Jumat, 18 Maret 2016

Benteng Fort De Kock – Bukti Sulitnya Menaklukkan Kota Bukittinggi


Benteng Fort De Kock - Bukittinggi


Assalamualaikum...

Masih tentang Kota Bukittinggi yaa... Rasanya saya nggak bisa bosan-bosannya sama kota ini. Merasa selalu saja menarik untuk diceritakan, walaupun saya sudah sering membicarakannya di post-post sebelumnya. Walaupun saya nggak bisa Bahasa Minang sih, hahaha (apa hubungannya coba).

Ada apalagi di Kota Bukittinggi ini? Yuukk...

Selain daya tarik alamnya yang menawan, ternyata Kota Bukittinggi juga memiliki peninggalan pada masa Pemerintahan Hindia Belanda lho. Peninggalan itu kemudian menjadi daya tarik wisata sejarah di Kota Bukittinggi. Salah satu diantaranya adalah Benteng Fort De Kock.

Karena lokasi Benteng Fort De Kock yang sangat dekat dengan lokasi hotel tempat saya dan suami (kami) menginap, maka kami memutuskan untuk kesini dulu walaupun cuaca pada saat itu sedang tidak bersahabat. Maklum, jalan-jalan saat musim penghujan membuat dinginnya Kota Bukittinggi menjadi semakin terasa. Apalagi Kota Bukittinggi termasuk dalam kawasan dataran tinggi (iyalah, dari namanya aja sudah kelihatan kan!), jadi pantaslah kalau dinginnya ‘menggigit’ banget kalau musim penghujan tiba.

Oke STOP ngomongin cuaca!

Benteng Fort De Kock terletak di Bukit Jirek, Bukittinggi. Benteng ini dibangun pada tahun 1825 oleh Kapten Bauer sebagai kubu pertahanan Pemerintahan Hindia Belanda menghadapi perlawanan rakyat dalam Perang Paderi yang dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol. Ketika itu Baron Hendrick Markus De Kock menjadi Komandan de Roepoen dan Wakil Gubernur Pemerintahan Hindia Belanda. Oleh sebab itu, namanya kemudian diabadikan menjadi nama lokasi ini, Benteng Fort De Kock. Sejarah lengkap tentang Benteng Fort De Kock dapat dipelajari melalui wikipedia ya.



Benteng Fort De Kock berupa bangunan berbentuk kubus dua lantai yang didominasi oleh warna putih dan hijau. Di sekitar benteng pun masih terdapat meriam-meriam kuno periode abad ke 19. Mungkin jika kami naik ke lantai atas, kami dapat menyaksikan apa yang terlihat dari puncak benteng. Sayangnya kami memang sengaja tidak naik ke atas, karena event liburan Tahun Baru 2016 membuat benteng banyak dikunjungi oleh wisatawan, sehingga area sekitar benteng menjadi agak ramai, selain itu cuaca juga kurang bersahabat (mendadak hujan saudara-saudara!).

Sejak direnovasi oleh pemerintah pada tahun 2002 lalu, kawasan benteng Fort de Kock kini berubah menjadi Taman Kota Bukittinggi (Bukittinggi City Park) dan Taman Burung Tropis (Tropical Bird Park) sehingga banyak pepohonan rindang dan mainan anak-anak. Terdapat juga beberapa spot gazebo untuk beristirahat maupun berkumpul bersama dengan teman atau keluarga. Yang tidak ketinggalan adalah adanya jasa persewaan naik kuda bagi pengunjung yang ingin menaiki kuda mengelilingi area Benteng Fort De Kock. Maaf, saya lupa berapa harga tarif naik kuda untuk sekali jalan.


Benteng Fort De Kock

Benteng Fort De Kock berada di lokasi yang sama dengan Kebun Binatang Bukittinggi dan Museum Rumah Adat Baanjuang. Kawasan Benteng Fort De Kock terletak di bukit sebelah kiri pintu masuk sedangkan kawasan kebun binatang dan museum berada di bukit sebelah kanan. Keduanya dihubungkan oleh Jembatan Limpapeh yang di bawahnya adalah jalan raya dalam Kota Bukittinggi. Tapi jangan khawatir, kita cukup membayar satu tiket saja untuk memasuki kedua kawasan ini. Artinya, pengunjung bebas masuk dari pintu mana saja, baik melalui pintu loket Benteng Fort De Kock maupun dari pintu loket Kebun Binatang. Kita tidak akan diminta untuk membayar tiket lagi saat memasuki Kebun Binatang walaupun kita masuk dari loket benteng.

Harga tiket masuk pun sangat terjangkau. Dengan tiket seharga Rp 10.000 / pengunjung dewasa dan Rp 8.000 / pengunjung anak-anak dengan usia kurang dari 12 tahun, kita bebas menikmati wisata di Benteng Fort De Kock, Kebun Binatang Bukittinggi dan Museum Rumah Adat Baanjuang.

Bagi pengunjung yang berasal dari luar kota seperti saya, dua kawasan ini hanya terletak 1 km dari pusat Kota Bukittinggi di kawasan Jam Gadang, tepatnya terletak di terusan jalan Tuanku nan Renceh. Benteng Fort De Kock ini merupakan salah satu dari dua benteng peninggalan Pemerintah Hindia Belanda yang terdapat di Sumatera Barat. Benteng yang lain terletak di Kota Batusangkar yaitu Benteng Fort Van der Capellen. Konon katanya Pemerintah Hindia Belanda membangun dua benteng tersebut karena dua kota inilah, Kota Bukittinggi dan Kota Batusangkar, yang dahulu kala paling sulit ditaklukan oleh Pemerintah Hindia Belanda saat Perang Paderi. Saya pun jadi penasaran, bagaimana rupa benteng yang satu lagi, semoga ada kesempatan kesana, Amiin.

Penasaran? Yuk, jalan-jalan ke benteng buatan Pemerintah Hindia Belanda, benteng yang sengaja dibangun karena kesulitan menaklukkan Kota Bukittinggi. Hidup Kota Bukittinggi!! (Berasa mau kampanye!).




Salam,


Lisa.

Jumat, 11 Maret 2016

We Gotta Love This Mainstream Sign: Bukittinggi!



Assalamualaikum...

Karena saya masih kangen jalan-jalan, akhirnya yang diposting masih nggak jauh-jauh dari jalan-jalan walaupun jalan-jalannya jauh dari rumah sih, hehehe. Iyalah, rumahnya dimana, stay dimana, jalan-jalannya kemana. Ya jauuh kalee...

Saat saya dan suami menjelajah Sumatera Barat untuk pertama kalinya, kami hanya berniat mengunjungi Jam Gadang saja, yang paling terkenal sepengetahuan kami, tapi kemudian kami mendapat bonus mengunjungi Taman Panorama dan Lobang Jepang karena ternyata hotel yang kami tinggali tepat berada di depannya. Alhamdulillah. Betapa Allah Maha Baik.

Tapi ternyata, setelah kami meninggalkan Kota Bukittinggi, kami baru menyadari bahwa Kota Bukittinggi memiliki banyak objek wisata, selain Jam Gadang, Taman Panorama dan Lobang Jepang. Objek wisaya lainnya seperti Janjang Koto Gadang, Benteng Fort De Kock, Jambatan Limpapeh dan Ngarai Sianok. Kami pun menyesal hanya memiliki sedikit waktu untuk lebih lama mengenal Kota Bukittinggi. Akhirnya pada liburan Tahun Baru 2016 kami pun berniat kembali lagi ke Kota Bukittinggi, mengunjungi objek wisata lain yang belum sempat kami kunjungi sebelumnya.

Eh tapi, ada satu lagi ding, sepertinya tidak termasuk dalam objek wisata Kota Bukittinggi. Mungkin hanya kami saja yang menganggapnya begitu. Tapi kami merasa perlu banget untuk selfie disitu. Menyempatkan beberapa menit waktu kami untuk mampir disitu. Hehehe.  

Tulisan Bukittinggi

Apa sih? Tulisan Bukittinggi! Ketika pertama kali menjelajah Sumatera Barat, saya nyesel banget nggak sempat foto di depan tulisan Bukittinggi itu. Padahal kami melewati jalan itu beberapa kali. Akhirnya, di kesempatan kedua ini, kami menyempatkan diri mampir sebentar untuk selfie di dekatnya. Alhamdulillah kesampaian.  

Saat semua orang sangat menghindari ataupun anti-mainstream, kami merasa perlu banget untuk mengabadikan tulisan ini, sengaja pro-mainstream untuk ini. Why? Ya karena, belum tentu juga kami akan memiliki kesempatan lain nanti. Jadi mumpung lagi di sana, ya kapan lagi?

Tulisan Bukittinggi ini sepertinya bukan termasuk objek wisata ya. Cuma kami aja yang lebay banget, kurang lengkap kalau belum selfie disitu. Hehehe. Tulisan Bukittinggi ini terletak di jalan utama Kota Bukittinggi, yaitu di Jalan P. Sudirman Bukittinggi. Tepatnya terletak di depan PLN Kota Bukittinggi, bersebelahan dengan halte bus dan angkutan umum dan Bank BNI Bukittinggi. Saya kurang paham ya, yang membuat tulisan Bukittinggi ini Dinas Pertamanan Kota Bukittinggi atau inisiatif pihak PLN Bukittinggi untuk mempercantik tampilan taman. Yang pasti, taman kecil yang dipenuhi bunga-bunga warna-warni beserta tulisan Bukittinggi ini dapat menjadi salah satu iconic Kota Bukittinggi selain Jam Gadang dan Janjang Koto Gadang.

Tulisan Bukittinggi

Tapi agak susah ya untuk mengambil gambar yang bagus di depan Tulisan Bukittinggi ini, karena lokasinya di tepi jalan utama yang selalu ramai kendaraan. Jadi saran saya, kalau mau mengambil gambar yang bagus baiknya pagi banget, saat kendaraan belum terlalu padat, sehingga leluasa untuk mengambil gambar karena kita harus memotret dari seberang jalan. Di malam hari terdapat beberapa lampu yang dipasang di sudut tertentu yang membuat Tulisan Bukittinggi berpendar indah. Sayangnya, kami tidak sempat mengabadikan momen Tulisan Bukittinggi di malam hari, karena saat itu selalu hujan di malam harinya. 

Bagaimana? Tertarik buat pro-mainstream sejenak seperti kami?  




Salam,


Lisa.

Rabu, 09 Maret 2016

Janjang Koto Gadang, Great Walls-nya Indonesia



Assalamualaikum...

Perlu jalan-jalan? Kangen jalan-jalan? Atau lagi pengen jalan-jalan, tapi nggak bisa jalan-jalan atau nggak mungkin jalan-jalan? Bingung yak? Hehehe. Intinya sih tentang jalan-jalan. Antara perlu, kangen dan pengen. Beda ya artinya walaupun intinya adalah sama, jalan-jalan. Perlu jalan-jalan, berarti memang perlu ‘mengistirahatkan’ sejenak jiwa dan pikiran dari rutinitas yang sudah mulai ‘menyiksa’. Kangen jalan-jalan berarti pengen mengenang kembali memori perjalanan di masa lalu ke suatu tempat. Nah, kalau pengen jalan-jalan, berarti ya pengen aja, bisa ke lokasi yang sudah pernah maupun yang belum pernah dikunjungi. Beda kan?! Hehehe. (Iseng amat yah saya, hahaha).

Karena saya lagi kangen jalan-jalan, jadi saya akan mengingat dan menceritakan kembali pengalaman jalan-jalan saya ke suatu tempat di Kota Bukittinggi. Iya, Kota Bukittinggi lagi, ini merupakan kali kedua saya jalan-jalan ke Kota Bukittinggi. Edisi pertama saya dan suami jalan-jalan menjelajah Sumatera Barat, kami memiliki banyak keinginan menjelajah kesana-kemari dengan waktu yang relatif singkat, sehingga kami kurang menikmati perjalanan. Lokasi-lokasi yang kami kunjungi sangat berjauhan satu sama lain, sehingga waktu kami habis di perjalanan. Kali kedua perjalanan kami ini lebih terstruktur dan santai, kami memilih untuk mengunjungi banyak objek wisata dalam satu kota, yaitu Kota Bukittinggi. 

Ada apa aja di Kota Bukittinggi? Yuukk...


Bagi traveller yang belum memiliki rezeki berlebih untuk mengunjugi Great Wall di Negara China, Anda tidak perlu khawatir, karena Indonesia juga memiliki Great Wall-nya sendiri. Dimana? Di Kota Bukittinggi dong

Namanya adalah Janjang Koto Gadang. Ada pula yang menyebut sebagai Janjang 1.000 karena dipercaya memiliki anak tangga dengan jumlah 1.000 buah anak tangga atau diperkirakan membutuhkan 1.000 langkah dari Lubang Jepang di Kota Bukittinggi menuju Koto Gadang di Kabupaten Agam. Atau bisa juga disebut dengan nama yang lebih keren yaitu Great Wall of Koto Gadang

Tanda Masuk Janjang Koto Gadang dari sisi Kab. Agam

Janjang Koto Gadang merupakan objek wisata yang terbilang baru di Kota Bukittinggi. Janjang Koto Gadang baru diresmikan pada bulan Januari 2013 oleh Menkominfo, Tifatul Sembiring menjadi Great Wall-nya Indonesia. 

Janjang Koto Gadang dibuat pada tahun 1814 secara gotong royong dimana awalnya jalan ini hanya dilalui oleh pekerja pasir yaitu untuk para pekerja pengambil pasir di sepanjang sungai Ngarai Sianok. Kemudian lambat laun dijadikan sebagai jalan alternatif bagi masyarakat sekitar untuk melakukan aktifitas dagang dan kegiatan lainnya. Jumlah jalan yang disusun menyerupai tangga dengan tanah yang ditopang pohon bambu dengan jumlah yang tidak pernah dihitung secara pasti, namun masyarakat sekitar menamakannya JANJANG SARIBU (Janjang 1.000). Jalan ini sangat membantu masyarakat yang ingin pergi ke Kota Bukittinggi dari Koto Gadang atau sebaliknya, karena dapat mempersingkat waktu perjalanan yang mestinya harus menempuh jalan yang cukup jauh. Janjang Koto Gadang juga digunakan oleh warga Koto Gadang, Koto Tuo dan sekitarnya sebagai jalan pintas untuk berbelanja, menjual hasil pertanian dan kerajinan ke Pasa Ateh dan Bawah Bukittinggi. Janjang juga digunakan warga mengambil air bersih di Batang Sianok didasar Ngarai. Seiring dengan perkembangan jaman, kini tradisi melewati mulai ditinggalkanoleh masyarakat setempat karena penduduk sudah menggunakan angkutan umum untuk menuju ke Kota Bukittinggi sehingga Janjang Koto Gadang menjadi sepi. Oleh sebab itu, para perantau Minang dan masyarakat Koto Gadang berusaha untuk mengembalikan kejayaan masa lampau Nagari Koto Gadang dengan menitikberatkan pada sektor pariwisata. Janjang Saribu yang mulai dilupakan, kini dibangun kembali dengan struktur bangunan seperti Tembok Besar di Negara China dengan menata kembali jalur janjang yang pernah ada sebelumnya dan dinamai Great Wall Of Koto Gadang.

Janjang Koto Gadang berupa jembatan sepanjang 1,7 km yang menghubungkan dua kawasan yaitu antara Kabupaten Agam dan Kota Bukittinggi, Sumatera Barat, sehingga Great Wall ala Urang Awak ini menyediakan dua pintu masuk bagi para pengunjung. Pintu pertama terletak berdekatan dengan Lobang Jepang yang terdapat di dalam Taman Panorama. Dari situ, pengunjung akan menempuh medan jalan yang menurun. Karena saya dan suami sudah pernah mengunjungi Taman Panorama dan Lobang Jepang, maka kami memilih jalan memutar, memasuki Janjang Koto Gadang melalui ujung lainnya di Kabupaten Agam. Memasuki Janjang Koto Gadang yang terletak di Kabupaten Agam, tidak ada tiket masuk, pengunjung cukup membayar tiket parkir kendaraan saja. 

Kalau sebelumnya sudah pernah menikmati keindahan pemandangan Ngarai Sianok melalui Taman Panorama, menyusuri Janjang Koto Gadang ini, kita akan disuguhkan dengan pemandangan Ngarai Sianok dalam jarak yang lebih dekat.  Kita akan melihat dengan jelas dan lebih dekat dengan kegagahan tebing-tebing gahar didukung dengan suasana persawahan yang hijau, sangat indah. Jangan lupa untuk mengabadikan keindahan pemandangan Ngarai Sianok melalui kamera. Jangan lupa juga untuk menyipakan pose dan gaya berfoto layaknya di Great Wall China yang sebenarnya walaupun Janjang Koto Gadang pun memiliki keindahan yang tidak kalah manarik jika disandingkan dengan Great Wall China. Tidak sanggup menyusuri Janjang Koto Gadang secara sekaligus? Jangan khawatir, karena terdapat juga pos-pos dibeberapa titik di antara keseluruhan Janjang Koto Gadang yang bisa digunakan sebagai tempat istirahat sambil menikmati keindahan pemandangan, aliran sungai, petak-petak sawah nan hijau, serta tebing-tebing yang curam. 

Trekking menurun Janjang Koto Gadang melalui pintu masuk di Kab. Agam



Sebelum berniat menyusuri Janjang Koto Gadang, pastikan dulu Anda dalam keadaan sehat wal afiat, karena membutuhkan tenaga yang besar dan stamina yang kuat untuk berhasil menyusuri Janjang Koto Gadang. Jangan lupa siapkan bekal air minum. Jika memang dirasa tidak mampu, jangan memaksakan diri, karena medan yang akan ditempuh cukup berat dan menantang, kita harus trekking di jalur yang mendaki dan menurun. Tidak ada yang mengharuskan untuk berjalan menyusuri pulang balik Janjang Koto Gadang dalam waktu yang bersamaan kok. Jika sekiranya tidak kuat, cukup jelajah setengah perjalanan saja.

Saya, seberapa jauh? Jelaass doong, nggak kuat! Hahaha. Karena niatnya jalan-jalan santai, bukan olah raga ataupun trekking naik turun ya, jadi ya seperlunya aja. (Alasaan ini mah, haha). Seperempat jalan entah ada atau tidak, karena trekking menurun dan mendakinya cukup curam bagi saya, berasa mau jatuh aja rasanya. Itu saja sudah cukup membuat saya keringetan, nafas ngos-ngosan dan jantung bekerja lebih keras. 

Trekking menurun Janjang Koto Gadang

Penasaran? Cuuzz, temukan waktu luang liburan untuk trekking di Janjang Koto Gadang. Tes fisik Anda, seberapa jauh Anda mampu menyusurinya, seperempat jalan dan berakhir photoshoot seperti saya, setengah jalan, satu jalan atau justru ‘terpaksa’ bolak balik karena tidak ada sopir dan kendaraan parkir di satu sisi?

Its up tou you




Salam,


Lisa.