Pertama melihat dia yang sedang main bola di depan kantin pusat kampus kami, merasa pernah melihat dia sebelumnya. Ternyata, dia adalah teman sekelas mbak kos yang sering dibicarakan sewaktu saya masih SMA. Berlalu begitu saja, tanpa ada sesuatu yang ‘wah’ bagi saya.
Kemudian kami dipertemukan kembali dalam sebuah forum mahasiswa yang berasal dari satu SMA. Saya yang pada waktu itu merasa canggung karena merupakan satu-satunya perempuan yang hadir dalam forum yang mayoritasnya adalah laki-laki, tidak heran sih, karena memang kampus kami kampus teknologi yang memang mayoritas mahasiswanya adalah kaum adam. Jadi saya hanya diam saja, mendengarkan dan mengikuti bagaimana jalan dan arah pertemuan saat itu. Karena saya terlalu malu bertanya pada ketua forum akibat terlalu seringnya saya tidak hadir dalam undangan pertemuan, maka saya hanya berani bertanya pada ‘contact person’, orang yang ditugaskan untuk menghubungi anggota dan sebagai tempat bertanya. Dialah orangnya, orang yang saya lihat sebelumnya, kakak kelas yang itu. Dan saya pun memberanikan diri untuk bertanya,,
A : mas, nanti nek ada kabar-kabar apa gitu, aku di sms ya?
I : emang sebelumnya gak pernah dapat sms ya??
A : dapet sih, tapi jarang dapet sms langsung, tahunya dari temen lain,,
I : iya, tenang ae, tak sms kok, eh tapi nomornya yang mana ya?
A : 08 bla blab la bla I : lhoh itu nomormu to dek?
A : iya mas,,
I : ooo,,,
Begitulah awal perkenalan kami,, sekitar pertengahan bulan Mei 2008,,
Kemudian saya disibukkan dengan persiapan ujian semester 2. Di pertengahan masa-masa ujian, sekitar setelah waktu magrib, hp saya berbunyi, ternyata ada sms dari si dia, kakak yang tidak disangka-sangka, muncul, sms 3B, basa-basi biasa. Menanyakan kabar, kegiatan dan persiapan ujian. Diakhiri dengan
...
...
“Ya sudah selamat belajar, maaf mengganggu belajarmu…”
That’s all. Sampai ujian selesai, tidak ada komunikasi lagi diantara kami. Saya pun tidak mengharapkan sesuatu dari komunikasi itu, berlalu bagitu saja. Nothing special, not interested.
Sampai memasuki waktu liburan. Komunikasi kami kembali intens via sms, walaupun hanya sekedar berkirim sms lucu sesekali dan bertanya kabar seputar kegiatan sehari – hari selama liburan, basa- basi, lagi.
Sampai suatu hari di masa liburan, si kakak sms, ingin coba main ke rumah orang tua saya, tempat dimana saya tinggal. Saya jelas tidak keberatan, karena memang biasa saja, tidak menganggap adanya sesuatu yang special. Bertepatan dengan itu, tiba - tiba ada teman saya yang juga ingin main ke rumah saya, membawa temannya yang katanya tertarik pada saya, cieh,,, cieh Dan keduanya datang hampir bersamaan, hanya selang beberapa menit. Saya ditemui 3 laki-laki secara bersamaan, ehm, satu teman baik saya, satu temannya yang katanya ingin kenal saya dan si kakak kelas. Terjadi sedikit salah paham yang membuat si kakak merasa saya sengaja mengundang dua teman saya bersamaan dengan datangnya dia ke rumah untuk pertama kalinya. Si kakak merasa terintimidasi dengan kehadiran dua teman saya yang lebih dulu saya kenal daripada si kakak. Akhirnya si kakak tidak banyak bicara, hanya diam saja. Hehe hehe hehe,,,
Liburan usai, saya pun berniat kembali ke Surabaya untuk melanjutkan kuliah. Karena seringnya kami berkomunikasi, si dia, si kakak kelas pun ikut-ikutan kembali ke Kota Pahlawan begitu tahu saya akan berangkat esok harinya, hanya bermodal uang Rp 150. 000 untuk segera menemui saya.
Saya tidak menyangka kalau ternyata si kakak benar-benar ikut kembali ke Surabaya menyesuaikan dengan jam berapa saya berangkat, saya sih tidak terlalu ambil pusing, toh ada sekian banyak bus yang menuju ke Surabaya, jadi kemungkinan kami akan bertemu di bus yang sama adalah sangat kecil. Sejak pagi sebelum berangkat si kakak sudah intens berkomunikasi dengan saya via sms. Sepanjang perjalanan kami masih saling berkirim sms, sampai kami tahu bahwa bus yang masing-masing kami tumpangi saling berkejar-kejaran, saling mendahului. Saya mengira mungkin saya akan sampai lebih dulu daripada si kakak. Saya tidak pernah berpikir akan bertemu si kakak ketika saya turun di terminal. Sampai ada orang yang menyapa saya,,
I : Taksi mbak,, taksi,,
A : … (saya tidak menoleh sedikit pun, pandangan saya lurus menuju ke pool bus kota, saya jawab dengan gelengan kepala saja, sedang males banget untuk diganggu)
I : Taksi mbak,, taksi,,
A : … (saya jawab sambil lalu juga, tanpa menoleh sama sekali)
I : Taksi mbak,, taksi,, (sambil menepuk bahu saya)
A : Lhoh, kok disini, ngagetin aja,,
Si kakak cuma senyam-senyum sambil menjajari langkah saya. Saya sempat terbengong-bengong sebentar. Syok! Kaget beneran. Tidak pernah terpikirkan saya akan bertemu si kakak tepat ketika saya turun dari bus, apalagi sampai ditungguin sampai saya turun, karena ternyata bus yang ditumpangi si kakak lebih dulu sampai. Karena si kakak akhirnya membarengi saya di perjalanan selanjutnya sampai menuju kosan, saya jadi tidak bisa bersantai sejenak. Perasaan saya diwarnai dengan ketegangan yang membuat saya diam seribu bahasa, lebih diam daripada sendirian, selain masih syok, kaget, ketegangan saya adalah karena dibarengi oleh orang asing, belum terlalu saya kenal. Apapun yang jawaban yang keluar dari mulut saya ketika si kakak bertanya hanya ada jawaban “ya” dan “tidak”, tanpa penjelasan panjang. Saya pun semakin menekuk wajah saya, mencoba menyembunyikan ketegangan karena si kakak terus-terusan memandang saya. Bernafas pun rasanya tidak tenang. Jadi menyalahkan diri sendiri, kenapa bertemu pada saat tidak tepat, serasa digrebek karena sesuatu. Malu. Ingin sembunyi
Setelah menempuh perjalanan panjang, dari bus kota dan angkot yang rasanya berjalan semakin lambat, membuat saya semakin tidak tenang karena ada si kakak di sekitar saya. Padahal si kakak tidak berbuat apa-apa, hanya duduk dan diam saya, tapi rasanya seperti menghakimi saya saja, merasa diawasi. Fiuh,, saya baru bisa bernafas lega setelah turun dari angkot, mengakhiri perjalanan saya, meninggalkan si kakak yang masih berada di angkot. Serasa beban hidup berkurang separuh. Dalam hati langsung berucap,Alhamdulillah,, maaf mas, tidak bermaksud menghindari
Setelah pertemuan ketiga itu, komunikasi kami pun semakin intens hingga kami memutuskan untuk saling mengenal lebih dekat sejak 15 Agustus 2008. Selang beberapa bulan setelahnya, saya pun tahu bahwa pertanyaannya tentang no hp saya itu adalah sebuah ‘MODUS’. Bahwa sebenarnya dia telah tahu no hp saya sebelumnya dan hanya ingin memastikan bahwa itu adalah benar benar no hp pribadi saya. Dan kesempatan itu datang padanya,, eng ing eeeng,,,
Kemudian kami dipertemukan kembali dalam sebuah forum mahasiswa yang berasal dari satu SMA. Saya yang pada waktu itu merasa canggung karena merupakan satu-satunya perempuan yang hadir dalam forum yang mayoritasnya adalah laki-laki, tidak heran sih, karena memang kampus kami kampus teknologi yang memang mayoritas mahasiswanya adalah kaum adam. Jadi saya hanya diam saja, mendengarkan dan mengikuti bagaimana jalan dan arah pertemuan saat itu. Karena saya terlalu malu bertanya pada ketua forum akibat terlalu seringnya saya tidak hadir dalam undangan pertemuan, maka saya hanya berani bertanya pada ‘contact person’, orang yang ditugaskan untuk menghubungi anggota dan sebagai tempat bertanya. Dialah orangnya, orang yang saya lihat sebelumnya, kakak kelas yang itu. Dan saya pun memberanikan diri untuk bertanya,,
A : mas, nanti nek ada kabar-kabar apa gitu, aku di sms ya?
I : emang sebelumnya gak pernah dapat sms ya??
A : dapet sih, tapi jarang dapet sms langsung, tahunya dari temen lain,,
I : iya, tenang ae, tak sms kok, eh tapi nomornya yang mana ya?
A : 08 bla blab la bla I : lhoh itu nomormu to dek?
A : iya mas,,
I : ooo,,,
Begitulah awal perkenalan kami,, sekitar pertengahan bulan Mei 2008,,
Kemudian saya disibukkan dengan persiapan ujian semester 2. Di pertengahan masa-masa ujian, sekitar setelah waktu magrib, hp saya berbunyi, ternyata ada sms dari si dia, kakak yang tidak disangka-sangka, muncul, sms 3B, basa-basi biasa. Menanyakan kabar, kegiatan dan persiapan ujian. Diakhiri dengan
...
...
“Ya sudah selamat belajar, maaf mengganggu belajarmu…”
That’s all. Sampai ujian selesai, tidak ada komunikasi lagi diantara kami. Saya pun tidak mengharapkan sesuatu dari komunikasi itu, berlalu bagitu saja. Nothing special, not interested.
Sampai memasuki waktu liburan. Komunikasi kami kembali intens via sms, walaupun hanya sekedar berkirim sms lucu sesekali dan bertanya kabar seputar kegiatan sehari – hari selama liburan, basa- basi, lagi.
Sampai suatu hari di masa liburan, si kakak sms, ingin coba main ke rumah orang tua saya, tempat dimana saya tinggal. Saya jelas tidak keberatan, karena memang biasa saja, tidak menganggap adanya sesuatu yang special. Bertepatan dengan itu, tiba - tiba ada teman saya yang juga ingin main ke rumah saya, membawa temannya yang katanya tertarik pada saya, cieh,,, cieh Dan keduanya datang hampir bersamaan, hanya selang beberapa menit. Saya ditemui 3 laki-laki secara bersamaan, ehm, satu teman baik saya, satu temannya yang katanya ingin kenal saya dan si kakak kelas. Terjadi sedikit salah paham yang membuat si kakak merasa saya sengaja mengundang dua teman saya bersamaan dengan datangnya dia ke rumah untuk pertama kalinya. Si kakak merasa terintimidasi dengan kehadiran dua teman saya yang lebih dulu saya kenal daripada si kakak. Akhirnya si kakak tidak banyak bicara, hanya diam saja. Hehe hehe hehe,,,
Liburan usai, saya pun berniat kembali ke Surabaya untuk melanjutkan kuliah. Karena seringnya kami berkomunikasi, si dia, si kakak kelas pun ikut-ikutan kembali ke Kota Pahlawan begitu tahu saya akan berangkat esok harinya, hanya bermodal uang Rp 150. 000 untuk segera menemui saya.
Saya tidak menyangka kalau ternyata si kakak benar-benar ikut kembali ke Surabaya menyesuaikan dengan jam berapa saya berangkat, saya sih tidak terlalu ambil pusing, toh ada sekian banyak bus yang menuju ke Surabaya, jadi kemungkinan kami akan bertemu di bus yang sama adalah sangat kecil. Sejak pagi sebelum berangkat si kakak sudah intens berkomunikasi dengan saya via sms. Sepanjang perjalanan kami masih saling berkirim sms, sampai kami tahu bahwa bus yang masing-masing kami tumpangi saling berkejar-kejaran, saling mendahului. Saya mengira mungkin saya akan sampai lebih dulu daripada si kakak. Saya tidak pernah berpikir akan bertemu si kakak ketika saya turun di terminal. Sampai ada orang yang menyapa saya,,
I : Taksi mbak,, taksi,,
A : … (saya tidak menoleh sedikit pun, pandangan saya lurus menuju ke pool bus kota, saya jawab dengan gelengan kepala saja, sedang males banget untuk diganggu)
I : Taksi mbak,, taksi,,
A : … (saya jawab sambil lalu juga, tanpa menoleh sama sekali)
I : Taksi mbak,, taksi,, (sambil menepuk bahu saya)
A : Lhoh, kok disini, ngagetin aja,,
Si kakak cuma senyam-senyum sambil menjajari langkah saya. Saya sempat terbengong-bengong sebentar. Syok! Kaget beneran. Tidak pernah terpikirkan saya akan bertemu si kakak tepat ketika saya turun dari bus, apalagi sampai ditungguin sampai saya turun, karena ternyata bus yang ditumpangi si kakak lebih dulu sampai. Karena si kakak akhirnya membarengi saya di perjalanan selanjutnya sampai menuju kosan, saya jadi tidak bisa bersantai sejenak. Perasaan saya diwarnai dengan ketegangan yang membuat saya diam seribu bahasa, lebih diam daripada sendirian, selain masih syok, kaget, ketegangan saya adalah karena dibarengi oleh orang asing, belum terlalu saya kenal. Apapun yang jawaban yang keluar dari mulut saya ketika si kakak bertanya hanya ada jawaban “ya” dan “tidak”, tanpa penjelasan panjang. Saya pun semakin menekuk wajah saya, mencoba menyembunyikan ketegangan karena si kakak terus-terusan memandang saya. Bernafas pun rasanya tidak tenang. Jadi menyalahkan diri sendiri, kenapa bertemu pada saat tidak tepat, serasa digrebek karena sesuatu. Malu. Ingin sembunyi
Setelah menempuh perjalanan panjang, dari bus kota dan angkot yang rasanya berjalan semakin lambat, membuat saya semakin tidak tenang karena ada si kakak di sekitar saya. Padahal si kakak tidak berbuat apa-apa, hanya duduk dan diam saya, tapi rasanya seperti menghakimi saya saja, merasa diawasi. Fiuh,, saya baru bisa bernafas lega setelah turun dari angkot, mengakhiri perjalanan saya, meninggalkan si kakak yang masih berada di angkot. Serasa beban hidup berkurang separuh. Dalam hati langsung berucap,Alhamdulillah,, maaf mas, tidak bermaksud menghindari
Setelah pertemuan ketiga itu, komunikasi kami pun semakin intens hingga kami memutuskan untuk saling mengenal lebih dekat sejak 15 Agustus 2008. Selang beberapa bulan setelahnya, saya pun tahu bahwa pertanyaannya tentang no hp saya itu adalah sebuah ‘MODUS’. Bahwa sebenarnya dia telah tahu no hp saya sebelumnya dan hanya ingin memastikan bahwa itu adalah benar benar no hp pribadi saya. Dan kesempatan itu datang padanya,, eng ing eeeng,,,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar