Ketika dua individu yang berlainan jenis memutuskan untuk saling
mengenal, terdapat pertanyaan mendasar tentang arah dan tujuan hubungan
tersebut dibangun. Apakah hanya untuk saling mengenal atau dilanjutkan ke
jenjang yang lebih serius. Dan ketika suatu hubungan antar sepasang kekasih
telah mencapai tingkat keseriusan yang lebih tinggi, maka akan muncul keputusan
untuk melanjutkan hidupnya menjadi sepasang suami istri, yang disebut dengan
menikah.
Menikah adalah Menyempurnakan Separuh Agama.
Dari Anas bin Malik
radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
إِذَا تَزَوَّجَ العَبْدُ فَقَدْ كَمَّلَ نِصْفَ الدِّيْنِ ،
فَلْيَتَّقِ اللهَ فِي النِّصْفِ البَاقِي
“Jika
seseorang menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Karenanya,
bertakwalah pada Allah pada separuh yang lainnya.” (HR. Al Baihaqi dalam
Syu’abul Iman)
Menurut saya pribadi, menikah itu tidak hanya antara saya dan dia
(sebagai pasangan saya), menikah tidak hanya menyatukan dua individu yang
berlainan jenis, karakter, latar belakang, dll, tapi menikah lebih kepada
menyatukan dua keluarga yang berbeda. Tentang bagaimana masing-masing dari kita
“membawa diri” pada keluarga baru kita. Bagaimana saya membawa diri saya untuk
masuk menjadi bagian dari keluarga pasangan saya, dan bagaimana dia, sebagai
pasangan saya membawa dirinya memasuki keluarga saya. Menikah itu lebih pada
bagaimana kita sebagai sepasang suami istri “menjembatani” persatuan antara dua
keluarga, menjadi penjaga silaturahmi yang terjalin diantara keduanya. Siap
menikah berarti siap juga menerima keberadaan keluarga saya yang mungkin
memiliki keunikan dari A – Z secara apa adanya, bukan hanya menerima saya, dan
begitu pula sebaliknya.
Dari seperangkat tetek bengeknya pernikahan, yang perlu diingat juga
adalah bahwa kita (harus) siap menerima keadaan apapun dari pasangan kita,
termasuk jika harus berjauhan untuk sementara waktu, alias menjalani LDM, Long
Distance Married.
Long Distance Married adalah sepasang suami istri yang hidup terpisah
oleh jarak karena satu atau beberapa hal.
Pada dasarnya Long Distance Married mirip dengan LDR (Long Distance
Relationship) yang saya tulis disini, yang membedakan adalah status pernikahan,
bukan lagi sepasang kekasih, namun telah berubah menjadi pasangan suami istri. yang
terlibat pun bukan hanya pasangan suami istri saja, tetapi dua keluarga besar
yang ada dibelakang pasangan suami istri.
Faktor yang menjadi penyebab LDM sangat berbeda dengan beberapa faktor
yang saya sebutkan dalam LDR. Faktor penyebab LDM yang utama adalah pekerjaan. Dan
menurut saya tidak ada faktor lain selain itu. Sejak sebelum menikah, kita
sudah mengetahui latar belakang pasangan kita yang akan kita nikahi, termasuk
dalam hal pekerjaan dan resiko dari pekerjaan itu. Kebanyakan pasangan merasa
berat meninggalkan pekerjaannya setelah menikah karena berbagai hal, tentunya
selain kebutuhan materi. Dan keputusan untuk tetap bekerja menjadi penyebab
utama LDM sehingga mau tidak mau tetap saling berjauhan demi mempertahankan
pekerjaan masing-masing. Terlihat egois memang. Tapi, jika memang begitulah
keadaannya mau tidak mau tetap harus dilakukan. Membangun sebuah pernikahan
memerlukan kebutuhan yang beragam, dan sudah tentu membutuhkan materi yang
tidak sedikit.
Beberapa tips yang telah saya sebutkan dalam LDR masih berlaku untuk
menjalani LDM dengan tambahan beberapa tips berikut agar survive menjalani LDM.
1.
Sabar dan Tawakkal
Tips pertama adalah sabar dan
tawakkal, tingkat stressing akan sangat meningkat tajam. Mengapa? Karena telah
menikah, tujuan menikah adalah berkeluarga, dimana seharusnya hidup dalam satu
atap bersama pasangan, sementara kita tidak dapat melakukannya. Oleh sebab itu
tingkat stressing akan meningkat, karena faktor pekerjaan dan “kekepoan” pihak
keluarga memicu timbulnya stres. Faktor pekerjaan karena setiap kita
membutuhkan pasangan untuk ada dan berbagi dengan kita, yang dapat kita lakukan
adalah hanya berkomunikasi dengan media komunikasi elektronik, tidak secara
langsung. Tingkat stres juga akan timbul manakala keluarga mulai menanyakan
tanda-tanda munculnya buah hati
2. Me
Time
Sebisa mungkin sisihkan waktu
untuk diri sendiri di akhir minggu untuk melepaskan stres yang menjadi beban
sesuai dengan keinginan kita, bisa dengan berkumpul dengan keluarga,
jalan-jalan dengan teman, makan bersama atau apapun yang dapat mengurangi stres
dan kerinduan dengan pasangan.
3. Tetapkan
tujuan
Tujuan yang dimaksud disini adalah
tujuan hidup. Apa yang ingin kita capai di masa depan, bagaimana kita akan
berkeluarga, sampai kapan akan berjauhan, dll. Jika memang tidak memungkinkan
mencari pekerjaan lain yang lokasinya dekat dengan pasangan, mungkin salah satu
pihak bisa meminta mengajukan mutasi. Karena konteks yang dibicarakan adalah
menikah, dimana membangun sebuah keluarga menjadi sangat penting, tentunya
berada dalam satu atap. Tidak mungkin kan mau berjauhan sepanjang hidup?
Menjalani LDM memang memiliki
tantangan yang luar biasa melebihi saat menjalani LDR. Tapi kita tidak sendiri
kok, banyak teman-teman lain diluar sana yang mau tidak mau harus menjalani
LDM. Dan lagi, LDM tidak selamanya menyedihkan, ada sisi positif yang mungkin
tidak disadari oleh teman-teman yang menjalami LDM. Apa itu? Dalam tips LDR
disini saya sebutkan untuk berusaha saling mengunjungi jika memungkinkan. Tips itu
juga sangat bisa diaplikasikan saat menjalani LDM, malahan lebih menyenangkan. Kok
bisa? Iya donk, misalnya salah satu pasangan mengambil cuti untuk mengunjungi
pasangannya selama beberapa hari, tentunya dengan mengunjungi itu bisa menjadi
kesempatan untuk traveling bersama, kuliner bersama, memiliki quality time
bersama dan tentunya honey moon, eist, hehehehehe. Sementara kalau LDR tidak
bisa menginap ya, karena belum muhrimnya
Bagaimana dengan saya yang
sepertinya ahli dalam hal ini? Hehe, nggak kok. Saya sukses menjalani LDR
selama kurang lebih 3 tahun sampai akhirnya menikah dengan pasangan LDR saya.
Kemudian sempat survive LDM selama 1,5 tahun dan saya rasa itu sudah cukup. Bagaimana
dengan jaraknya? Saya sukses menaklukkan jarak Surabaya – Jakarta, Madiun –
Jakarta, Madiun – Ujung Pandang dan sedikit Madiun – Duri, Riau (saya tulis ceritanya disini dan disini ya). Sebenarnya tantangan
LDM yang ada di depan mata saya selanjutnya adalah Jember – Duri, Riau,
sayangnya suami saya tidak mengizinkan, dan akhirnya petualangan LDM saya
terhenti disini, sudah satu atap dengan suami di Duri, Riau, setelah sebelumnya
tidak pernah satu atap lebih dari seminggu. Hehe. Agak nyesek untuk diceritakan
sih, tapi saya tidak akan memiliki pengalaman traveling dan kuliner
kesana-kemari kalau bukan karena menjalani LDR dan LDM dengan suami saya. Stay
strong and said Alhamdulillah over all His blessing through this day
Jadi, adakah teman-teman yang lebih bisa survive daripada saya dengan LDR
dan LDM-nya?
Seberapa lama dan seberapa jauh?
Reading Source: