Bismillahhirrahmannirrahim.
Assalamu’alaikum warahmatullahi
wabarakatuh...
Maunya langsung post soal FET (Frozen Embryo Transfer) aja, tapi biar post-nya urut sesuai dengan apa yang saya alami dan jalani,
akhirnya yang di post duluan adalah
soal Laparoskopi. Bismillahhirrahmannirrahim… Yuk…
Tiga sampai empat tahun lalu, saya
bergidik ketika salah seorang sahabat saya curhat kalau dia sedang dalam masa
pemulihan pasca menjalani Operasi Laparoskopi. Membaca ataupun mendengar kata
operasi diucapkan, saya ngeri sendiri. Bener. Ngeri. Takut. Dan sekaligus
berdoa agar saya tidak akan pernah menjalani operasi, operasi apapun itu. But here we come, kita tidak pernah tahu
takdir apa yang akan terjadi pada kita, apa yang sedang menanti kita di depan
sana. Setahun yang lalu, sayapun menjalani operasi itu juga, Operasi
Laparoskopi, operasi yang tidak pernah saya bayangkan dalam hidup saya akan
saya alami dalam proses kami mengejar cita-cita kami, impian kami. Ketika kabar
kehamilan saya publikasikan ke medsos saya, atas ijin pak suami juga tentunya,
sahabat saya yang curhat bertahun lalu, langsung menghubungi saya, bahwa dia
ikut terharu dan menangis. Begitulah, perjuangan kami menjadi orang tua tidak
pernah semudah pasangan lain diluar sana. Alhamdulillah, Allah subhanahu wa ta’alaa
selalu menguatkan orang-orang seperti kami. Alhamdulillah…
Di awal saya melakukan screening awal dengan dokter Nando, saya
sudah mengatakan pada beliau kalau saya memiliki mioma dan penyempitan saluran
tuba falopii di sebelah kanan, yang mungkin menjadi salah satu penyebab saya
belum pernah hamil sama sekali sejak menikah. Operasi Laparoskopi disarankan
oleh dokter Nando dengan tujuan memberikan banyak ruang kepada bayi kami untuk
tumbuh berdasarkan program yang kami ikuti, IVF.
Tadinya saya ragu banget ya, takut
sih lebih tepatnya, kalau bisa sih nggak usah gitu ya, hehehe. Karena seumur
hidup saya, Alhamdulillah saya tidak pernah mengalami sakit yang mengharuskan
saya untuk menginap di rumah sakit, diinfus, apalagi operasi, wong disuntik saja saya takut. Jadi
membayangkannya aja sudah membuat saya lemas. Pengennya kabur aja, tapi udah
kepalang nyebur, mau nggak mau mesti ‘basah’ seluruhnya. MasyaAllah.
Sebelum saya tindakan OPU, saya
pun sempat bertanya lagi kepada beliau, haruskah saya menjalani operasi
Laparoskopi ini? Beliau pun menjawab ‘iya’ dengan tegas. Makin dijelaskanlah
sama beliau bahwa tujuan operasi Laparoskopi untuk saya adalah pertama
memberikan ruang yang cukup untuk bayi saya nanti, kedua tentu menyembuhkan
saya dari penyakit dan gangguan kesuburan tersebut dan ketiga adalah sekalian
membenarkan saluran tuba falopii saya yang menurut pemeriksaan sebelumnya (HSG)
terlihat menyempit. Makin lemas lah saya. Dan tahu-tahu jadwal operasi
Laparoskopi saya sudah dijadwalkan oleh dokter Nando dan suami saya. Saya masih
lemas dan nge-blank, lhah suami saya
sudah iya-iya dan oke-oke saja disebelah saya. What? Rasanya pengen mukulin suami saya deh, yang mau operasi saya,
saya masih takut, saya masih perlu menata hati, nah dia udah main iya-iyaan dan
oke-okean sama dokter Nando. Sampai rumah pun saya sudah mau nangis, protes
sama suami saya. Tapi kemudian saya diingatkan oleh pertanyaan yang saya
sendiri sudah tahu pasti jawabannya. ‘Bagaimana jika ini adalah jalan
satu-satunya untuk saya jadi lebih sehat?’ ‘Bagaimana jika ini adalah jalan
yang sudah Allah subhanahu wa ta’alaa atur dan tuliskan sebagai jalan kami untuk
memiliki keturunan?’ Makin mewek lah saya dijawab begitu, karena jalan yang
akan saya lalui MasyaAllah begitu luar biasa buat saya, dan begitu juga untuk
suami saya. I know that for sure. Berat
juga baginya untuk menjalani ini dengan saya, memiliki istri yang belum bisa
hamil normal dan harus melalui segala prosedur program yang tidak pernah
terbayangkan sebelumnya. MasyaAllah. Tapi balik lagi, bahwa mungkin benar,
inilah jalan yang Allah subhanahu wa ta’alaa sudah atur dan tuliskan sebagai
ujian untuk kehidupan rumah tangga kami. Kami bisa apa? Bersabar dan
mengikhlaskan segalanya sesuai dengan jalan Allah subhanahu wa ta’alaa. Semoga
segala tetesan air mata keikhlasan dan tetesan keringat ikhtiar kami menjadi
tabungan kami di akhirat kelak.
Jadi, saya dijadwalkan menjalani operasi Laparoskopi
hari Kamis, 6 Juli 2017 jam 14.00 WIB di RSIA Bunda Jakarta. Baru setahun yang
lalu ya, jadi masih inget aja saya, gimana dag-dig-dug-nya saya menunggu hari
itu.
Apa sih
sebenarnya Operasi Laparoskopi itu?
Kalau menurut sepengetahuan saya nih ya, gampangnya,
Operasi Laparoskopi adalah suatu teknik operasi melihat ke dalam perut tanpa
melakukan pembedahan besar. Jadi operasi dilakukan dengan menggunakan peralatan
medis serba kecil, termasuk diantaranya adalah penggunaan kamera mikro yang
dimasukkan ke dalam tubuh pasien saat operasi untuk melihat kondisi di dalam
perut. Jadi bekas luka yang timbulpun lebih minim dan recovery diyakini lebih cepat karena bekas luka yang kecil
tersebut. Kalau menurut definisi resmi silakan googling sendiri disini ya.
Sedangkan yang saya alami, di perut saya terdapat
empat titik dengan masing-masing titik selebar kurang lebih 1 cm, diantaranya
adalah di pusat/ pusar, di perut bawah kanan dan kiri dan terakhir di atas kelamin.
Melalui empat titik ini, tim dokter yang melakukan Operasi Laparoskopi untuk
saya, mengambil kista, mioma dan endometriosis yang diyakini menghambat
kehamilan saya secara normal dan mungkin mengganggu program kehamilan yang akan
saya jalani selanjutnya di Morula IVF Jakarta.
Dimana saya
melakukan Operasi Laparoskopi?
Saya melakukan Operasi Laparoskopi di RSIA Bunda
Menteng, Jakarta Pusat sesuai dengan rujukan dari dokter yang merawat saya
untuk program kehamilan yang saya ikuti.
Samakah
Operasi Laparoskopi yang saya jalani di RSIA Bunda dengan RS lain?
Untuk soal ini saya kurang tahu ya, tergantung dari
peralatan dan teknologi medis yang RS miliki mungkin. Beruntungnya saya bisa
melakukan Operasi Laparoskopi di RSIA Bunda Menteng, Jakarta Pusat yang
memiliki teknologi dan peralatan medis yang cukup modern, ditangani oleh
dokter-dokter yang ahli dibidangnya menggunakan peralatan medis tersebut jika
dibandingkan dengan RS lain. Karena saya pernah dengar di RS lain, masih ada
yang RS yang melakukan operasi pengambilan kista, mioma dan endometriosis dengan
cara pembedahan besar. Jadi, balik lagi, tergantung RS-nya, memiliki
teknologinya dan dokter yang ahli menggunakan peralatan medis tersebut atau
tidak.
Untuk pasien
program di Morula IVF Jakarta (Inseminasi ataupun IVF), bisakah melakukan Operasi
Laparoskopi di RS lain selain RSIA Bunda Jakarta?
BISA, Tapi TIDAK DISARANKAN. Sebenarnya dokter Nando
pun membebaskan kami untuk memilih mau operasi dimana karena kita tahu bahwa
biaya Operasi Laparoskopi di RSIA Bunda Jakarta memang sangat mahal jika dibandingkan
dengan RS lain. Tapi berdasarkan informasi yang kami peroleh (dari dokter Nando
dan suster Diana), mereka tidak menyarankan operasi di RS lain dengan dokter
lain. Karena berdasarkan pengalaman pasien lain sebelum-sebelumnya yang
melakukan Operasi Laparoskopi di RS lain dengan dokter lain, dokter yang
mengoperasi kebanyakan tidak memperhatikan bahwa kami ini pasien program IVF
yang karenanya paramedis perlu untuk sangat berhati-hati dalam menangani kami.
Dokter yang mengoperasi harus berhati-hati untuk mempertahankan kondisi rahim
kami. Sementara yang kebanyakan terjadi adalah tim dokter yang mengoperasi di
RS lain kurang memperhatikan itu, walaupun sudah diinfokan saat konsultasi
sebelumnya, tapi pada prakteknya kebanyakan tidak sesuai.
Bagaimana jika sudah terlanjur? Efeknya bagaimana?
Kalau sudah terlanjur ya mau bagaimana lagi, wong sudah terjadi. Efeknya pada kita yang pasien program, saya
juga kurang paham sih sebenarnya, kita cuma berusaha untuk meminimalisir resiko
dan memaksimalkan kemungkinan keberhasilan program yang kita jalani. Begitu
intinya. Kita mungkin tidak pernah tahu bagaimana hasilnya nanti, tapi kita
bisa berusaha menghindari yang terburuk jika kita mempersiapkan segalanya
dengan baik.
Berapakah
biaya tindakan Operasi Laparoskopi di RSIA Bunda Jakarta?
Untuk kasus saya, saya habis sekitar 52 juta, dengan excess kurang lebih satu juta karena
naik kelas kamar rawat inap, kamar yang kami tuju habis, sehingga kami terpaksa
naik kelas kamar ke kelas Perdana kalau nggak salah. Tapi Alhamdulillah semua
biaya di-cover oleh asuransi kantor
suami saya dan excess satu jutanya ditagihkan
ke kantor suami, pun suami saya tidak diminta untuk mengganti kelebihan excess-nya.
Berapakah
biaya tindakan Operasi Laparoskopi di RS lain?
Soal ini saya nggak tahu pasti ya, saya cuma pernah
mendengar saja kalau biaya Operasi Laparoskopi di RS lain jauh lebih murah jika
dibandingkan dengan RSIA Bunda Jakarta. Ada yang bilang hanya sekitar 30 juta,
ada juga yang hanya 10 juta. Bedanya dimana saya pun kurang tahu. Tapi sebagai
pasien program di Morula tentu saya nggak berani mengambil resiko untuk operasi
di tempat lain dengan dokter lain dengan alasan yang saya sebutkan sebelumnya.
Bisakah
menggunakan asuransi untuk tindakan Operasi Laparoskopi di RSIA Bunda Jakarta?
BISA. Saya sendiri menggunakan fasilitas asuransi
dari kantor suami. Alhamdulillah ter-cover
seluruhnya. Untuk asuransi apa saja yang diterima saya kurang tahu ya. Mungkin
bisa dikonsultasikan dengan Ibu Santi bagian Asuransi RSIA Bunda Jakarta.
Bagaimana
dengan BPJS Kesehatan? Apakah meng-cover
tindakan Operasi Laparoskopi di RSIA Bunda Jakarta?
Nah untuk BPJS Kesehatan saya kurang tahu ya sudah
bekerjasama dengan RSIA Bunda atau belum. Saat saya melalui tindakan operasi
Laparoskopi, setahu saya belum ada fasilitas BPJS di RSIA Bunda, nggak tahu
kalau sekarang.
Siapakah yang
melakukan tindakan Operasi Laparoskopi saya?
Yang melakukan tindakan Operasi Laparoskopi untuk
saya tentu adalah dokter Nando (dr. Aryando Pradana, SpOG) beserta tim dokter
dari RSIA Bunda. Inilah keuntungan dari mengikuti program kehamilan di Morula
IVF Jakarta, dokter yang merawat kita untuk program bisa sekaligus melakukan
operasi yang diperlukan untuk kita, bukan dialihkan ke dokter lain, sehingga
kesehatan dari peralatan reproduksi kita yang nantinya akan diikutkan dalam
program kehamilan bisa terpantau dengan baik.
Mengapa tidak
melakukan Operasi Laparoskopi dulu sebelum mengikuti program kehamilan atau
sebelum dilakukan tindakan OPU?
Sebaiknya sih kalau menurut saya kita ikut program
kehamilan terlebih dahulu, kemudian dokter akan memutuskan tindakan-tindakan
apa saja yang dapat mendukung keberhasilan program yang kita ikuti, salah
satunya adalah tindakan Operasi Laparoskopi, apakah diperlukan atau tidak. Nah
untuk alasan mengapa tidak Operasi Laparoskopi dulu sebelum OPU adalah karena
tindakan Operasi Laparoskopi dapat mempengaruhi kondisi alami rahim dan
peralatan reproduksi di sekitar rahim kita (yang kita usahakan pertahankan
kondisi alaminya untuk pertumbuhan bayi kita nantinya). Dikhawatirkan Operasi
Laparoskopi dapat mempengaruhi produksi sel telur yang nantinya akan kita
gunakan untuk program kehamilan melalui IVF. Menurut info yang saya peroleh,
tindakan Operasi Laparoskopi sebelum tindakan OPU dapat mengurangi jumlah
produksi telur si calon ibu. Nah, kita nggak mau kan kehilangan telur-telur
terbaik kita sebelum memulai program? Itulah alasan utamanya, apapun yang tim
dokter sarankan semata-mata adalah demi meningkatkan keberhasilan dari program
kehamilan yang kita ikuti. Walaupun keputusan akhir tetap berada pada Sang
Pemilik Kehidupan, Allah subhanahu wa ta’alaa.
Apa saja
persiapan untuk tindakan Operasi Laparoskopi?
Saya nggak ada persiapan khusus ya, tetep menghindari
makanan dan minuman yang tidak dianjurkan sejak mengikuti program, mengkonsumsi
makanan dan minuman yang dianjurkan, olah raga teratur dan menjaga badan untuk
tetap fit tanpa boleh sakit seringan apapun. Sejak mengikuti program kehamilan
saya tetap stop teh, kopi, soda, DCC, cokelat sampai berhasil hamil di usia
kandungan 12w, atau sudah dinyatakan save
oleh dokter, bisa konfirmasi juga soal pantangan ke suster koordinator.
Untuk pantangan sebelum Operasi Laparoskopi, saya
agak-agak lupa ya, hehehe, karena ngasih tahunya H-1 by phone, jadi saya nggak ada catatan sama sekali. Seingat saya
sih, nggak boleh makan makanan karbohidrat, daging, sayur, makanan yang
mengandung serat, karena kita diwajibkan untuk berpuasa sebelumnya. Sebagai
catatan, puasanya harus bagus karena posisi bagian tubuh bawah (perut, yang
akan melalui proses operasi) akan lebih tinggi daripada bagian tubuh atas, jika
puasanya tidak bagus, tidak mematuhi pantangan sebelum operasi misalnya,
dikhawatirkan akan muntah sebagai akibat dari posisi operasi ini.
Yang jadi pertanyaan, makan ini itu nggak boleh, trus
makan apa dong? Hehehe. Itu juga yang saya keluhkan. Memang jadi luapaaar luar
biasa. Kalau saya, seingat saya, saya hanya makan bubur sumsum aja selama
seharian itu, dibuatkan bubur sumsum sama ibu saya. Bubur sumsum dan air putih.
Memang lapar banget ya jadinya, tapi mau gimana lagi, lapar itu akan teratasi
kalau kita sudah ke RSIA dan mendapatkan infuse glukosa, nggak akan ada lagi
keluhan lapar, hehehe.
Bagaimana step by step prosesnya?
Sebelum datang di hari-H operasi, kita diwajibkan
untuk berkonsultasi dengan dokter spesialis anestesi yang ada di RSIA Bunda.
Konsultasi maksimal di H-2 tindakan operasi. Disitu kita akan dijelaskan secara
rinci persiapan apa saja yang perlu dilakukan untuk menghadapi operasi dan
bagaimana prosedur tindakan operasi yang akan dilakukan pada tubuh kita. Ketemu
dokter anestesi ini juga agak-agak bikin deg-deg-an kalau saya. Namanya juga
nggak pernah operasi jadi segalanya terasa sangat baru dan menegangkan untuk
saya.
Jadwal operasi saya sempat mau dimajukan oleh pihak
RSIA Bunda karena berbagai hal, tapi berhubung saat itu masih libur Lebaran,
saya masih di Caruban, belum konsultasi ke dokter anestesi juga, jadi
Alhamdulillah jadwal operasi saya tetap di Hari Kamis, 6 Juli 2017. Yes, benar, jadwal operasi saya berada
di minggu pertama masuk pasca libur Lebaran. Jadi semua orang mikirin berkumpul
bersama keluarga untuk berlebaran, saya malah dag-dig-dug tegang mikirin
operasi, hehehe.
Saya dijadwalkan konsultasi dengan dr. Riviq , Sp. An
di Hari Selasa, 4 Juli 2017, tapi ternyata dr. Riviq tidak praktek (mungkin
masih cuti Lebaran kali ya, hehe) digantikan oleh dr. Dian Citra Resmi, Sp. An.
Dijelaskan apa saja oleh dokter anestesi? Beliau menjelaskan segala prosedur
operasi, bahwa operasi akan dilakukan dengan bius total selama kurang lebih 3-4
jam. Posisi pasien saat operasi akan ditidurkan telentang dengan meninggikan
bagian tubuh bawah (perut, yang akan dioperasi) lebih tinggi daripada bagian
tubuh atas (kepala). Setelah dibius, pasien akan dipasangi alat bantu
pernapasan yang berupa selang melalui mulut. Karenanya kualitas puasa harus
bagus untuk menghindari muntah saat dan pasca operasi yang diakibatkan oleh
posisi bagian tubuh bawah lebih tinggi daripada kepala sehingga bagian tubuh
bawah akan bergeser ke atas menuju kepala. Puasa dilakukan 8 jam sebelumnya,
tetapi H-1 akan dikonfirmasi kembali oleh suster bagian kamar operasi tentang
bagaimana tata cara puasa yang dianjurkan dan apa saja yang boleh dikonsumsi
sebelumnya. Semata-mata adalah untuk menghindari muntah dan hal-hal yang tidak
diinginkan selama dan pasca operasi.
Di hari-H operasi, pasien diharapkan untuk datang ke
RSIA Bunda dan melakukan pendaftaran operasi dan rawat inap di bagian admission operasi. Saya datang pagi,
sekitar jam 7 atau jam 8 pagi, karena jadwal operasi siang, maksimal masuk
ruang rawat inap adalah pagi di hari-H. Setelah prosedur pendaftaran selesai,
saya diantar ke ruang rawat inap dan kemudian menunggu suster yang bertugas
untuk melakukan pengecekan kondisi awal. Apa aja yang di cek? Banyak, suster
akan membawakan daftar wawancara singkat tentang riwayat kesehatan pasien dan
keluhan apa saja yang pernah dialami pasien, menginformasikan kepada dokter
Nando kemudian kembali menemui pasien dan memberikan tindakan awal apa saja
sesuai instruksi dari dokter Nando.
Karena saya memiliki riwayat sakit maag, saya diminta
untuk minum obat maag yang sudah disediakan suster, memasukkan obat lewat
belakang (maaf dubur), karena saya sempat mengeluhkan nyeri di perut bawah dan
melakukan skin test, karena saya
pernah mengalami alergi obat antibiotik tapi lupa nama dan jenisnya sehingga
suster perlu melakukan skin test. Apa
itu skin test? Skin Test adalah tes
alergi obat yang dilakukan di bawah kulit. Jadi suster akan menginjeksikan obat
tertentu di bawah kulit kita. Skin test
di tubuh saya dilakukan di lengan kanan. Rasanya gimana? Sakit banget yaaa,
pedih, perih, panas dan nyeri jadi satu, di bawah kulit ini, bukan di daging.
Jadi begitu jarum masuk, jarum akan dibelokkan ke kanan ke kiri, di ongkek
sana, ongkek sini, entah apa tujuannya. Sakit banget pokoknya. Setelah itu
lokasi skin test akan ditandai, dibuletin dengan menggunakan pulpen.
Setelah itu, saya diminta untuk menunggu suster lain
yang bertugas untuk melakukan cukur rambut kemaluan. Fungsinya apa? Untuk
menghindari lengket terkena darah. Memang sih, bekas lukanya akan kecil, hanya
sebesar kurang lebih 1 cm, tapi memang begitulan prosedurnya, kita kan nggak
pernah tahu apa yang akan terjadi nanti. Selain itu, lokasi operasi salah
satunya adalah berada di atas kemaluan, oleh sebab itu rambut kemaluan perlu
dicukur. Cukurnya pakai apa? Pakai alat cukur elektrik dengan mata pisau yang
baru milik rumah sakit. Bagi yang belum pernah mencukur rambut kemaluan seperti
saya, rasanya geli banget ya… Asli geli, saya sampai ketawa-ketawa dan suster
sampai berhenti beberapa kali karena saya kegelian banget.
Selanjutnya berganti pakaian pasien dan menunggu
suster lain yang bertugas untuk memasang infus dan kemudian saya diantar suster
ke ruang operasi dengan menggunakan kursi roda. Saya pikir nih ya diantarnya
pakai kursi roda itu sampai ke ruang operasi, ternyata sampai di balik pintu
ruang operasi aja. Hahaha, ngarep eksklusif. Terus lanjutannya gimana? Ya
diantar, tapi jalan kaki, diminta naik ke meja operasi sendiri. Disitu saya
berasa tegang banget. Bayangin ya, di siaran TV, film ataupun drama yang biasa
saya tonton, biasanya di gledek sampai ke meja operasi, entah itu dibius duluan
atau sebelum dibius. Ini jalan kaki, diminta tiduran sendiri di meja operasi,
berasa banget mau diadili. Lebay :D
Saya diminta menyamankan diri di meja operasi.
Menyamankan gimana maksudnya? Menyamankan letak kaki yang ternyata ditekuk.
Jadi pertama kali kita duduk di meja operasi dengan paha yang ditopang seperti
duduk dan kemudian rebahan di meja operasi. Aduh bingung gimana menjelaskannya,
semoga paham maksud saya ya. Buat kaki senyaman mungkin, bilang ke susternya
jika perlu ditinggikan atau direndahkan posisi topangan kakinya. Karena operasi
akan memakan waktu lama, jika pasien tidak menyamankan diri dan kaki,
dikhawatirkan nanti saat bangun pasca operasi, kaki akan pegel-pegel. Begitu
kata suster yang bertugas membantu proses operasi saya. Setelah menyamankan
diri di meja operasi, dokter anestesi datang menyapa saya dan langsung mengajak
mulai sambil menginjeksikan 3 ampul suntikan yang berisi obat bius. Tiga sampai
empat jam kemudian saya bangun dan sudah berada di ruang pemulihan dengan badan
tertutup selimut penghangat yang dihubungkan dengan kaki saya, selang infus di
tangan kanan dan kiri, terpasang kateter di saluran kencing saya dan selang
oksigen di hidung saya. Apa fungsi selimut penghangat itu? Jadi ketika saya
terbangun pertama kali, saya merasa sangat kedinginan dan menggigil. Beruntung
badan saya tertutup selimut penghangat tersebut selama beberapa waktu sehingga
saya tidak begitu merasa kedinginan.
Ketika saya terbangun pertama kali di ruang
pemulihan, yang pertama kali saya lakukan adalah melihat kanan kiri mencari
suster, menanyakan jam berapa saat itu, jam berapa proses operasi saya selesai
dan mencari suami saya. Kalau saya tidak salah ingat, saya mulai disuntik bius
sekitar jam 1 lebih, kemudian berdasarkan info dari suster, operasi saya
selesai di jam 16.30 WIB dan saya terbangun di jam 18.30 WIB. Setelah menunggu
beberapa saat, selimut penghangat dilepaskan dari badan saya, dan saya akan
dipindahkan ke kamar. Tapi sebelumnya saya akan diantar ke ruangan lain sambil
menunggu giliran diantar ke kamar rawat inap.
Infus yang melekat di tangan saya pasca Operasi Laparoskopi |
Di ruangan lain tersebut, saya langsung refleks
menangis ketika melihat kedua orang tua saya. Iya, saya cengeng. Entah mengapa
perasaan saya saat itu sangat sedih, saya merasa sangat bersalah kepada orang
tua saya. Sedih karena memiliki anak seperti saya yang rasanya merepotkan
sekali, meminta orang tua saya ikut menunggui dan merawat saya lagi setelah
sedewasa ini, karena sakit dan program hamil yang akan saya jalani. Tapi, orang
tua mana yang rela membiarkan anaknya sendirian di saat sulit seperti yang kami
alami? Tidak ada. Kalaupun saya tidak jujur, mungkin saya malah berdosa karena
mengesampingkan orang tua saya. Bahwa orang tua saya pun ingin mendampingi kami
melalui saat-saat sulit, mendampingi dan men-support kami menghadapi ujian untuk kehidupan rumah tangga kami.
Kurang lebih jam 21.00 WIB saya diantar ke kamar
rawat inap. Oh iya, sejak bangun pertama kali, saya merasa ingin muntah tapi
ternyata sulit dan tidak bisa keluar. Apa yang dimuntahkan? Padahal kan puasa
sebelumnya? Jadi yang dimuntahkan adalah sisa obat bius dan alat bantu
pernafasan yang berupa selang yang dimasukkan ke dalam mulut saya pasca dibius
total. Kok saya tahu, kan dibius total? Ya ituuu, kan sebelumnya diminta untuk
konsultasi dengan dokter spesialis anestesi, disitu kita dijelaskan semua
tentang prosedur operasi dan tindakan apa saja yang dikenakan terhadap tubuh
pasien.
Cara membuang sisa-sisa obat yang ikut masuk ke tenggorokan
saya ternyata perlu dirangsang terlebih dahulu untuk mengeluarkan sisa bius
tersebut. Jadi saya dibuatkan bubur sumsum oleh suster di jam 23.00, dan benar
saja, setelah beberapa suap, dan beberapa menit kemudian keluarlah cairan
bening beserta bubur sumsum yang saya makan sebelumnya. Seketika itu saya
merasa lega. Kemudian saya diminta istirahat dan diijinkan makan setelah saya
bisa kentut, untuk membuang gas-gas sisa operasi melalui belakang, tanda
pencernaan saya siap bekerja dengan normal kembali. Alhamdulillah saya bisa
kentut pertama kali di jam 03.00 WIB dini hari.
Proses makan pertama kali buat saya agak drama ya,
hehehe. Karena ternyata seluruh organ pencernaan saya menyempit sebagai akibat lamanya
waktu puasa sebelum operasi dan naiknya organ pencernaan saya pasca operasi.
Jadi, sensasi menelan makanan pertama kali itu begitu menyakitkan untuk saya
sehingga makanan yang masuk hanya sedikit. Tapi, rasa sakit itu InsyaAllah akan
berangsur-angsur menghilang dengan sendirinya, tidak perlu perawatan khusus
apapun, hanya dipakai makan dan minum saja semampunya.
Oh iya, kita perlu belajar duduk, berdiri dan
berjalan ya, setelah berbagai prosedur operasi dll tersebut kita tidak
menggunakan tubuh dan kaki kita dengan maksimal. Karena untuk pipis pun masih
menggunakan kateter sehingga perlu belajar duduk, berdiri dan berjalan. Rasanya
gimana? Agak berat kalau menurut saya, karena pasca operasi kita hanya tiduran
saja. Jikalau ada rasa pusing dan kliyengan sedikit itu wajar. Dan jika pusing
terasa sangat mengganggu, langsung istirahat dan rebahan kembali, jangan
memaksakan diri.
Selain itu, saya mengalami sedikit pendarahan juga
ya. Mirip darah haid, keluar dari vagina, hanya saja ini yang keluar adalah
darah segar. Sakitkah? Tidak sama sekali. Darah ini keluar sebagai akibat dari
sisa-sisa Operasi Laparoskopi yang saya jalani dan ini sangat wajar terjadi.
Sampai berapa lama? Kurang lebih semingguan ya, nggak sampai seminggu malah,
cuma sebentar saja, jadi usahakan untuk membawa spare pembalut wanita saat menjalani rawat inap untuk berjaga-jaga.
Selanjutnya saya dirawat selama dua hari di RSIA
Bunda dan diijinkan pulang di hari Sabtu, 8 Juli 2017 pasca cek terakhir oleh
dokter Nando. Tapi malam hari sebelum pulang kondisi HB saya sempat drop jauh dari sebelum operasi sehingga
saya harus menerima transfusi HB 2 ampul. Kembali lagi untuk cek jahitan ke
dokter Nando di klinik BIC – Morula IVF Jakarta seminggu kemudian, dan pesan
suster, jahitan nggak boleh kena air sama sekali ya, jadi harus hati-hati
mandinya.
Adakah keluhan atau efek samping pasca Operasi Laparoskopi?
Kalau saya nggak punya keluhan berarti ya, bahkan
bisa dikatakan TIDAK ADA. Alhamdulillah saya pulih dengan cepat. Hanya saja,
saya mendapatkan PR makan dari dokter Nando. Punya dokter yang nggak pro obat
sama sekali itu bisa jadi keuntungan dan kelemahan. Keuntungannya kita nggak
melulu dicekoki dengan berbagai macam obat-obatan. Tapi, kelemahannya adalah
terkadang beliau memberi kita PR makan. Yes,
asupan makanan dianggap sebagai obat alami untuk tubuh. Jadi apa PR saya? Makan
ati (ati sapi, ati ayam) selama sebulan penuh sebagai pengganti obat yang
diharapkan bisa mengembalikan kondisi normal HB saya. Jadi ketika saya pulang,
saya sama sekali tidak dibawain obat apapun, hanya pereda nyeri yang dikonsumsi
oral dan via belakang (dubur). PR makan buat saya jauh lebih berat jika
dibandingkan dengan PR minum obat, karena yang kita lawan adalah diri kita
sendiri, melawan ego dan rasa bosan. Tapi, jika itu adalah yang terbaik untuk
kesehatan kita, kita bisa apa. Dijalani saja dengan ikhlas karena Allah
subhanahu wa ta’alaa.
Berapa lama
waktu penyembuhan Operasi Laparoscopi?
Saya melalui Operasi Laparoskopi tanggal 6 Juli 2017,
kemudian saya menjalani FET pertama saya di tanggal 27 Agustus 2017, jadi
langsung ya, langsung di siklus berikutnya. Alhamdulillah penyembuhan saya
pasca Operasi Laparoskopi terhitung cepat kalau menurut saya, karena saya sudah
bisa menjalani FET di siklus berikutnya. Saya pernah membaca di salah satu post ig bahwa jika ingin menjalani
program kehamilan pasca menjalani Operasi Laparoskopi ya setahun pasca operasi
adalah waktu emas untuk memaksimalkan, karena jika sudah diatas satu tahun
dikhawatirkan mioma, kista dan endometriosis tumbuh kembali, mengganggu atau
bahkan menghambat program kehamilan yang diikuti.
Bagaimana
proses penyembuhan saya pasca Operasi Laparoskopi?
Seperti yang sudah saya ceritakan sebelumnya kalau
saya nggak dibawain obat sama sekali oleh dokter Nando. Obat yang saya bawa
adalah hanya obat pereda nyeri yang diminum oral dan dimasukkan lewat belakang
(maaf, dubur). Obat pereda nyeri diresepkan kurang lebih untuk 3-5 hari
berikutnya. Saya hanya minum obat pereda nyeri yang oral saja, sementara yang
lewat belakang tidak saya gunakan. Kenapa? Saya merasa tidak nyaman dengan obat
itu, karena lokasinya disitu, hehehe. Walaupun harus berdebat dulu sih sama ibu
dan ibu mertua saya soal itu, khawatir saya nggak sembuh-sembuh, atau makin
lama sembuhnya, mungkin ini juga salah satu faktor kenapa saya mengeluhkan
nyeri di perut bawah setelah naik motor sendiri.
Selain PR makan dari dokter Nando, saya juga mengkonsumsi
Ikan Gabus atau Ikan Kutuk (kalau dalam Bahasa Jawa) yang katanya bagus untuk
penyembuhan pasca operasi. Diapakan ikannya? Seharusnya di kukus untuk
mempertahankan lendirnya yang dipercaya berkhasiat. Tapi kalau saya takut
amisnya, takut nggak ketelan, jadi digoreng tepung saja. Jadi selama sebulan
itu lauk yang saya makan hanya ati ampela ayam dan hati sapi sebagai PR dari
dokter Nando dan Ikan Gabus Goreng, dimasak ganti-gantian. Saya nggak masak
sendiri ya, saya dirawat oleh ibu saya dan ibu mertua saya yang bergantian
menunggui saya pasca Operasi Laparoskopi sampai tindakan FET pertama.
Nah, untuk perawatan luka, saya dijadwalkan kontrol
luka jahitan seminggu setelah saya boleh pulang di tanggal 15 Juli 2017. Selama
dirumah, suster di RSIA berpesan untuk jangan sampai luka jahitan bekas operasi
saya terkena air sampai kontrol berikutnya dengan dokter Nando. Jadi saya
mandinya gimana? Ini yang lucu. Perut saya di wrap dengan plastic wrap kemudian bagian atasnya ditali
karet mengelilingi perut agar tidak kemasukan air sama sekali. Antara usaha
sama lebay ya, hahaha. Yaaa, semua kami lakukan sesuai pesan suster, karena
serumah sama-sama nggak pernah operasi, jadi kami berusaha menjaga dari segala
kemungkinan. Dikhawatirkan jika terkena air sebelum waktunya akan berakibat
kenapa-kenapa. Jadi saya pasrah aja mandinya sampai dibantuin, oleh suami saya,
ibu ataupun ibu mertua saya, yang merawat saya saat itu. Menurut saya, lebih
baik saya merepotkan orang lain sampai saya dinyatakan sembuh total daripada
saya ngotot ngerjain sendiri yang berujung luka saya kenapa-kenapa, nggak
sembuh-sembuh, karena semakin lama sembuhnya semakin lama juga saya akan
merepotkan orang lain.
Sekitar dua minggu pasca Operasi Laparoskopi, ketika
oraang tua saya dan mertua saya sudah pulang, sudah nggak ada lagi yang
masakin, saya pengen dong bisa beraktivitas normal kembali, masak sendiri dan
mengerjakan segala sesuatunya sendiri. Mulailah saya naik motor sendiri untuk
belanja ke pasar, naik turun tangga juga untuk suatu keperluan tertentu.
Ternyata, pulang dari pasar, saya mengalami nyeri di perut bawah sebelah kanan.
Panik dong saya. Seketika itu juga saya langsung istirahat, rebahan di kamar,
nggak jadi masak, nggak jadi beraktivitas. Ternyata tubuh saya belum mampu,
yang saya pikir saya sudah sembuh, sudah hampir satu bulan, tapi ternyata
belum. Pelajaran apa yang didapat? Jangan melakukan kegiatan seperti naik turun
tangga, angkat berat dan terlalu banyak berjalan. Kita mungkin merasa sehat
tapi belum tentu dengan tubuh kita. Sejak saat itu hingga sekarang, saya tidak
pernah naik motor sendiri, selalu diantar oleh suami saya. Ditambah lagi pasca
FET, saya sudah tidak pernah lagi naik motor, suami saya selalu menggunakan
mobil jika saya ikut pergi, walaupun jaraknya dekat. Kenapa? Kami meminimalisir
guncangan yang akan saya terima, terutama guncangan di perut saya yang mungkin
bisa berakibat pada kehamilan saya. Mungkin kami dianggap lebay, tapi itulah
cara kami menjaga kehamilan saya. Manja dong saya? kemana-mana dianter,
ngapa-ngapain dibantuin? Mungkin. Tapi saya, suami, keluarga saya tidak
keberatan sama sekali jika itu memang untuk kesehatan saya, kesehatan kehamilan
saya. Kangen kemana-mana sendiri? Kangen beraktivitas sendiri? Itu pasti. Tapi
demi kesehatan kehamilan saya, demi si Adek, saya rela dipingint berbulan-bulan
dirumah J
Panjang yaaa… hehehe. Begitulah
pegalaman saya. Semoga tidak ada informasi yang terpotong, ketinggalan atau
saya kelupaan. InsyaAllah lengkap, kalau ada yang tidak sengaja missed, akan saya update kemudian. Sampai jumpa di next post soal FET yaaa…
Salam,
Lisa.
Mba sy mau tanya2, kalau boleh kita email2an ya mba krn sy kista miom endometriosis
BalasHapuspm.rosa@gmail.com
Trima kasih
Boleh Mb, silakan email ke arlisa.jati@gmail.com ya Mb 😊
HapusMba saya mau tanya waktu ikut prograb bayi tabung hbs brp mba? Bisa pakai asuransi ga mba? Trima kasih mba
BalasHapusHai Mb, untuk case saya, saya habis kurleb 125jt Mb, IVF aja, diluar biaya operasi laparoskopi ya.
HapusKalau di saya, Asuransi bisa dipakai kalau sudah dalam kondisi hamil, jadi masuknya ke tagihan kontrol kehamilan. Untuk program kehamilan apapun, setahu saya nggak ada jaminan asuransinya, asuransi nggak mau jamin karena penuh ke tidakpastian kapan positif hamil. Begitu menurut sepengetahuan saya ya Mb, semoga jawabannya membantu 🙏🏻
Aku juga baru aja mbak operasi miom laparoskopi hari selsa kemarin,break nggak aktifitas sudah seminggu saya kasih minum binahong lumyan ya harganya 1.125 cuman 6 biji katanya ampuh biar cepet kering lukanya,pengen banget aktifitas kyak biasa ngegym lagy kyknya masih g boleh ya??jenuh dirumah aja.. sudah berasa gatal2 gitu lukanya apa belum sempurna recovery lukanya??kira2 berapa lama ya masa penyembuhan sampai bisa aktifitas seperti semula??
BalasHapusUntuk aktivitas berat saya nggak sarankan ya Mb, apalagi aktivitas ngangkat barang yang berat2. Waktu penyembuhan tiap pasien berbeda-beda tergantung dari daya tahan dan respon tubuh pasien. Kalau saya makan hati ayam/sapi selama sebulan utk nge-boost Hb saya yang sempat drop pasca operasi, atas saran dokter yg merawat saya, trus makan ikan gabus dan putih telur.
HapusGatal-gatal di bagian luka ataupun pinggir2 dekat jahitan itu setahu saya adalah tanda terbentuknya jaringan baru pasca operasi, jadi kulit dan daging yg dibelah/sobek/gunting/melalui proses operasi mulai merekat satu sama lain, pertumbuhan jaringan dimulai, ditandai dg rasa gatal dikulit, dan nggak boleh digaruk ya.
Kalau plester belum dilepas, gatal disebabkan oleh perekat plesternya, bisa hilang saat plester dibuka & dibersihkan dokter sambil kontrol. Kalau plester sudah dilepas, kemungkinan sesuai dg yg sudah sy jelaskan diatas Mb 🙏🏻
Begitu ya Mb, semoga jawaban saya membantu 🙏🏻🙏🏻
Anjuran dan PR makan itu bukan kelemahan mbak ��. Kelebihan itu, jarang2 dokter pasien dewasa yang RUM dan melek nutrisi. Food is medicine.
HapusMakasih sharing lengkapnya.
Infonya bagus & jelas, tq
BalasHapusTerima kasih 🙏🏻
HapusMakasi mbak lisa. .Infonya sangat membantu.. Karna saya beberapa hari lagi juga mau menjalani operasi laparoskopi.. Saya didiagnosa kista ovarium dan adhesi(perlengketan rahim).. 😣 rasa sakitnya benar2 gak karuan ya mbak.. Terkadang perut nyeri.. Sakit.. Begah.. Berasa mual muntah..tp dijalani dgn ikhlas aja ya mbak.. Insyaallah semua masalah ada penyelesaiannya... Salam kenal aja dri saya mbak lisa. .🤗😇
BalasHapusSama-sama Mb, semoga sharing dari saya bermanfaat ya Mb, salam kenal juga 🙏🏻
HapusIkhlas aja ya Mb, mungkin memang takdirnya seperti itu, dijalani aja 🙏🏻
Semoga cepet pulih, sehat2 ya Mb 🙏🏻
Btw, kenalan kok nggak nyebutin nama Mb? Saya kenalan sama Mb siapa ya? 😅😅
Pagi mba lusa, aq jga bru operasi laparaskopi penyumbatan pada tuba falopi di rs.soetomo tgl 30mei 2019 trus 4 hari stelah keluar rumh sakit di kash resep obat hormon Visanne dienogest 2mg minum setuap hari pada jm yg sama selama 3 buln. Awal 2minggu minum tdk terasa efek sampingx tpi setelah 2 minggu perut terasa nyeri dan keluar darah seprti haid kadang mengental seprti darah ayam yg membeku. Nyeri perut&keluar darah seprt haid uda 1 buln sgt mnggu aktifits. Sy disarankan untuk BT. Boleh nanya BT yg paling bagus dan hasilx di Rumah sakit mana ya??? Maksh
BalasHapusHai mbaa
HapusSaya juga di jadwalkan laparoskopi tgl 27 juli dirs soetomo tapi diundur jd awal juli
Itu kmarin mba mulai masuk RS h-1 atau pas hari H mba
Trus bisa keluar RS H+brapa
Terimakasih
Salam kenal yah mbaa 😊
hai mb...
Hapuswaduh, saya sudah pernah sharing ya mbak soal ini, di postingan awal-awal, coba di baca kalau berkenan.
jujur, saya sama suami saya itu buta soal per-BT-an. kami nggak ada tuh namanya 'browsing RS' mana yang bagus mana yang hasilnya banyak positifnya. waktu itu cuma satu aja yang kami tuju, ya Morula doang, nggak tahu mana-mana lagi. alhamdulillahnya rejekinya disitu.
kalau boleh saran nih mb, cari yang terdekat dengan rumah mb aja, utk memudahkan mobilitas, akomodasi, dll, karena butuh banget orang yang 'bersedia merawat' saat mb bed rest total. harapannya kalau misal dekat dg keluarga, mungkin keluarga support, bs dimintai tolong untuk merawat mb, paling nggak selama 3 bulan pertama.
hai mb, salam kenal juga...
Hapusudah ada kayaknya ya di penjelasan saya disitu. karena saya dijadwalkan operasi siang, jadi saya paling lambat harus masuk kamar di hari-H pagi, jam6/7an, daftar operasi, rawat inap sama check in kamar, lanjut cek ini-itu utk operasi siang.
saya sudah bolah pulang Sabtu pagi kalau nggak salah, H+2 atau H+3, sesuai kondisi pasca operasi saat itu. nggak usah maksain diri ya, tunggu advice dokternya aja, disesuaikan dg kondisi pasca operasi. sehat-sehat ya mb.
Hai mbk Zulfa bisa minta rincian LO.di dr Soetomo mbak ?😊
HapusUntuk mbk.lisa terimakasih atas informasinya 🙏
Saya Citra...LO di RS. Dr. Soetomo Sby thn 2017 sekitar 13-15 juta...Saya endometriosis pelengketan rahim dengan finding perut.Saya mengikuti IVF di RSIA Ferina Jl. Iran Barat dgn dokter Aucky Hinting...Alhamdulillah berhasil Dan anak kembar Saya lahir thn 2019...
HapusHai mba lisaa
BalasHapusSalam kenal yaah
Kalau boleh tau FET itu apa yah mbaa 😁
Hai... Salam kenal juga mb Zulfa :)
HapusFET: Frozen Embryo Transfer, salah satu tahapan IVF (Bayi Tabung)
Malem mbak. Mnta infonya untuk biaya laparoskopinya itu ambil yg kelas brp kamarnya ya mbak? Trims sebelumnya
BalasHapusHai Mb, uda saya sebutkan ya Mb di postingan saya ini, silakan dibaca ulang, makasih yaaa 🙏🏻😊
HapusMba lisa, boleh tau total biaya laparoskopi Mba Lisa di Bunda Menteng dengan dr. Nando?
BalasHapusTrims.
Hai Mb, udah saya sebutin itu Mb totalnya di postingan ini, kalau rinciannya sy nggak berani ngasih ya. Silakan dibaca ulang, terima kasih 🙏🏻😊
HapusHi mbak arlisa, boleh tau mbak miomnya berapa cm. Saya beru kemarin periksa dan ternyata saya ada miom 5 cm. Apa miom itu slalu harus di operasi? Saya takut banget mbak. Makasih ya mbak sudah berbagi
BalasHapusHai Mb, seinget saya miomanya 2,4 cm sih Mb kl g salah. Kl hrs enggak nya sy kurang tahu sih Mb, Tp kl sampai mengganggu kesehatan misal smpe bikin haid g lancar, sakit saat haid, g bs hamil, dll ya mgkin perlu operasi ya Mb. Tp mending konsultasi aja gmna baiknya, cari option yg paling aman & paling menguntungkan utk kesehatan Mb.
HapusG ada org yg g takut operasi Mb, Tp kl emg hrs, ya mau gmna lg. Mgkin bs dcoba buat mengubah mindset-nya dl, bahwasanya op nya bkn krna apa2, Tp mmg diperlukan utk Jd lebih sehat, gt misalnya. Semoga membantu ya 🙏🏻
Hai mbak,alhamdulillah kemarin tgl 23 september 2019 juga hbs OP laparoscopy miomektomy,tgl 25 udh boleh pulang kerumah,satu minggu udh buka jahitan,ini udah 2 minggu udh bisa aktifitas sprti biasa,memang kalau terlewat capek msh suka nyeri,tapi di bawa enjoy,o ya umur saya 36 thn,pilihan OP mau tdk mau hrs diambil mengingat saya mau program hamil,diagnosis multiple moiom urteri,dgn ukrn miom yg plng besar,5.6cm
BalasHapusHai mb, salam kenal...
HapusIya mb, memang, g Ada satu orangpun Yang mau sakit, tp jika op adalah jalan satu2nya utk mjd lebih sehat, mau gimana lg. Kita pun g pernah tahu, siapa tahu Kita memang ditakdirkan/ digariskan utk sehat dg Cara op terlebih dahulu. Jd apapun itu disyukuri Aja.
Utk nyeri2nya, karena Masih baru banget, baiknya lebih hati2 Aja ya mb. Memang bekasnya kecil, g seberapa, tp yg diubek2 seisi perut. Kita kan g mau terjadi sesuatu yg g Kita inginkan, jd baiknya dijaga Aja, istirahat Aja kl memang msh Ada nyeri2 sedikit. Namanya jg penyembuhan. Tp kalau nyeri2nya sampai dlm level mengganggu bgt, baiknya konsultasi ya mb.
Dirasa2in sendiri Aja kpn waktunya istirahat , kpn diperlukan konsultasi lebih lanjut.
Hai kaka2 saya baru siap oprasi laparoskopi perlengketan tuba ... tapi setelah 1 bulan oprasi ko linu di bagian perut bawah aku pergi ke dokternya lagi untuk kontrol luka eh ternyata ada sedikit inveksi di bagian tuba.nya terus dikasih obat antibiotik yg dimasukin ke vagina... mohon pencerahannya kaka2 apakah ada yg mengalami hal yang sama seperti saya ��
BalasHapusMaaf sy nggak bs Bantu mb, mgkin mb2 pembaca blog saya Ada yg ngalamin HAL serupa?
HapusAtau mgkin memang g perlu Tanya disini ya mb, langsung konsul Aja, biar penanganannya lebih cepat, Dan mb jg lebih tenang Dan lebih sehat kembali.
Kak aku mau tanya dong. Setelah dilakukan operasi,kista nya tumbuh lg atau engga kak? Mksh
BalasHapusBelum tahu ya mb, semoga enggak, belum cek dokter lagi sejak melahirkan.
HapusAssalamualaikum mbak , sy della , saya masih mau menjalankan LO , apa habis LO itu kecil kemungkinan buat hamil lagi , soale kalo aku baca , promil dulu habis gitu LO , ? Mohon sharing pengalamannya ..
BalasHapusMakasi infona sebelumnya
BalasHapusAku mau nanya kk.. Jadi www.morulaivf.co.id dan www.bunda.co.id sama ya?
Atau berbeda?? Dirujuk ke RSIA Bunda apakah karena di morulaivf belum ada fasilitas laparaskopi?
Terima kasih sebelum-Nya
Makasih banget mb infonya, berguna banget buat saya yg rencana mau laparaskopi juga, 🙏
BalasHapussalam kenal mb lisa. maaf sy mau tamya2 juga sm km. sy juga hbs op tgl 11/08/2020 op laparaskopi penyumbatan saluran tuba falopi dan kista. mau tanya y mb sehari stlh op kok sy kluar dr y smpai skg tgl 6/09/2020 tapi warna drhnya coklat mb apa itu haid apa sjenis nifas y mb. trs ini kok tiba2 perut atas bwah yg kanan nyeri y mb knp y mb mksh
BalasHapusPercayakan Permainan Sabung Ayam Online Anda
BalasHapusHanya Bersama kami Agen s128 situs terpercaya s128agen.club
WhatsApp : 0852-2255-5128
Assalamualaikim mba, salam kenal sy mau tamya habis op laparoskopi kira² brp lama bisa langsung hamil.. sy jg habis op lapatoscopi hampir tiap sbln sekali saya kontrol lanjut promil tp msh blm ada hasilnya��
BalasHapusMba citra Devi bisa minta no contacnya ,saya rencana ada rencana prog di klinik ferina juga & mau LO juga 🙏
BalasHapus