Image Source |
Bismillahhirrahmannirrahim.
Assalamu’alaikum warahmatullahi
wabarakatuh...
Sebenarnya postingan ini masih lanjutan dari postingan saya sebelumnya tentang Proses IVF –Tahap Awal danSuntikan Stimulus. Maunya saya dijadikan satu aja, tapiii berhubung ternyata
jadinya panjang banget, akhirnya terpaksa di lanjutkan di postingan ini. Buat teman-teman yang belum sempat baca bagian
pertamanya, silakan baca disini.
Karena proses awal sampai
suntikan stimulus sudah saya share
semua di postingan saya sebelumnya,
jadi postingan ini akan saya buat Question and Answer yang mungkin banget
ditanyakan tentang tahap awal dan suntikan stimulus. Mungkin akan mengalami
perubahan dan perkembangan. Dan kalau ada perubahan atau perkembangan dari
jawaban kami, pengetahuan kami, akan kami update
lagi. Tapi, saya ingatkan lagi bahwa jawaban ini didasarkan pada pengalaman dan
pengetahuan kami sendiri ya. Kalau ternyata informasi yang kami berikan ada
yang missed di satu atau dua tempat,
jangan ditelan mentah-mentah, silakan konfirmasi dengan provider kesehatan yang teman-teman datangi. Karena tujuan
dibuatnya postingan ini adalah murni
untuk sharing, saling berbagi
pengetahuan, yang mudah-mudahan dapat bermanfaat untuk sesama survivor. Karena kami meyakini bahwa
sesama survivor harus saling support satu sama lain, agar kita tidak
merasa sendirian, karena pilihan untuk mengikuti program dan menjadi IVF survivor itu benar-benar berat. Oke, Here we go…
Question and Answer – Tentang
Tahap Awal dan Suntikan Stimulus
Screening awal setelah join program ada apa aja?
Jadi sebelum dr. Nando memutuskan
sebaiknya kita di trigger dengan
obat-obatan stimulus apa aja, kita akan diminta melakukan serangkaian tes. Untuk
kasus kami (sudah pernah saya posting
di awal, cek disini), karena saya sudah pernah menjalani tes HSG dan suami saya
pun sudah pernah beberapa kali menjalani Sperma
Analysis, maka untuk saya hanya
diminta untuk cek darah yang isinya (FSH, LH, AMH, Estradiol, Anti-Rubella IgG,
Anti-Toxoplasma IgG, anti-CMV IgG, Prolactine, Progesterone, HIV dan Hepatitis)
dan USG transvaginal yang diperiksa oleh dr. Nando sendiri sambil konsultasi,
sementara untuk suami saya diminta untuk melakukan cek darah juga dan Sperma Analysis kembali untuk hasil yang terbaru. Oh iya, syarat terakhir join program IVF selain copy tanda pengenal dan copy buku nikah yang ditunjukkan di
bagian admission, kita pun akan
diminta untuk melakukan cek HIV. Kalau memang kita nggak merasa kenapa-kenapa
atau berbuat diluar norma agama dan hukum, InsyaAllah nggak apa-apa ya tes HIV,
jadi jangan tersinggung. Screening
awal ini dilakukan di awal banget ya, sebelum kita memulai suntik-suntik
stimulus. Jadi maksimal H-2 haid, atau bahkan mungkin sebelumnya.
Sakitkah suntikan stimulus?
Buat saya yang memang dari kecil
ada trauma sama tindakan suntik-menyuntik, takut disuntik, maka buat saya
selalu bikin deg-degan banget, hehehe. Tapi seharusnya, itu tidak boleh, kita
diwajibkan untuk rileks dan bernafas dengan santai agar suntikan tidak terlalu
menyakitkan. Jadi bagi saya ya SAKIT, ada efek pegel yang saya rasakan selama
30-60 menit pasca disuntik, jadi saya perlu banget mengusap-usap daerah
suntikan dan sekitarnya untuk meredakan sakitnya. Yaaa… senut-senut sedep
gitulaaah… Tapi buat saya sakitnya ya hanya berlangsung kurang lebih 1 jam aja,
efek pegel (njarem kalau Bahasa Jawanya) selebihnya sudah tidak sakit sama
sekali.
Tapi sakit dan tidaknya rasa
suntikan ini bersifat relatif ya untuk sebagian besar pasien. Pasien dengan
berat normal mungkin rasa sakitnya mirip dengan yang saya rasakan. Tapi bagi
pasien yang tubuhnya cenderung kurus, suntikan ini katanya bisa terasa sampai
ke ulu hati. Begitu juga dengan pasien yang bertubuh besar, memiliki banyak
lemak di perut, mungkin suntikan ini akan terasa tidak ada apa-apanya. Pernah
dengar juga dari salah satu suster jika berat badan si calon ibu lebih dari 70
kg, suntikan akan dilakukan di paha.
Berdasarkan jenis obatnya nih,
Pergoveris, Cetrotide dan Ovidrel, ketiganya memiliki tekstur dan bentuk yang
berbeda. Suntikan Pergoveris bagi saya sudah cukup menyakitkan ya, tapi
ternyata suntikan Cetrotide lebih menyakitkan lagi, karena obat Cetrotide
berbentuk serbuk yang harus dicampur terlebih dahulu dengan cairan bawaannya,
jadi di –mix sendiri oleh suster yang
bertugas. Serbuk obat Cetrotide bersifat kasar sehingga meskipun sudah dicampur
dengan cairan bawaannya, saat disuntikkan ke perut rasanya aje gileee, hehehe.
Lebih bikin pegel daripada suntikan Pergoveris, kalau saya. Tapi saat saya tanya
suster pun ternyata memang begitu adanya, lebih sakit daripada suntikan
Pergoveris. Sedangkan untuk suntikan Ovidrel sudah berbentik cair ya, tapi ya
itu, lebih sakit juga jika dibandingkan dengan suntikan Cetrotide dan
Pergoveris. Dari segi jarum suntiknya pun juga berbeda, jadi wajar ya kalau
sakitnya lebih-lebih. Jadi kalau diurutkan, tingkat sakit dan pegel suntikannya
naik bertahap, dari Pergoveris, Cetrotide sampai yang paling sakit Ovidrel.
Tapiii… demi buah hati kita, sakit apapun akan kita tempuh. Mungkin ini cara
Allah subhanahu wa ta’alaa mengajarkan pada saya tentang rasa sakit, untuk
berani dengan suntik-suntik, hehehe.
Adakah efek samping suntikan stimulus?
Ada. Efek samping ini sangat
bervariasi untuk setiap pasien ya, tergantung respon masing-masing pasien
terhadap obat-obatan stimulus. Ada yang demam, mual, gatal dan panas di kulit
bekas suntikan, dll, konfirmasi saja dengan suster koordinator masing-masing
untuk memastikan dan meminta saran penyembuhan jika memang mengganggu banget. Kalau
di saya, hari pertama pasca suntikan pertama saya, saya merasakan pusing luar
biasa dan kram-kram ringan yang hilang timbul di perut bawah, kanan dan kiri.
Setelah saya konfirmasi dengan suster Vita, suster koordinator saya, ini adalah
salah satu efek samping dari suntikan stimulus, dan itu sangat wajar. Saya
hanya dianjurkan untuk banyak minum air putih dan banyak istirahat aja. Selain
itu, haid saya jadi lebih cepat berhenti dan vagina saya jadi berlendir. Haid
saya terpangkas tiga hari, dari yang biasanya 7 hari jadi 4 hari aja dan sudah
bersih. Di hari-hari berikutnya, perut saya terasa kembung dan membesar seperti
hamil 3 bulan. Tapi lagi-lagi, hal itu sangat wajar, anjurannya hanya
banyak-banyak minum air putih saja dan banyak-banyak istirahat. Untuk kram-kram
perut tetap hilang timbul sampai saya selesai tindakan OPU, inipun hanya reda
saat dipakai istirahat. Jadi, kita memang tidak dianjurkan untuk minum
obat-obatan tertentu ya, dan kalau menurut saya jangan, sebaiknya hanya minum
air putih dan istirahat saja. Ditahan saja, sambil belajar sabar dan ikhlas,
bahwa ikhtiar yang kita lakukan adalah bagian dari merayu ridho Allah subhanahu
wa ta’alaa, semata-mata untuk bayi kita nanti.
Cara mengatasi keluhan akibat suntikan stimulus?
Again, banyak minum air putih dan banyak istirahat saja, jikalau
mengganggu banget mungkin ada yang sampai mual-mual parah, bisa dikonsultasikan
dengan dokter ataupun suster koordinatornya. Ingat, jangan sembarangan minum
obat luar. Apapun yang akan akan masuk kedalam tubuh kita, entah makanan atau
minuman, jika ragu, baiknya ditanyakan terlebih dahulu pada suster koordinator.
Mungkin inilah yang jadi sebab utama, worry
kita yang berlebihan, takut kenapa-kenapa membuat kita menanyakan pertanyaan
penting nggak penting pada dokter dan suster. Dan ini akan kita sadari setelah
semuanya terlewati, bahwa kita rempong juga ya, hahaha. *pengalaman pribadi cyiiin
Sampai kapan kita perlu cek darah?
Cek darah adalah cara dokter dan
suster memantau pergerakan hormon kita. Jadi hormon kita akan disesuaikan
dengan ketebalan rahim dan pembesaran telur yang terjadi akibat di trigger dengan suntikan-suntikan
stimulus. Oleh sebab itu, cek darah dan USG transvaginal bisa dilakukan hampir
setiap hari selama kegiatan suntik-suntik stimulus. Jadi lengan bekas ambil
darah pasti biru-biru lebam, itu biasa banget dan wajar, semua pasien mengalami
itu. No worry. Sebisa mungkin
berkompromi dengan pasangan kita atau orang-orang yang tinggal serumah dengan
kita bahwa kita sedang menjalani program, harus selalu happy dan jauh dari stress
dan pikiran negatif. Karena sedikit saja emosi kita berubah, itu akan berdampak
buruk terhadap pergerakan hormon kita. Jika hormon kita nggak bagus hasilnya,
tentu akan ngefek ke yang lain-lain juga, sementara kita maunya hasil yang kita
peroleh bagus terus. Jadi ini merupakan salah satu yang memerlukan effort lebih.
Cek darah apa aja?
Cek darahnya tergantung dari
kondisi masing-masing pasien ya. Biasanya akan diinfokan oleh suster
koordinator atas instruksi dari dokter yang menangani kita. Kalau saya biasanya
adalah Estradiol dan FSH. Saat konsultasi, dokter akan melihat kesesuaian
perkembangan pembesaran telur, ketebalan rahim dan hormon, untuk memastikan
bahwa obat-obatan stimulus yang diberikan sudah bekerja dengan baik.
Apa itu OHSS?
OHSS atau sindrom hiperstimulasi
ovarium adalah efek samping yang umum dari terapi kesuburan, terutama
obat-obatan yang digunakan selama program fertilisasi in-vitro (IVF). OHSS
adalah kumpulan gejala yang terjadi ketika ovarium (indung telur) bereaksi
berlebihan terhadap obat dan menghasilkan terlalu banyak kantung telur
(folikel). Secara gampangnya nih, OHSS adalah adalah efek samping yang terjadi
sebagai akibat dari penggunakan obat-obatan stimulus. Efek tiap pasien
berbeda-beda tergantung dari daya tahan tubuh pasien. Kalau di saya, pasca
suntikan yang pertama, saya merasa pusing banget dan ada sedikit nyeri yang hilang
timbul di bagian perut bawah. Sembuhnya bagaimana? Saya hanya lapor ke suster
koordinator, kemudian disarankan untuk banyak minum air putih dan banyak
istirahat saja, Alhamdulillah segera membaik. Beberapa hari selanjutnya, saya
merasa perut saya membesar dan kembung, tapi masih bisa ditolerir kalau ini,
karena kembungnya mirip masuk angin biasa, sangat wajar kalau menurut suster
koordinator. Secara umum, fisik saya tergolong kuat menerima obat-obatan
stimulus, Alhamdulillah. Nah, buat teman-teman yang lain nih, yang mungkin
fisiknya nggak sekuat saya, gejala apapun yang dirasakan, seringan apapun,
baiknya laporkan dan tanyakan ke suster koordinator ataupun dokter yang
merawat, agar kondisi kita terpantau dengan baik, sehingga jika terjadi
sesuatu, kita dan tim dokter yang membantu kita bisa berinisiatif untuk cepat
mengambil tindakan.
Haruskah konsumsi putih telur?
HARUS. Kalau saya, minimal 6
butir per hari, tapi ada pasien lain yang makan hingga 8-9 butir per hari. Di
awal-awal mungkin kita merasa kuat ya, makan sebegitu banyak putih telur setiap
hari. Tapi, semakin lama konsumsi putih telur ini jadi tantangan banget untuk
sebagian besar pasien. Nggak cuma saya, tapi semua. Apa sih fungsinya buat
tubuh kita? Jadi fungsinya itu untuk mencegah OHSS ya bu ibuuu, jadi beneran
wajib ini, nggak boleh di skip.
Fungsi lainnya adalah dipercaya membantu perlengketan embryo ke dinding rahim kita. Mulai kapan dikonsumsi dan sampai
kapan? Untuk mulainya pastilah sejak pertama kali join program ya, sebelum trigger
suntik-suntik stimulus dimulai. Untuk sampai kapannya tiap pasien bervariasi. Kalau
saya, sampai saya dinyatakan positif pun saya masih terus mengkonsumsi putih
telur. Seingat saya, saya berhenti ketika saya sudah tidak mampu lagi makan
putih telur karena mual-mual di trimester pertama. Nggak langsung hilang sama
sekali sih, tapi berkurang secara bertahap, kemudian diselang-seling pun
pernah.
Sampai kapan konsumsi susu peptisol?
Susu Peptisol adalah susu tinggi
protein yang fungsinya adalah untuk mencegah terjadinya OHSS. Jadi mirip-mirip
dengan putih telur. Kalau putih telur itu alaminya, nah, susu peptisol ini
buatannya gitu. Sampai kapan? Saya terus minum sampai stok susu dirumah habis,
kira-kira sampai trimester pertama, saat usia kandungan saya 10-12 weeks.
Okee, mungkin sementara itu aja
soal Tahap Awal dan Suntikan Stimulus, jika ada pertanyaan lain tentang proses
di tahap ini, akan saya jawab juga disini, jadi postingan ini pun akan saya update.
Sampai jumpa di next post…
Salam,
Lisa.