Rabu, 18 November 2015

Oleh – oleh khas Madiun: Brem



Pada suka brem nggak sih? Eh, belum tahu brem? Itu lhoo, salah satu oleh-oleh khas Madiun, yang terbuat dari fermentasi sari ketan? Masih nggak paham? Bentuknya aja nggak tahu? Wah parah nih... Oke2, Lisa ceritain yaa...

Brem adalah makanan tradisional khas yang berasal dari Kota Caruban, Kabupaten Madiun, Jawa Timur. Sedangkan penghasilnya di Kota Caruban sendiri berasal dari dua desa, yaitu Desa Bancong dan Desa Kaliabu. Brem dikemas dalam bentuk lempengan agak kekuningan, rata-rata berukuran kurang lebih 15 cm x 5 cm x 0,5 cm. 

Pada masa perkembangannya, brem dikenal sebagai salah satu oleh-oleh khas Madiun karena Kota Caruban masih termasuk dalam wilayah Kabupaten Madiun. Pengertiannya, brem adalah makanan yang berasal dari sari ketan yang dimasak dan dikeringkan, merupakan hasil dari fermentasi ketan hitam yang diambil sarinya saja yang kemudian diendapkan dalam waktu sekitar sehari semalam. Bagaimana rasanya? Sensasi saat menikmati makanan ini akan muncul ketika makanan dimasukkan ke dalam mulut, dimana brem akan langsung mencair dan lenyap meninggalkan rasa 'semriwing' di lidah. Rasa yang ditimbulkan dari makan brem adalah sedikit rasa manis dan dingin.

Image Source

Dahulu kala, brem hanya memiliki satu rasa, alias rasa brem itu sendiri. Sekarang, brem mengalami banyak variasi dari segi rasa. Pada beberapa merk dagang tertentu memiliki brem dengan rasa buah-buahan. Yang umum saya jumpai adalah brem rasa cokelat, stoberry, anggur, melon, dll. Sedangkan rasa brem yang sebelumnya merupakan rasa asli disebut sebagai brem rasa original. Mungkin, bagi penikmat brem, mereka bisa membedakan rasa brem original dan brem-brem lain yang sudah mengalami variasi rasa. Tapi bagi saya pribadi yang bukan penggemar brem, saya kurang bisa membedakan, bahkan sama sekali tidak bisa membedakan antara brem rasa original dengan brem dengan tambahan rasa buah-buahan. 

Cara pengemasannya pun sudah mengalami banyak perkembangan, sebelumnya, kemasan standar brem adalah berukuran kurang lebih 15 cm x 5 cm x 0,5 cm. Sekarang ini, saya banyak menjumpai kemasan brem yang lebih kecil, saya kurang tahu berapa ukuran persisnya, yang pasti panjangnya adalah setengah dari ukuran standarnya. Pengen ngicipin tapi takut nggak habis? Jangan khawatir, saya pernah menjumpai cara pengemasan brem yang lebih ekonomis lagi, yaitu dikemas kecil-kecil seukuran permen dan ditata rapi di dalam stoples berukuran diameter 20 cm. Kemasan kecil ekonomis ini dibuat untuk memenuhi permintaan pasar dimana memudahkan penikmatmat untuk menikmati brem, sehingga tidak perlu memotongnya sedikit demi sedikit karena telah tersedia dalam ukuran kecil.

Sekarang ini, banyak sekali merk dagang dari brem yang bisa kita temui di toko oleh-oleh yang terletak di Madiun dan sekitarnya. Masing-masing memiliki produsen sendiri, tidak terbatas dari penghasil pertamanya seperti yang saya ceritakan di awal. Produksi tersebut diantaranya adalah homemade yang banyak diminati konsumen kemudian pemiliknya melakukan produksi secara massal atau mass production yang kemudian dipatenkan kedengan merk dagang tertentu.

Untuk merk dagang yang recommended, mohon maaf, saya kurang bisa memberikan referensi, karena semua kembali ke selera masing-masing. Seperti saya misalnya, kurang suka brem, maka saya pun kurang bisa membedakan mana yang oke dan mana yang enggak. Kalau setahu saya beberapa merk dagang yang terkenal adalah, Mirasa, Suling Gading, Tongkat Mas, Taman Sari, dll. Kalau keluarga saya sih, sukanya beli yang Suling Gading atau Tongkat Mas, karena masih saudaraan sama keluarga besar Bapak saya dan tokonya dekat dengan rumah orang tua saya. Kalau suami saya, sukanya yang Taman Sari yang katanya lebih sip dari yang lain. Saya yang bukan penikmat diantaranya, masih nggak paham juga dimana letak perbedaannya. Hehehe.

Tapi, brem ternyata membawa banyak manfaat lhoh bagi tubuh. Karena brem terbuat dari sari ketan hitam yang bersifat panas, maka brem dapat membantu menyembuhkan dan mengurangi jerawat, begitu katanya. Tapiii, ada tapinya juga, eh ada kelemahannya maksud saya. Dibalik manfaatnya tersebut, brem ternyata membawa dampak yang kurang baik juga kalau kondisi lambung penikmatnya kurang sehat atau tidak tawar dengan panasnya. Jadi saran saya, icip dulu sedikit, pastikan kondisi lambung Anda siap untuk menerima. Kalau ternyata tidak merasa panas, boleh lah dilanjut.

Okee, itu tadi sedikit ulasan dari saya tenteng brem khas Madiun. Jangan lupa sempatkan mampir ke toko oleh-oleh untuk mengicip-icip dan kemudian membeli brem dengan berbagai rasa jika Anda sedang berada di Madiun dan sekitarnya. Jangan khawatir, di setiap toko oleh-oleh selalu disediakan tester untuk ngicipin dulu sebelum membeli, jadi bebas mau memilih rasa apa.




Salam,

Lisa.

Selasa, 03 November 2015

EF#30: Maybe, I would not Meet Him and Them



Actually I already feel nothing to lose and didn’t think much about my goals were not reached, only sometimes I still remembered a little. What if I studied in Architectural Engineering? What would I do for my life? Just something like that, wondering what and why.

So, when I was in high school I want to go to college in major Architecture Engineering and want to build a house with my own designs in the future. Although I am not very creative but my passion is in the picture-drawing activity, detail, design, layout and color arrangement. Unfortunately, I don't have a permission from my parents and my teacher. Maybe they scared that I would be a workaholics and forget about other things besides my work. Because actually it is true. I could potentially become workaholics especially if the job is my passion.

Various ways and reason I do to persuade my parents and my teacher, but it does not work at all and I have to choose another major. Someday I got an idea about major Department of Statistics which then attracted me to choose that major for my education. I really live with that. I Think that major suits me better than Architectural Engineering. I enjoy doing analysis which work with many details and many factors. But, sometimes I still imagine what would happen if I persisted to study in Architectural Engineering? My life would be like what? I don’t know, although sometimes I still want it too. But, maybe I will not meet with my friends that I met when I was in college in Statistics major. Which made me learn a lot from them. Maybe I will not meet with my husband who studies in Civil Engineering if I didn’t go to Statistics. Who knows? We will never know what will happen. At least, I have a husband who can realize my desire to build a house with our own design. Hahaha
Alhamdulillah. I also really enjoy seeing my husband who is full of passion in his work according with his wishes. I also learned a lot from his knowledge he get than me.

Finally, I have no regret at all. There is no time for regret. From him, my husband, and them, my friends who made me personally as it is today to live my life today. And I would not get all of that if I were against my parents and my teacher that day.



Note: Tidak ada yang perlu disesali, semua sudah diatur sedemikian indah. Kalau ada yang tidak sesuai itu bukan Allah yang salah merencanakan hidup kita, tetapi kita yang salah dalam mengambil keputusan.


Hayuukk, ikutan curhat di Challenge BEC tentang Your Plan, Your Regret, sambil belajar Conditional Sentences
 Jangan ketinggalan lagi yaaa...
*ngomongsamadirisendiriyangmasihsukangaretsetor



Salam,


 Lisa