
saat itu adalah Sate Kambing dan Sate Kambing Buntel. Daging dari Sate
Kambing-nya sangat lembut, jadi kita tidak perlu ‘latihan mengunyah’ dulu.
Hehehe. Beberapa sate kambing yang saya makan sebelumnya memiliki daging yang
keras dan alot atau liat, menyisakan guratan daging di sela-sela gigi. Memerlukan
usaha yang cukup ‘kekeuh’ untuk mengeluarkan sisa guratan daging dalam gigi
kita. Hehehe. Entah karena kesalahan memanggang atau bagaimana, saya kurang
tahu.
Menu kedua yang saya coba adalah
Sate Buntel. Ini merupakan pertama kalinya saya makan Sate Buntel. Sate Buntel
terbuat dari cincangan daging sapi atau kambing (terutama bagian perut atau iga)
kemudian dibungkus selaput membran daging dan dililitkan membungkus tusukan
bambu. Ukuran sate ini cukup besar ya, kalau menurut saya sih, mirip dengan
sosis. Iya nggak sih? Atau saya yang kelewat katrok? Hehehe.
Untuk sayurnya, kami memesan
Sayur Asem, sebagai pelengkap yang kami pikir cocok sebagai pendamping menikmati
sate. Ada yang unik dari peyajian Sayur Asem disini. Sayur Asem disajikan dalam
satu nampan tersendiri dengan beberapa pelengkap, yaitu kerupuk udang yang berbentuk
stick, bakwan jagung, kacang tanah goreng
dan sambal terasi. Diantara nampan dan mangkok Sayur Asem, terdapat selembar
artikel tentang Sate Khas Senayan, sayangnya saya lupa untuk membaca apa isi
artikel itu. Unik ya? Baru pertama kalinya saya menemukan penyajian Sayur Asem
yang unik seperti itu. Rasanya? Jelas asem-lah, hehehe, cocok untuk lidah kami
dan teman menikmati menu sate yang kami pesan.
Sayur Asem ala Sate Khas Senayan |
Yang tidak boleh ketinggalan
adalah Es Cendol Durian. Cendol berwarna hijau yang memenuhi gelas ditutup
dengan vla durian yang wangi. Menggoda benget untuk cepet-cepet dilahap demi melepas
dahaga di tenggorokan. Segar dan nikmat.
Es Cendol Durian |
Jus Strawberry |
Karena Es Cendol Durian sangat
mengenyangkan banget, saya pun memesan jus strawberry
untuk menyegarkan tenggorokan. Saya selalu memperhatikan minuman jus ditempat
makan manapun. Ada tempat makan atau resto yang menyajikan jus yang cukup cair,
terlalu banyak air dan sedikit buah. Disini jus strawberry-nya enak banget dan kental, jadi berasa makan strawberry halus, hehehhe.
Untuk Sate Kambing dan sate Kambing
Buntel disajikan dengan bumbu kecap, irisan bawang merah dan sambal. Pada Sate
Kambing kebanyakan memang hanya memakan bumbu kecap, baik terpisah dengan
sambalnya maupun sudah dalam bentuk sambal kecap. Saya cukup menikmati rasa
Sate Kambing di resto ini. Tapi, saya pribadi lebih prefer ke sate yang menggunakan bumbu kacang, seperti Sate Madura.
Bagi saya, menikmati sate menjadi lebih nikmat saat bumbu kacang disiramkan di
atas nasi panas daripada hanya bumbu kecap biasa. Campuran dari bumbu kacang
yang lembut dengan kecap manis selalu sukses membuat diet saya gagal, karena
sayang banget untuk menyisakan bumbu kacangnya. Iya kan?
Beberapa jenis sate yang sudah
pernah saya makan diantaranya adalah Sate Madura, Sate Padang, Sate Ponorogo,
Sate Kerang, Sate Buntel, Sate Ayam, Sate Kambing, Sate Usus dan Sate Kelinci.
Setiap sate memiliki rasa uniknya masing-masing, dan semua itu tergantung dari
selera. Bagaimana denganmu? Tertarik nyobain sate andalan di resto Sate Khas
Senayan? Atau punya sate andalan sendiri? Share
dong… (saya sudah tenggelam dalam dunia sate ini!!! )
Sate Khas Senayan
Kemang Square
Jl. Kemang Raya No. 3A Kemang,
Jakarta Selatan
021 71794717
Salam,
Lisa.
Sate Senayan emang favorite dech. Aku kadang kalau kepengen lontong cap gomeh sukanya kesini. Selain makanannya yang enak tempatnya juga asyik untuk ketemuan dan ngobrol ama teman.
BalasHapushai Adeeelll...
Hapuseh enak ya cap gomehnya?? wah ntar kapan-kapan nyobain deh kalau kesana lagi.
Tempatnya keliatan comfy bgt
BalasHapus