Senin, 30 Maret 2015

Long Distance Married




Ketika dua individu yang berlainan jenis memutuskan untuk saling mengenal, terdapat pertanyaan mendasar tentang arah dan tujuan hubungan tersebut dibangun. Apakah hanya untuk saling mengenal atau dilanjutkan ke jenjang yang lebih serius. Dan ketika suatu hubungan antar sepasang kekasih telah mencapai tingkat keseriusan yang lebih tinggi, maka akan muncul keputusan untuk melanjutkan hidupnya menjadi sepasang suami istri, yang disebut dengan menikah.

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا تَزَوَّجَ العَبْدُ فَقَدْ كَمَّلَ نِصْفَ الدِّيْنِ ، فَلْيَتَّقِ اللهَ فِي النِّصْفِ البَاقِي
“Jika seseorang menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Karenanya, bertakwalah pada Allah pada separuh yang lainnya.” (HR. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman)

Menurut saya pribadi, menikah itu tidak hanya antara saya dan dia (sebagai pasangan saya), menikah tidak hanya menyatukan dua individu yang berlainan jenis, karakter, latar belakang, dll, tapi menikah lebih kepada menyatukan dua keluarga yang berbeda. Tentang bagaimana masing-masing dari kita “membawa diri” pada keluarga baru kita. Bagaimana saya membawa diri saya untuk masuk menjadi bagian dari keluarga pasangan saya, dan bagaimana dia, sebagai pasangan saya membawa dirinya memasuki keluarga saya. Menikah itu lebih pada bagaimana kita sebagai sepasang suami istri “menjembatani” persatuan antara dua keluarga, menjadi penjaga silaturahmi yang terjalin diantara keduanya. Siap menikah berarti siap juga menerima keberadaan keluarga saya yang mungkin memiliki keunikan dari A – Z secara apa adanya, bukan hanya menerima saya, dan begitu pula sebaliknya.

Dari seperangkat tetek bengeknya pernikahan, yang perlu diingat juga adalah bahwa kita (harus) siap menerima keadaan apapun dari pasangan kita, termasuk jika harus berjauhan untuk sementara waktu, alias menjalani LDM, Long Distance Married.

Long Distance Married adalah sepasang suami istri yang hidup terpisah oleh jarak karena satu atau beberapa hal.

Pada dasarnya Long Distance Married mirip dengan LDR (Long Distance Relationship) yang saya tulis disini, yang membedakan adalah status pernikahan, bukan lagi sepasang kekasih, namun telah berubah menjadi pasangan suami istri. yang terlibat pun bukan hanya pasangan suami istri saja, tetapi dua keluarga besar yang ada dibelakang pasangan suami istri.

Faktor yang menjadi penyebab LDM sangat berbeda dengan beberapa faktor yang saya sebutkan dalam LDR. Faktor penyebab LDM yang utama adalah pekerjaan. Dan menurut saya tidak ada faktor lain selain itu. Sejak sebelum menikah, kita sudah mengetahui latar belakang pasangan kita yang akan kita nikahi, termasuk dalam hal pekerjaan dan resiko dari pekerjaan itu. Kebanyakan pasangan merasa berat meninggalkan pekerjaannya setelah menikah karena berbagai hal, tentunya selain kebutuhan materi. Dan keputusan untuk tetap bekerja menjadi penyebab utama LDM sehingga mau tidak mau tetap saling berjauhan demi mempertahankan pekerjaan masing-masing. Terlihat egois memang. Tapi, jika memang begitulah keadaannya mau tidak mau tetap harus dilakukan. Membangun sebuah pernikahan memerlukan kebutuhan yang beragam, dan sudah tentu membutuhkan materi yang tidak sedikit.

Beberapa tips yang telah saya sebutkan dalam LDR masih berlaku untuk menjalani LDM dengan tambahan beberapa tips berikut agar survive menjalani LDM.

1.       Sabar dan Tawakkal
Tips pertama adalah sabar dan tawakkal, tingkat stressing akan sangat meningkat tajam. Mengapa? Karena telah menikah, tujuan menikah adalah berkeluarga, dimana seharusnya hidup dalam satu atap bersama pasangan, sementara kita tidak dapat melakukannya. Oleh sebab itu tingkat stressing akan meningkat, karena faktor pekerjaan dan “kekepoan” pihak keluarga memicu timbulnya stres. Faktor pekerjaan karena setiap kita membutuhkan pasangan untuk ada dan berbagi dengan kita, yang dapat kita lakukan adalah hanya berkomunikasi dengan media komunikasi elektronik, tidak secara langsung. Tingkat stres juga akan timbul manakala keluarga mulai menanyakan tanda-tanda munculnya buah hati

2.       Me Time
Sebisa mungkin sisihkan waktu untuk diri sendiri di akhir minggu untuk melepaskan stres yang menjadi beban sesuai dengan keinginan kita, bisa dengan berkumpul dengan keluarga, jalan-jalan dengan teman, makan bersama atau apapun yang dapat mengurangi stres dan kerinduan dengan pasangan.

3.       Tetapkan tujuan
Tujuan yang dimaksud disini adalah tujuan hidup. Apa yang ingin kita capai di masa depan, bagaimana kita akan berkeluarga, sampai kapan akan berjauhan, dll. Jika memang tidak memungkinkan mencari pekerjaan lain yang lokasinya dekat dengan pasangan, mungkin salah satu pihak bisa meminta mengajukan mutasi. Karena konteks yang dibicarakan adalah menikah, dimana membangun sebuah keluarga menjadi sangat penting, tentunya berada dalam satu atap. Tidak mungkin kan mau berjauhan sepanjang hidup?




Menjalani LDM memang memiliki tantangan yang luar biasa melebihi saat menjalani LDR. Tapi kita tidak sendiri kok, banyak teman-teman lain diluar sana yang mau tidak mau harus menjalani LDM. Dan lagi, LDM tidak selamanya menyedihkan, ada sisi positif yang mungkin tidak disadari oleh teman-teman yang menjalami LDM. Apa itu? Dalam tips LDR disini saya sebutkan untuk berusaha saling mengunjungi jika memungkinkan. Tips itu juga sangat bisa diaplikasikan saat menjalani LDM, malahan lebih menyenangkan. Kok bisa? Iya donk, misalnya salah satu pasangan mengambil cuti untuk mengunjungi pasangannya selama beberapa hari, tentunya dengan mengunjungi itu bisa menjadi kesempatan untuk traveling bersama, kuliner bersama, memiliki quality time bersama dan tentunya honey moon, eist, hehehehehe. Sementara kalau LDR tidak bisa menginap ya, karena belum muhrimnya

Bagaimana dengan saya yang sepertinya ahli dalam hal ini? Hehe, nggak kok. Saya sukses menjalani LDR selama kurang lebih 3 tahun sampai akhirnya menikah dengan pasangan LDR saya. Kemudian sempat survive LDM selama 1,5 tahun dan saya rasa itu sudah cukup. Bagaimana dengan jaraknya? Saya sukses menaklukkan jarak Surabaya – Jakarta, Madiun – Jakarta, Madiun – Ujung Pandang dan sedikit Madiun – Duri, Riau (saya tulis ceritanya disini dan disini ya). Sebenarnya tantangan LDM yang ada di depan mata saya selanjutnya adalah Jember – Duri, Riau, sayangnya suami saya tidak mengizinkan, dan akhirnya petualangan LDM saya terhenti disini, sudah satu atap dengan suami di Duri, Riau, setelah sebelumnya tidak pernah satu atap lebih dari seminggu. Hehe. Agak nyesek untuk diceritakan sih, tapi saya tidak akan memiliki pengalaman traveling dan kuliner kesana-kemari kalau bukan karena menjalani LDR dan LDM dengan suami saya. Stay strong and said Alhamdulillah over all His blessing through this day

Jadi, adakah teman-teman yang lebih bisa survive daripada saya dengan LDR dan LDM-nya?

Seberapa lama dan seberapa jauh?


Reading Source:




3 komentar:

  1. Wah hebat.. :D Aku yang LDR aja nyesek, apalagi yang LDM yah, Mbak..

    Tapi ada kok temennya temen ku yang LDM Paris - Jakarta.. Gimana ituuuu.. Hihihi.. Ada yang lebih jauh ternyata :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehehehe,, iyah, harus tangguh emang :)

      ada juga sahabat saya, terpisah Gresik - London, tapi sekarang sudah serumah di Indonesia sih, dulu jadi suka malu sendiri (pas masih sama-sama LDM) kalau cerita ke dia, yang satu negara aja udah rempong, gimana yang beda negara coba? haha :D

      that's only the matter of choice and how we react and solve those choices :)

      Hapus
  2. Saya menjalani LDR 1 tahun 8 bulan,, lalu LDM sekitar 2 tahun yogya -florida... Kebayang berapa sulit dan mahalnya... Tapi tetap semangat.. Dan setelah hidup bersama cinta sudah sangat teruji, dan nggak mau pisahan lagi.

    BalasHapus