Minggu, 22 Desember 2019

Skin Care untuk Program Hamil

Bismillahhirrahmannirrahim...

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh...

Heyhooo... akhirnya ada waktu buat nulis soal skin care jugaaa... astagfirullah maafkan saya yang sok sibuk ini 🙈 udah beberapa kali juga di request, tapi kesibukan domestik mengalihkan segalanya. 

Soal skin care emang nggak bisa main tulis aja kalau saya, karena ada beberapa hal yang ternyata baru saya ketahui juga saat hamil dan setelah melahirkan, bahkan sekarang. Saya emang buta banget soal per-skin care-an, tahunya pake produk jadi aja dari dokter kulit. Karena dari SD saya udah jerawatan parah. Jadi dari SD saya udah terkontaminasi produk kimia pabrikan yang dijual di pasaran, dari dokter kulit atau dari klinik kecantikan. Jadi... mau nulis soal skin care kok nggak PD sayanya, hehehe, jadinya memang materinya mesti dikumpulin dulu. Biar tulisan saya nggak menyesatkan temen-temen semua 😅🙏🏻

Oke yuuukkk...
Bismillahhirrahmannirrahim...

Untuk program hamil IVF kebanyakan dokter kandungan menyarankan untuk menghindari sementara pemakaian bahan-bahan kimia, meskipun hanya untuk pemakaian luar. Prosedur tersebut disampaikan oleh dokter kandungannya langsung ataupun melalui suster bagian administrasi, yang menjelaskan dari A ke Z, apa aja yang boleh dan nggak boleh, termasuk paparan bahan-bahan kimia selama mengikuti program hamil IVF. Tapi ada juga dokter kandungan yang woles aja, nggak pake pantangan aneh-aneh karena mungkin dinilai efeknya kurang nampol bagi janin. 

Nah, untuk dokter saya sendiri nih, dokter Nando, orangnya slow aja, santai, asal laporan dulu sebelumnya, entah ke beliau langsung ataupun via suster koordinator. Sehingga bisa gercep penanganan kalau misalnya ada apa-apa, seremeh-temeh apapun itu.

Karena dokter Nando selow ajaaa, nggak terlalu mikirin pasiennya pakai skin care apaan, asal laporan dulu semuanya. Karena beliau lebih concern ke asupan gizi janin agar janin berkembang dengan baik, akhirnya soal skin care saya cari-cari sendiri apapun yang bisa menunjang keberhasilan program IVF saya, berdasar review dan arahan dari mbak-mbak yang sudah lebih dulu berhasil. 

Saya dapet info skin care dari mana?
Banyak banget. Dari blog dan dari account instagram mbak-mbak yang sudah lebih dulu berhasil. Misalnya dari blognya Mb Andra Alodita, dari blog Mb Fika, dari account ig Mb Vega, dll, banyak. Tapi mostly dari account ig Mb Vega sih. Panutan program IVF saya yang sudah sering saya sebut-sebut sejak postingan-postingan saya sebelumnya soal IVF.

Jadi pakai skin care apa? Yang gimana?
Skin care yang natural, organik, bahan kandungannya ramah buat tubuh ibu dan calon bayi, biasanya No Paraben, No Alcohol, No SLS.

Yuuuk, kita bahas sedikit soal Paraben dan SLS.

PARABEN
Apasih Paraben?
Paraben adalah bahan pengawet sintetis, yang digunakan untuk menjaga agar makanan, obat, kosmetik, serta produk personal care seperti deodorant atau shampo jauh dari bakteri dan jamur, sehingga lebih awet. 

Sedangkan tanpa paraben, mungkin cleanser, lotion, foundation atau maskara kita sudah dipenuhi bakteri dan jamur dalam jangka waktu singkat. Kemampuan mengawetkan yang efektif dan biaya yang murah, membuat paraben digunakan di mana-mana.

Bagaimana cara mengetahui kandungan paraben dalam sebuah produk? 
Mudah banget, kita tinggal baca dan cari kandungan yang memiliki akhiran –paraben. Biasanya yang sering digunakan adalah Methylparaben, Ethylparaben, Propylparaben, Butylparaben, Isopropylparaben, Isobutylparaben, dll.

Mengapa Paraben dianggap berbahaya?
Kalau dilihat dari fungsinya ya, sebenarnya paraben memiliki manfaat besar untuk menjaga kualitas sebuah produk agar tidak mudah terkontaminasi jamur dan bakteri. Tapi berdasarkan dari beberapa literatur yang saya baca, penggunaan paraben sering dikaitkan dengan meningkatkan risiko kanker payudara. Nah lhoo... nah lhoo... kan serem yak...

Nah, Paraben dianggap berbahaya karena kandungannya memiliki sifat menyerupai estrogen saat masuk dalam tubuh manusia. Sedangkan apabila tubuh kita mengandung estrogen berlebih, kita dapat mengalami kerusakan fungsi hormon dan memicu meningkatnya risiko penyakit kanker payudara maupun gangguan reproduksi lainnya. Nah, kita nih dalam proses program bayi tabung (IVF) dijaga banget hormonnya biar bagus terus sehingga pertumbuhan dan perkembangan janin bisa seoptimal mungkin. Nah jika hormon yang kita jaga banget untuk keberlangsungan kehidupan janin kita terganggu sedikiiit aja karena paraben yang terkandung dalam skin care yang kita pakai, maka saya lebih milih nggak pakai skin care-skin care-an sementara atau seterusnya, walaupun paraben dalam jumlah kecil atau masih dalam batas normal, masih diperbolehkan dan tergolong aman untuk digunakan. Tapiii... petuah sedikit demi sedikit lama-lama jadi bukit kan ya ngeri juga kalau dalam hal negatif. Ya kaaan...

SLS
Apasih SLS?
SLS atau Sodium Lauryl Sulfate adalah bahan kimia yang digunakan pada produk-produk kecantikan seperti shampo, sabun badan, sabun wajah, pasta gigi hingga deterjen, yang berfungsi untuk mengoptimalkan proses pembersihan.

Produk shampo, sabun badan dan sabun cuci muka kadang-kadang juga mengandung dua bahan lain yang sejenis dengan SLS yaitu SLES/Sodium Laureth Sulfate dan ASL Ammonium Laurel Sulfate. Tapi yang biasanya digunakan untuk produk hygiene adalah SLS.

Ciri-ciri produk pembersih yang mengandung SLS adalah busa berlebih yang dihasilkan saat digunakan. Tapiii justru karena busa ini, pembersihan jadi lebih optimal karena kulit kita jadi bersih dari debu dan minyak. Tapiii... tapi juga nih, karena SLS mampu membersihkan minyak secara menyeluruh, maka penggunaan sabun cuci wajah yang mengandung SLS kurang direkomendasikan karena bisa membuat kulit kering. Kebayang kan, kalau misalnya kita punya jenis kulit sensitif atau punya jenis kulit kering trus kita pakai sabun cuci wajah dengan kandungan SLS yang tinggi? Semakin sering kita pakai sabun wajah, shampo atau sabun badan dengan kandungan SLS, kulit kita bisa jadi iritasi, gatal dan kemerahan. Ngeri.

Itu tadi bahasan singkat soal Paraben dan SLS, yuuukk sekarang balik lagi soal skin care organik 😊



Jadi saya pakai produk skin care organik apa saat ikut program IVF?
Macem-macem untuk mereknya. Karena saya nggak tahu ya soal skin care organik saat itu, belum sempet riset lebih dalam soal skin care organik sebelumnya, udah keburu dikejar deadline program IVF. Jadi langsung potong kompas beli sepaket. Yaaa anggap saja saat itu saya ikut-ikutan, lebay dan terpengaruh iklan, hehehe.

Beli dimana skin care organik?
Nah ini, karena saya nggak paham saat itu, cuma ikut-ikutan aja. Saya beli sepaket sesuai maunya saya di account ig @bumil_store disitu jual sepaket ataupun satuan, sesuai kebutuhan kita. Jadi ngiklan kan... haha. 
Untuk pertama kalinya saya beli sepaket. Selanjutnya ya tergantung sehabisnya produk. 

Mahal nggak skin care organik?
Yes, agak pricey emang. Tapi biasanya kemasannya gedhe-gedhe banget, jadi kalau misal dihitung-hitung nih, sebanding  kok dengan biaya skin care dokter langganan kita ataupun bahkan skin care supermarket. Karena berdasarkan pengalaman saya, habisnya itu lama banget. Bisa 2-3 bulanan. Bukan karena saya pakenya cimit-cimit atau diirit-irit ya, enggak, tapi emang begitu. Banyak. Berasa nggak habis-habis. Nggak kayak skin care dokter yang cepet habisnya, kemasan jar-nya kecil-kecil, belum waktunya kontrol udah habis duluan 🙊😅

But the truth is, saya juga baru tahunya belakangan ini, alasan skin care organik mahal adalah karena si formulator harus mengambil sertifikasi atau lisensi organik kalau ingin meng-klaim produk yang dihasilkannya organik, dibuat dari bahan-bahan organik dan pengolahan produknya tidak boleh menggunakan bahan kimia berbahaya. Dan sertifikasi atau lisensi ini harus diperpanjang dalam jangka waktu tertentu, karenanya produk organik nggak mungkin MURAH. Begitu... jadi jelas kan ya? Why it has tO be pricey?

Sebagai tambahan, lembaga sertifikasi organik itu buanyak banget juga ternyata, di negara-negara lain maksudnya. Karena untuk di Indonesia sendiri sertifikasi organik untuk produk olahan itu belum ada, apalagi skin care. Jadi formulator produk skin care lokal Indonesia kemungkinan mengambil sertifikasi organik di negara lain, sesuai dengan keperluan dan tujuan si formulator untuk bisa mengklaim produknya organik. Untuk lebih jelasnya, silakan meluncur aja ke account ig @organicbeauty.id. Disitu banyak dibahas soal skin care organik beserta review-nya.  Account @organicbeauty.id sepertinya memang mengkhususkan diri membahas soal skin care organik. Jadi jujugkan saya juga kalau mau nanya-nanya soal skin care organik, karena saya memang sedang berusaha beralih ke organik demi alasan kesehatan. Soon, akan saya bahas juga kenapa. Ditunggu yaaa... 😊

Sejak kapan saya ganti skin care organik?
Saya nih itungannya telat banget, telat tahunya, telat riset dan telat cari infonya, maka saya ganti skin care beberapa hari sebelum FET kedua saya. Jadi udah telat banget. Saya sampe pressure si seller-nya buat cepetan proses dan kirim pasca saya transfer, karena ngejar deadline sebelum jadwal FET2. Parah banget kan? Hihihi. Akhirnya bisa jadi cerita disini, hehehe 🙈

Fokus saya saat itu, saya harus ‘very clean’ dari paparan produk-produk kimia berbahaya, termasuk skin care, walaupun telat. Karena trauma kegagalan FET1 saya, yang membuat saya ‘terlalu berhati-hati’ soal apapun. Begituuu...

Sebelumnya, saya tetep pakai skin care saya yang dari dokter kulit langganan saya atau klinik kecantikan langganan saya. Jadi saya mulai ganti skin care organik itu H-1 atau H-2 FET2 saya. Mepet banget kaaan... hahaha 🙈🤣

Haruskah ganti skin care organik hanya untuk program IVF?
Kalau saya, absolutely YES. Kalau nggak bisa atau berat untuk ganti skin care seterusnya, setidaknya sampai melahirkan.  

Prinsip saya, kalau itu bisa meningkatkan keberhasilan program IVF saya walaupun cuma 1% atau bahkan kurang dari itu, saya akan coba, saya akan lakukan. Lebih baik menyesal karena berbuat sesuatu daripada menyesal tidak melakukan apapun, dalam hal ini mempersiapkan segalanya.

Ngefek nggak ganti skin care organik dengan keberhasilan IVF?
Kalau berdasarkan beberapa literatur yang saya baca dan pelajari, hubungannya terjadi secara nggak langsung. Masalah berhasil atau enggak kan bukan urusan kita, setidaknya kita sudah mengusahakan semaksimal mungkin, apapun itu, usahakan.

Jadi, dari beberapa literatur yang saya baca dan pelajari, daya serap tubuh lewat kulit meningkat sampai 5x lipat pada saat hamil dan menyusui. Jadi ngeri aja gitu kalau kehamilan yang kita tunggu-tunggu, kita jaga hormonnya, asupannya, kestabilannya, biar janin kita, anak kita tumbuh dan berkembang dengan sehat, eh kecolongan lewat kulit, sesederhana skin care sehari-hari. Yang mana kita, eh saya ding, sebagai kaum hawa, kayaknya susah banget lepas dari produk skin care karena dari sononya juga kita kan kepengen selalu tampil cantik, atau setidaknya ‘bersih’ lah. Jadi kalau kemana-mana setidaknya nggak malu-maluin yang ngajak. Saya orangnya nggak pedean soalnya 🙈😅

Bagaimana dengan skin care pasca melahirkan?
Seharusnya sih tetep lanjut pakai skin care organik ya, karena masih aktif menyusui. Tapi saya enggak, hehehe. Alasan utama sih karena berat diongkos yaaa, jujur, lebih pricey kan, sesuai yang saya jelaskan sebelumnya. Tapi ini jangan ditiru lhoo, baiknya diteruskan.

Setelah beberapa bulan kembali ke skin care supermarket ala saya, sekitar dua atau tiga bulanan ini saya mulai ‘menata’ kembali life style saya, berprogres ke Healthy life style sedikit demi sedikit, pelan-pelan, termasuk soal skin care demi sehat paripurna 😎

Jadi saya udah mulai nyoba-nyoba, riset sana-sini, baca sana-sini, tanya sana-sini. Soon, akan saya bahas juga soal ini, sesuai janji saya. Ditunggu yaaa...

Sekian dulu bahasan soal skin care untuk program hamil IVF. Seperti biasa, jika ada yang kurang-kurang, akan saya update kemudian, sesuai dengan pertanyaan dan diskusi dengan teman-teman semua. Jadiii... yuk komen, kita belajar, discuss n bahas sama-sama 😊🙏🏻



Salam,



Lisa.

Selasa, 12 November 2019

Ikan Tuna Bumbu Kuning

Bismillahhirrahmannirrahim...

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh...

Dulu saya sering banget masak bumbu kuning begini. Awalnya sejak si Adek baru mulai MPASI, karena jadi cepet banget maemnya, jadi yang nyuapin pun jadi semangat 😅

Long story short, sekarang jadi jarang banget masak bumbu kuning begini karena satu dan lain hal yang belum bisa saya share disini. Janji-janji mulu saya yaaa, hehehe 😅🙏🏻 Soon, semoga bisa segera ketemu waktunya buat sharing lebih banyak soal banyak hal. Saya ini banyak maunya, tapi apa dayaaa, 24 jam kayaknya nggak cukup kalau disambi-sambi sambil momong toddler, ya kaaannn...

Resep aslinya ini nanya sama bulik ART yang kerja di rumah orang tua saya. Si bulik ini pinter banget masak, berani main bumbu, berani main rempah. Cuma satu kelemahannya, saking beraninya, si bulik ini juga berani banget main MSG 😅😅 Jadi udah pasti nggak cocok kalau sama saya. Secara saya sudah lebih dari 3 tahun nggak pernah lagi masak pakai MSG. MSG ini yang saya maksud adalah kaldu bubuk yang dijual di pasaran ya. Biasanya dengan merk dagang Masako atau Royko. Nah si bulik ART ini always nyetok itu, kan saya ngeri. Seperti tipikal orang Indonesia pada umumnya lah, kalau masak nggak pakai kaldu bubuk tuh katanya kuahnya hambar, saya pernah dikasih tahu begitu. Padahal sepengetahuan ecek-ecek saya dalam hal masak-masakan nih, kalau bawang merah dan bawang putihnya berani, trus rempahnya komplit, itu udah berasa gurih banget lho. Tanpa perlu tambahan kaldu bubuk ber-MSG. Apalagi kalau pakai bawang kating yang punya tingkat gurih lebih tinggi diatas bawang putih. InsyaAllah bisa mengurangi penggunaan kaldu bubuk ber-MSG. Tipsnya satu doang sih dari saya, kalau temen-temen mau mencoba mengurangi penggunaan kaldu bubuk ber-MSG dirumah, jangan nyetok, pun jangan tergoda beli pas lagi belanja. InsyaAllah nanti bakalan terbiasa. Kan kalau udah terlanjur masak, eh tetiba kepengen ngasih kaldu bubuk ber-MSG, eh pas kehabisan. Kalau saya sih males kalau disuruh lari sebentar ke warung cuma buat beli, hehehe. Ribet ganti bajunya cuma buat beli kaldu yang nggak seberapa harganya, nggak worth it. Gituuu... itu kalau saya sih, dan akhirnya saya bebas dari kaldu bubuk ber-MSG itu. Trus sekarang gimana kalau masak? Pengen yang gurih? Kalau lagi ada daging atau tulang ya bikin sendiri, bikin kaldu sendiri trus di freezing, ala-ala kaldu buat MPASI gitu. Udah pernah saya share di Kaldu Ayam Kampung. Basic-nya Sama, tinggal ganti ayam, ikan, tulang, sapi atau apapun. Tapi kalau mau cepet, nggak pakai ribet, atau lagi nggak ada stok, saya pakai kaldu bubuk non-MSG. Beli dimana? Biasanya online, banyak yang jual barengan sama yang jual bahan-bahan MPASI bayi. Gituuu berdasarkan pengalaman saya. Jadi saya terbiasa punya rempah-rempah banyak, lengkap. Mau apa aja, sesuai resep, saya ada, punya walaupun cuma seiprit-iprit. Karena pakainya kan ya paling seberapa sih, nggak banyak-banyak juga. Dan lagian, nggak semua masakan perlu bumbu rempah super komplit.

Yuk ah, langsung ke resepnya aja...




Ikan Tuna Bumbu Kuning

Bahan:
500 gr ikan tuna, bersihkan, ptg beberapa bag, goreng sebentar hingga matang
5 biji buncis, iris panjang
2 buah wortel, iris korek api
3 buah kacang panjang, iris panjang
1 buah labu siam uk besar, iris korek api
3 sdm @fibercreme
500 ml air
1 btg serai, memarkan
1 ruas lengkuas, memarkan
2 lbr daun salam
2 lbr daun jeruk
2 sdm minyak goreng utk menumis 
1 sdt garam

Bumbu halus:
5 btr bw merah
3 siung bw putih
2 btr kemiri
1 sdt ketumbar
1 ruas kunyit

Cara Membuat:
•Tumis bumbu halus, serai, lengkuas, daun salam dan daun jeruk hingga harum, masukkan ikan tuna goreng dan aneka sayur, aduk hingga sayur agak layu, tuangi air, didihkan.
•Tambahkan 3 sdm @fibercreme aduk hingga larut, tambahkan garam, tes rasa.
•Masak hingga bumbu meresap dan air agak menyusut.
•Angkat, taburi bawang merah goreng, siap disajikan 😋



Disini penggunaan santan saya ganti pakai fibercreme ya, krimer masak serbaguna pengganti santan. Tapi baiknya sih pakai santan asli, dari kelapa Fresh, biar lebih enak. Atau bisa pakai santan instan, walaupun hasilnya mungkin sedikit berbeda dengan santan Fresh. Cuma kan saya ini pemalas banget kalau udah urusan dunia persantanan, Pengennya yang cepet aja, hehehe. Untuk kadar kekentalan pun bisa disesuaikan sesuai selera. Kalau saya sih biasanya asal ‘ada’ aja, nggak perlu super kental kayak di resep. Yang penting ada santannya meskipun sedikit, lalu tinggal tambahkan garam Himalayan aja menjelang diangkat.

Yuk... yuk... yuk... masak...
Happy Cooking...


Salam,




Lisa.

Kamis, 31 Oktober 2019

Nasi Liwet Sunda

Bismillahhirrahmannirrahim..

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh...

Lamaaa banget nggak nge-blog, kangeeen... 🤗🤗 *Trus mendadak inget hutang-hutang posting yang udah dijanjiin dari lama, astagfirullah... maafkan ke-sok-sibukan saya ini. Ada banyak hal soal penyesuaian life style yang sedang saya perjuangkan demi anak kedua kami. Soon, semoga ada rejeki waktu buat cerita-cerita dan sharing-sharing disini lebih banyak dan lebih sering lagi, Aamiin...

Jadi sekarang mau nge-blog yang ringan-ringan aja ya. Apalagi kalau bukan soal resep. Iya ringan, soalnya nggak pakai mikir 😅✌🏻pakai #stokfoto pula posting-nya 😂😂 Etapi... bukan berarti saya jago masak atau bikin kue lhoo, bukan, saya nggak secanggih itu. Ini saya share, saya pamerin hasil nyoba-nyoba resep di dapur saya. Kalau saya aja yang nggak bisa masak ini berhasil, insyaAllah, semoga temen-temen yang ikutan re-cook dan re-bake dari account saya ikutan berhasil juga. Gituuu... maksud saya. Semoga postingan receh saya ini bisa memotivasi temen-temen semua buat sama-sama belajar masak atau bikin kue. 

Nah, ini tadi Alhamdulillah ada #stokfoto Nasi Liwet Sunda yang kelembekan buat ikutan seseruan di @uploadkompakan dengan tema ‘N’ 😅😅
Iyaa... kelembekan nasinyaaa, entah kenapa, hahaha, kebanyakan air pastinya untuk dugaan awal 😅😅
Itulah yang saya bilang, saya ini pun masih terus belajar, bukan salah resepnya, Tapi murni kesalahan saya 😅🙏🏻 intinya proses belajar saya nggak mulus-mulus aja, nggak selalu berhasil, ini dokumentasi salah satu dari kegagalan saya, kegagalan yang menyenangkan dan mengenyangkan, karena tetep bisa dinikmati, tetep enak dilidah meskipun kurang enak dimata 😅

Kalau soal resep, tetep yaaa... nyonteknya dari Bunda Nina @bundnina_kitchen jujugkan contekan abadi sy 😂😂 matur suwun bund 🙏🏻😘

Trus soal fotonya, ini dulu pengennya ala-ala di-plating gt, Tp di-plating g di-plating kok yo podho ae hasile, ikan terine tok sing dikon baris 🙈🙈🤣🤣
Gt ajalah yaaa... gpp yaaa? 😜



Nasi Liwet Sunda

Bahan:
1,5 cup magic com beras 
Air secukupnya menyesuaikan kondisi beras (saya ukur 2 ruas jari telunjuk dari permukaan beras) 
5 btr bw merah, iris tipis
2 siung bw putih, iris tipis
1 btg serai, memarkan 
3 helai daun salam 
30 gr ikan teri, goreng sampai kering
2 sdt garam atau menyesuaikan asinnya ikan 
1 genggam daun kemangi 
1 cabe keriting, iris serong atau sesuai selera
2 sdm minyak untuk menumis

Cara Membuat:
•Cuci bersih beras dan letakkan di panci, tuang airnya.
•Tumis bw merah, bw putih hingga harum, masukkan ke dalam panci (tuang seminyak2nya), tambahkan daun salam, serai dan garam, aduk rata. 
•Tutup panci, masak hingga air menyusut atau hampir kering.
•Kecilkan api, masukkan ikan teri, daun kemangi dan cabe keriting, tutup lagi, masak hingga benar2 matang dan tanak.
•Matikan api, angkat dan siap sajikan 😋😋



Gimana-gimana? Gampang ya? Yuk-yuk nyobain bikin juga, buat variasi menu dirumah, biar masaknya nggak itu-itu mulu 🙈
*ngomong sama diri sendiri nah eta 😂😂✌🏻
Happy Cooking 😘



Salam,




Lisa.

Senin, 19 Agustus 2019

Soal Asuransi untuk Operasi Laparoskopi


Bismillahhirrahmannirrahim..

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh...

Karena belakangan ada beberapa orang yang DM di ig pribadi saya @arlisa_jati atau rela email ke arlisa.jati@gmail.com, maka dirasa-rasa perlu bikin postingan ini. Tadinya mau dijadikan satu dan di update di post Pengalaman Operasi Laparoskopi, tapiii lagi-lagi dengan pertimbangan takutnya malah kepanjangan dan temen-temen semua jadi susah nyarinya, maka dibuatkan post terpisah agar lebih leluasa. Bukan berarti saya nggak mau merespon DM dan email yang masuk ke saya lho, bukan, bukan begitu, siapa tahu situ butuhnya jawaban instan, urgent, tapi saya lagi repot atau gimana-gimana, jadi mungkin kelewat. Pasti saya balas jika ingin tanya atau diskusi secara personal, tapi waktu saya terbatas, jadi kadang terlambat, mohon dimengerti nggih pak... buuuk... 🙏🏻

Sehari-hari single fighter ngurus bayik yang lagi aktif-aktifnya ples rumah tangga dengan mbak ART yang antara ada dan tiada, kalau pak suami sudah pulang baru bisa selonjoran sedikit. Kadang kalau pas buka ig atau email bisa kebaca trus kebales langsung, kadang juga enggak. Yah begitulah pokoknya momong bayi, semoga cepet bisa ngerasain yaaa, biar bisa lebih mengerti dan memahami, maaf lahir batiiinn... 😊🙏🏻

Kebanyakan dari teman-teman semua tanyanya adalah soal saya pake asuransi apa dan macem-macemnya gimana-gimananya. Emang saya nggak post banyak-banyak sih kalau soal asuransi, karena memang bukan kapasitas saya disitu, walaupun saya dulu karyawan asuransi, tapi berasa nggak PD aja njawabnya, takut ada yang missed, hehehe 🤭😅

Jadiii... begini ya temen-temen semua, bapak-bapak ibu-ibu mas-mas mbak-mbak yang mau atau sedang On progres program hamil. Kalau misal kantornya punya asuransi yang meng-cover karyawan dan keluarganya, mending langsung ditanyakan ke HRD/ keuangan di kantor yang ngurusin soal asuransi, karena biasanya pihak RS ada kemungkinan nggak terlalu paham, kecuali ada personal tertentu yang memang bagiannya atau tugasnya sebagai penghubung antara keuangan RS dan asuransi, sebagai contoh, untuk di RSIA Bunda Menteng, saya dulu dibantu oleh Ibu Santi, atas rekomendasi dari suster dan dokter Klinik BIC Morula, tempat saya melakukan program kehamilan.

Nah, kalau sudah ketemu personal penghubung antara RS dan asuransi, disitu nanti kita mungkin ditanya-tanyain perihal operasi yang akan dilakukan, wawancara sedikitlah, soal sakitnya apa, sedang program apa, dokter yang merawat siapa, kelas kamar yang akan diambil jika memerlukan rawat inap, dll. Dari personal ini juga kita akan dapat saran bagaimana soal teknisnya, karena nggak semua suster tahu soal beginian, apalagi dokter, suster jaga atau suster bagian administrasi pendaftaran, jangan marah-marah atau menyalahkan, memang bukan bagiannya, bukan tugasnya.

Ada baiknya juga kalau kita sudah menghubungi bagian HRD/ keuangan kantor tempat kita/ suami bekerja, kalau kita akan melakukan operasi tertentu. Nah, dari person ini juga seharusnya bisa memberikan keterangan soal asuransi yang dipakai perusahaan, berapa plafond maksimal yang ditanggung, sehingga kita bisa mempersiapkan spare budget-nya berapa, ini kan maksudnya utamanya nanya ke saya? Hehehe 😁😁

Kalau bisaaa, minta print out plafond-nya juga sekalian, sehingga kita bisa tunjukkan ke person penghubung (dalam contoh saya, Ibu Santi), agar bisa didiskusikan langsung, bagaimana baiknya ‘biar di-cover’. Setelah itu, baru tugas Ibu Santi yang akan melakukan kroscek ke asuransi, benarkah kita adalah peserta aktif asuransi polis tertentu di perusahaan asuransi tersebut, apa saja yang masuk dalam pertanggungan, berapa maksimal yang bisa asuransi tanggung untuk tindakan operasi tertentu, kelas kamar, dll. Next, Ibu Santi ini yang akan menghubungi kita perihal info-info tersebut.

In case orang kantornya, HRD-nya atau keuangannya nggak terlalu paham, minta saja Copy perjanjian polis-nya beserta apa aja yang di-cover. Karena apa aja yang di-cover itu tergantung dari perjanjian di polisnya seperti apa. Jadi lebih tepatnya memang tanya ke kantor, ke HRD/ keuangan yang ngurusin soal asuransi tersebut. Atau kalau kantornya nggak bisa membantu, bisa potong alur langsung tanya ke kantor asuransinya, bahwa kita adalah peserta aktif polis asuransi tertentu dari kantor. Karena sekarang kebanyakan ada kartunya yang disitu ada call center asuransi, tinggal sebutin identitas, No peserta dan No polisnya.

Pertanyaan yang sering banget ditanyakan: Saya pake asuransi apa? Bahkan sampai tanya suami saya kerja dimana, bagian apa? 🙈🙈 MasyaAllah... betapa semangatnya buat nyari info apapun demi buah hati yaaa 😘, padahal nggak penting tuh suami saya kerja dimana bagian apa, jelas nggak ada hubungannya soalnya 😆
Profesi suami saya itu kontraktor pak... buuu... kalau nggak di kontrakan ya di kantor, wkwkwkkw 😅 Eh enggak, ini serius, suami saya memang kontraktor. Alhamdulillah-nya suami saya bekerja di PT. Wijaya Karya (Persero), Departement Industrial Plant (DIP), yang karyawan organik dan keluarganya diasuransikan. Alhamdulillah saya dan anak saya jadi kecipratan asuransinya 😊 Jadi perlu disebutin juga kan sekarang lagi ngerjain proyek apa n dimana? 😅 atau malah mau ngenalin subkon/ vendor? Boleh silakaaannn... 😆😆

Back tO main topic, jadi Asuransinya pakai apa? Nah ini... yang seriiing banget ditanyain ke saya. Jujur nih ya, saya dan suami nggak punya asuransi apapun, BPJS pun kami nggak punya padahal katanya wajib. Tapi kami sudah dapat asuransi dari kantor suami saya itu. Jadi kami pikir kami nggak perlu yang lain. Cukup satu aja, memanfaatkan fasilitas kantor. 

Yang dipakai apa? Ya manut kantor laaahh... dikantor dikasihnya apa ya itu yang dipakai. Sedikasihnya. Mau gimana lagi, hehehe 😅😅 

Nah, saat saya mau Operasi Laparoskopi tahun 2017 itu, kebetulan asuransi yang dipakai adalah BNI Life (Admedika). Tahun berikutnya 2018, masih pakai BNI Life (Admedika), tahun ini 2019 pakai Mandiri InHealth. Sebelum-sebelumnya pernah pakai InHealth, Allianz juga pernah. Jadi tergantung perusahaan mau pakai yang mana. Sependek pengetahuan saya ya (soalnya dulu kerja di asuransi, Jd sedikit banyak tahu), asuransi yang masuk ke perusahaan besar dengan jumlah karyawan yang ribuan, itu melalui tender, biasanya, dengan penawaran tertentu, apalagi kalau yang ditawarkan adalah asuransi kesehatan. Jadi masing-masing, antara perusahaan dan asuransi saling mencocokkan mana yang bisa ‘menguntungkan’ kedua belah pihak. Kalau antar perusahaan asuransinya yang menawarkan ke perusahaan ya jelas perang tarif. Nah disini perusahaan nyari yang tarif preminya paling murah (biasanya) tapi bisa dapet benefit banyak. Tugas antar personnya ya nyari yang bisa memenuhi itu, saling tawar-menawar lah. Maka dari itu asuransi kesehatan jangka waktunya pendek, per tahun biasanya, tapi bisa diperpanjang dengan evaluasi dan penyesuaian tertentu (dari pihak asuransi). Karena pihak asuransi perlu mempelajari sebaran data peserta asuransi, harus maksimal > 75% sehat, dalam usia produktif, dll sehingga bisa menguntungkan perusahaan asuransinya juga. Begituuu... secara garis besarnya. Jadi, kita (saya dan suami saya) ini ya tinggal pakai aja, tinggal swipe aja kartunya 😅😅

Tapi nih yaaa... tetep ada limitnya. Limitnya berapa? Saya nggak hafal. Karena datanya banyak. Ada yang per penyakit, ada yang per tindakan, dokter spesialis, dokter umum, dll, dipecah-pecah (kalau BNI Life (Admedika)). Dulu pernah pas gantian suami saya yang berobat, kami sudah melebihi batas pertanggungan, sudah limit, sudah nggak bisa klaim lagi kalau sakit. Saat itu kami sedang ikhtiar berobat untuk suami saya (pernah saya ceritain juga di salah satu postingan saya). Kok bisa limit? Karena obat atau vitamin-vitamin untuk kesuburan pria itu jauuuhh lebih mahal daripada obat penyubur buat wanita, asli, mahal banget. Bisa 3x lipat lebih mahal, bahkan lebih dari 3x lipat. Jadi ada yang di-cover, ada yang enggak. Tapi saya lupa ya dulu pake apa asuransinya. Sudah lama banget. 

Adakah potongan preminya? Berapa? Nggak ada yaaa... GRATIS. Jadi ini murni bagian dari benefit karyawan organik. Nggak ada potongan premi di slip gaji bulanan suami saya. Kalau ada mah yaaa bayarnya buat tiga orang, suami saya, saya dan anak saya. 

Bagaimana kalau ada excess (tagihan melebihi limit plafon yang ditanggung?)
Berdasarkan pengalaman sih, biasanya di-cover kantor dulu, setelah itu baru ditagihkan ke suami saya. Sistem ini yang agak memberatkan ya, soalnya hitungannya lama, tagihan excess baru ditagih 1-2 tahun kemudian, dimana saya udah lahiran, tapi tagihan masih soal operasi laparoskopi, udah lupa-lupa ingat kaaan... tapi nggak ribet kok, karena cuma ditagih dari bagian keuangan kantor ke suami saya atau bisa langsung potong gaji dengan notifikasi lebih dulu sebelumnya. Gitu doang, nggak sampai gimana-gimana.

Segitu dulu mungkin yaaa... nanti kalau ada pertanyaan lain yang perlu pembahasan panjang, akan saya update postingannya.

Boleh menanggapi, tanya-tanya atau diskusi di kolom komen yaa...


Salam,



Lisa.