Jumat, 02 Desember 2016

#EmpoweringMAMA bersama Emeno Nursing Wear



Bismillah...

Assalamu’alaikum...

Berawal dari iseng-iseng keikutsertaan saya dalam workshop smartphone photography membuat saya jadi ‘ketagihan’ buat ikut event-event sejenis yang berbau fotografi makanan. Rasanya menarik aja, makanan yang biasa aja bisa jadi lebih menggiurkan, apalagi kalau makannya luar biasa, berasa ngeces aja, hehehe. Disisi lain mendadak saya jadi merasa nyesel, kenapa saya dulu nggak tertarik dengan hal-hal beginian, kenapa nggak dari dulu-dulu aja. Tapiiii Alhamdulillah, beruntungnya, ketika saya stalking beberapa ig yang menjual properti foto, saya nemu workshop food photography lagi. Yey! Langsung kepo! 

Workshop food photography ini merupakan serangkaian acara #EmpoweringMAMA bersama Emeno Nursing Wear dalam rangka merayakan Ulang Tahun Emeno yang ke-5. Nah, workshop food photography ini merupakan playdate bersama Mbak Ika Rahma pemilik account ig @dapurhangus dan sekaligus owner  ig@dapurhangusdotcom yang menjual properti foto. Kebayang dong serunya ketemuan sambil belajar sama pemilik tangan terampil @dapurhangus, food photographer hitz se-ig yang ilmu fotografinya sudah nggak perlu diragukan lagi. Kepoin aja ig-nya kalau nggak percaya.

Rangkaian acara #EmpoweringMAMA bersama Emeno Nursing Wear untuk wilayah Jakarta adalah berupa Playdate bersama Dapur Hangus. Jadi Emeno Nursing Wear menjembatani para mama yang memiliki usaha dirumah seperti online shop produk makanan untuk belajar food photography dari ahlinya langsung yaitu Mbak Ika Rahma agar mama tetap bisa survive dengan usahanya dengan memiliki pengetahuan fotografi sendiri.

Opening Workshop by Mbak Adenita | Founder @emeno_nursing

Sharing Session Mbak Ika Rahma @dapurhangus

Nah, sekarang saya akan mencoba me-review keseruan dari sharing dengan Mbak Ika Rahma pemilik account ig @dapurhangus sebagai kelanjutan dari belajar food photography saya, yuuk belajar sama-sama... 

Acara Playdate bersama Dapur Hangus berlangsung pada hari Kamis kemarin, tanggal 24 Nopember 2016 di Walking Drums Cafe yang terletak di Jalan Pati Unus F4 Jakarta Selatan. Untuk saya yang buta jalan dan Jakarta tentu saya mengandalkan Uber, hehehe. Secara jadwal workshop-nya pas jam kerja suami, jadi nggak bisa nganter. Jadi saya memberanikan pergi sendiri jauh-jauh via Uber.

Acara workshop-nya pun cukup santai ya, karena peserta tidak mendapatkan hand out materi dari panitia ataupun dari Mbak Ika Rahma. Jadi hanya berupa sharing dan langsung praktek motret bersama dengan Mbak Ika Rahma yang boleh diselingi dengan tanya jawab langsung saat praktek.

Sebelum mulai memotret, pastikan dulu kamera dan peralatan pendukung yang akan digunakan untuk memotret. Yang utama tentu adalah kamera ataupun smartphone, jika memang menggunakan kamera pada smartphone. Bersihkan lensa dengan menggunakan tisu basah sebelum mulai memotret sehingga pengambilan gambar tidak akan terhalang oleh debu ataupun kotoran yang menempel pada lensa kamera. Ini merupakan tips simpel namun penting yang sering banget terlupakan. Seringnya kita membersihkan badan kamera atau smartphone aja, tanpa mempedulikan lensa kamera. Perlu diinget banget khusus untuk saya yang sering banget melewatkan hal kecil seperti ini. Hihihi.

Peralatan lain yang perlu dipersiapkan adalah reflektor yang biasa digunakan untuk memantulkan cahaya agar cahaya yang jatuh pada objek seragam. Kalau intensitas memotret sudah sering banget, bahkan mungkin hidupnya berasal dari hasil motret, pastinya perlu banget memiliki reflektor. Tapi, untuk usaha kecil-kecilan dengan memanfaatkan kamera smartphone, Mbak Ika Rahma menyarankan untuk memakai cermin ataupun kertas kalkir. Ini juga yang sering terlewatkan, saya pikir, cerminnya harus yang besar banget sebesar reflektor asli, eh ternyata memakai cermin wajah aja sudah bisa. Tapi cermin yang dimaksud adalah cermin sebesar wajah kita ya, bukan sebesar genggaman tangan. Yang membuat saya kaget juga adalah kertas kalkir. Iya, kertas kalkir yang itu, yang biasanya kita pakai untuk menggambar peta di pelajaran geografi saat sekolah dulu. Belajar dari Mbak Ika Rahma membuat saya jadi merasa wow, karena ternyata properti fotografi itu tidak perlu mahal. Catet. Itu yang penting. 

Langkah selanjutnya adalah melakukan setting kamera secara manual. Yang dimaksud setting disini adalah penyesuaian kamera dengan cahaya yang didapat atau penyesuaian ISO. Secara definisi, ISO adalah ukuran tingkat sensitifitas sensor kamera terhadap cahaya. Semakin tinggi setting ISO kita maka semakin sensitif sensor terhada cahaya. Jika cahaya yang diperoleh terang, maka gunakan ISO yang kecil. Begitu juga sebaliknya, jika cahaya yang diperoleh sedikit atau cenderung gelap, maka gunakan ISO tinggi, minimal 200. Pada zaman dulu, ISO disebut juga dengan ASA dalam fotografi dengan menggunakan roll film. Untuk setting ISO ini saya kurang paham ya, karena mostly smartphone yang saya gunakan adalah Iphone 6S dimana tidak terdapat pengaturan manual. Setting Gridlines aja baru nemu kemarin, hehehe.
 
Nah, sekarang untuk alas foto nih, menurut Mbak Ika Rahma sebaiknya menggunakan kertas HPL (High Press Laminated), bukan hari perkiraan lahir yaa... Untuk kertasnya sendiri kayak apa, saya nggak paham. Hehe. Berbeda dengan jenis kertas PU yang digunakan di workshop fotografi yang sebelumnya saya ikuti.  Kertas PU bertekstur dan kalis sehingga tidak mudah basah dan mudah dibersihkan dengan menggunakan lap basah. Sayangnya menurut Mbak Ika Rahma, kertas ini pun agak susah diatur saat dipakai untuk foto, karena penyimpanan saat tidak digunakan adalah dengan cara digulung, jadi kertas perlu ditahan agat tidak mudah menggulung saat digunakan. Nah, kalau tentang kertas HPL, berdasarkan info dari Mbak Ika Rahma, kertas HPL ini biasanya dijual di toko khusus kitchen atau home decor. So, bagaimana dengan alas foto lipat yang booming seiring dengan menjamurnya foto makanan di ig? Itu pun juga kurang bagus kalau menurut Mbak Ika Rahma. Karena terkadang terlalu kelihatan palsunya, alias kelihatan kalau kita pakai alas foto lipat. Buat saya nih yang sudah terlanjur beli alas foto lipat, ya mau nggak mau tetep dipakai juga karena emang nggak ada meja kayu vintage yang bisa dipake foto dirumah, hehehe.

Yang nggak kalah penting adalah setting kamera ke mode Gridline untuk memudahkan kita dalam mengatur fokus tanpa melupakan Rule of 3rd dalam fotografi. Prinsip dasar Rule of 3rd sepemahaman saya adalah membagi screen kamera kita menjadi petak-petak persegi sebanyak sembilan buah. Nah, caranya adalah fokuskan objek di titik perpotongan yang terletak di perpotongan persegi yang paling tengah tersebut sebelum kita meng-capture objek. Gridlines ini berguna untuk membantu kita dalam menentukan komposisi dari gambar yang kita bentuk. Dengan mengikuti Gridlines ini diharapkan kita bisa membentuk suatu ketertarikan dari mata manusia. Karena ketika melihat gambar, secara otomatis atau natural mata seseorang akan tertuju pada salah satu titik persimpangan tersebut daripada di pusat yang kita capture. 

Proses styling peserta | on Frame: Mbak Rahmafenti

Proses styling peserta | on Frame: Mbak Rahmafenti

Menurut Mbak Ika Rahma, terdapat dua jenis food photography, yaitu dapat dimakan dan tidak dapat dimakan. Perbedaannya terletak pada cara styling makanan itu sendiri sebagai upaya untuk mendapatkan gambar yang bagus. Sebagai contoh, misalnya obyek foto kita adalah mie. Mie di dalam mangkok ataupun di dalam piring secara biasa untuk dijadikan obyek foto itu sangat tidak menarik. Bagaimana cara styling-nya? Gunakan tangan atau jari telanjang kita untuk mengacak-acak mie tersebut sehingga bentuk keriting dari mie terlihat natural, bukan seperti ‘diatur’ agar natural. Food photography yang seperti inilah yang menjadikan makanan tersebut tidak bisa dimakan kemudian. Contoh yang lain adalah untuk food photography steak, karena proses pemasakannya, steak yang biasa tidak akan terlihat menarik jika difoto apa adanya. Lain halnya jika kita mengoleskan sedikit minyak goreng di atas steak tersebut, maka tampilan steak akan telihat lebih ‘shiny’ dan menggiurkan buat diicip-icip. Tapi, sama dengan contoh sebelumnya, steak ini pun tidak dapat dimakan karena penuh dengan minyak goreng. Hehehe. 

Untuk setting atau styling flatlay dengan angle Bird Eye View sebaiknya menggunakan bentuk wadah makanan yang berbeda-beda sehingga foto akan kelihatan lebih cantik ketika diabadikan. 

Daan, satu lagi yang penting banget, menurut Mbak Ika Rahma, untuk menghasilkan foto yang bagus itu nggak perlu properti yang rame, apalagi mahal, minimalis saja, yang penting foto terfokus pada objek model, sehingga tampak jelas mana yang menjadi fokus dari foto kita. Bukan teralihkan dengan adanya properti yang mungkin nggak nyambung dengan fokus pada foto kita.

Wuiih, nggak terasa udah jadi sepanjang ini ya, memang banyak banget ilmu yang bisa diambil dari acara playdate bareng @dapurhangus ini. O iya, rangkaian acara #EmpoweringMAMA bersama Emeno Nursing Wear masih berlangsung lho, masih ada kota terakhir sebagai lokasinya. Kepo-in aja ig-nya @emeno_nursing untuk info lebih lengkapnya. 

Terakhir, terima kasih @emeno_nursing sudah mempertemukan saya dengan Mbak Ika Rahma @dapurhangus dan mama-mama kece pengusaha makanan. Dan Selamat Ulang Tahun yang ke-5 untuk Emeno Nursing Wear, semoga semakin sukses...

Peserta dan Panitia #EmpoweringMAMA bersama Emeno Nursing Wear




Salam,



Lisa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar