Sabtu, 19 Januari 2019

Kelahiran Bayi IVF Kami



Bismillahhirrahmannirrahim.

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh...

Wiihh lama nggak blogging, berasa kangen. Sebenarnya sudah direncanakan buat update blog, tapi yah rencana tinggal rencana. Qadarallah, adaaa aja yang harus diprioritaskan selain blogging. Maklum, emak baru, harus banyak belajar dan adaptasi. Jadi weh tahu-tahu udah selama itu, tahu-tahu udah tahun baru aja, hehehe.

Anyway, Selamat Tahun Baru 2019. Semoga segala keinginan dan resolusi saya dan temen-temen semua, pembaca blog saya dapat terkabul, Allah Subhanahu Wa Ta’alaa ijinkan keinginan kita untuk menjadi nyata, Aamiin… Aamiin… Ya Rabbal ‘Alamiin…

Jadi sekarang mau cerita soal apa? Tentu saja soal kelahiran si Adek dooong… member baru di keluarga kecil kami. Alhamdulillah. Yuukk…

Kelahiran Puteri Pertama Kami
Alhamdulillahhirabbil’alamiin, telah lahir dengan selamat sehat wal ‘afiat, puteri pertama kami, hasil dari keberhasilan program IVF yang kami ikuti dua tahun lalu. (Yang belum baca atau kepo kenapa kami memilih hamil dengan cara program IVF silakan baca urutannya mulai dari sini ya). MasyaaAllah, kami pun kadang masih nggak percaya, akhirnya Allah Subhanahu Wa Ta’alaa titipkan seorang anak kepada kami. Alhamdulillah.

Allah Subahanhu Wa Ta’alaa pun menjadikannya istimewa, mengijinkannya untuk bertemu kami pertama kalinya di dunia Hari Sabtu tanggal 4 Agustus 2018 jam 13.46 WIB, selisih sehari dengan tanggal kelahiran kami berdua, otomatis jadi kado terindah dalam hidup kami. Puteri kami lahir dengan cara bedah Caesar atau Sectio Caesarian, dengan berat 3,5 kg dan panjang 52 cm. Besar yaaa, MasyaaAllah, bongsor, sesuai dengan prediksi dr. Aditya Kusuma, SpOG dan dr. Aryando Pradana, SpOG di trimester awal dan trimester kedua kehamilan saya. Dan sekarang Alhamdulillah si Adek sudah masuk usia 5 bulan. Mohon doanya ya teman-teman semua, semoga puteri kami bertumbuh dan berkembang dengan sehat wal ‘afiat. Aamiin…

Bayi IVF Kami :)

Mengapa memutuskan untuk melakukan Bedah Caesar?
Cerita dulu nih ya, jadi di trimester kedua kehamilan saya, saya sempat berkonsultasi dengan dokter Nando perihal cara melahirkan. Karena berbagai riwayat yang pernah saya alami, diantaranya riwayat Operasi Laparoskopi yang belum genap setahun, mata minus saya dan tonjolan yang ada di belakang (maaf dubur), yang mungkin memberatkan saya jikalau saya ingin melahirkan secara Normal. Jadi dokter Nando menyarankan untuk Bedah Caesar saja, cari aman.

Di trimester akhir kehamilan saya, kami (saya dan suami saya) masih mempertahankan option melahirkan secara Normal, mengusahakannya, siapa tahu masih bisa. Saya masih rajin ikut yoga prenatal, jalan-jalan tiap pagi sehabis Subuh, meminta surat keterangan Operasi Laparoskopi dari RSIA Bunda tentang jahitan di dalam rahim saya, bahkan saya mengikuti Kelas Childbirth Education by AMANI (akan saya ceritakan soon yaaa…). Qadarallah, Allah Subhanahu Wa Ta’alaa berkehendak lain, dokter yang menangani saya untuk melahirkan memutuskan untuk melakukan Bedah Caesar dengan pertimbangan bayi kami adalah bayi hasil program IVF, riwayat infertilitas selama kurang lebih lima tahun, riwayat Operasi Laparoskopi, mata minus dan tonjolan yang ada di belakang (maaf dubur). Yang paling menjadi pertimbangan beliau adalah riwayat Operasi Laparoskopi, yaitu adanya bekas jahitan di rahim saya yang belum tahu pasti tepatnya dimana karena surat keterangan dan video dari RSIA Bunda tidak bisa menunjukkan dengan jelas dan tepat lokasinya, yang bisa menyebabkan pendarahan jika saya memaksa untuk melahirkan secara Normal.

Rujukan Bedah Caesar dari dr. Santi

Bagaimana perasaan saya? Yang pertama jelas takut. Bayangan terbaring di meja operasi dengan dikelilingi berbagai pisau, peralatan medis dan lampu super terang diatas kepala itu masih membekas di ingatan saya, ingatan tentang Operasi Laparoskopi yang saya jalani dua tahun lalu. Bayangan saya seperti itu kurang lebih untuk operasi Bedah Caesar. Apalagi ternyata suami saya tidak diijinkan untuk ikut menemani saya menjalani operasi Bedah Caesar. Ini yang luput dari perhatian kami. Memang, ada banyak pertimbangan dan tentu kebijakan RS juga perihal adanya anggota keluarga yang masuk ke ruang operasi. Saya bahkan sempat menangis beberapa jam sebelum operasi dijadwakan, saking stress dan takutnya saya, sendirian menghadapi proses operasi Bedah Caesar (jangan dicontoh yaa). Saya berkali-kali ke kamar mandi, saking nervous-nya, lapar juga, karena memang tidak boleh mkan beberapa jam sebelumnya, jadi makin nggak karu-karuanlah kondisi emosi saya. Suami saya dengan tenang selalu menemani saya, mengajak saya Sholat Dhuha berjamaah kemudian Sholat Dhuhur berjamaah sebelum akhirnya turun untuk melakukan prosedur medis sebelum operasi (bercukur, pasang infuse, kateter, dll).

Akhirnya saya pun digledek ke ruang operasi dengan tendangan si Adek yang masih heboh di perut (mungkin sudah nggak sabaran pengen ketemu ayah ibunya dan semua anggota keluarga yang lain, atau mungkin takut, sama kayak saya, ibunya, hehehe). Pasca dibius Spinal, saya dibaringkan telentang, di depan wajah saya dipasang gawang yang ditutupi kain hijau sehingga saya tidak dapat melihat bagaimana proses pembedahan berlangsung, kalau bisa mungkin saya yang stress, melihat perut saya diobok-obok, hahaha. Di tangan kiri saya dipasang infuse dan alat deteksi jantung, sementara tangan kanan saya bebas bergerak, jadi saya terus berdzikir sambil menggigil dengan menggunakan tangan kanan saya. Operasi berlangsung dengan diiringi alunan Murrotal, nggak lama setelahnya ada suara teriakan dan tangisan bayi saya yang sangat keras, Alhamdulillah. Seketika itu juga saya ikut menangis. Iya, saya menangis, terharu, bahwa akhirnya Allah Subhanahu Wa Ta’alaa kabulkan keinginan kami, impian kami, MasyaaAllah… Alhamdulillah.

Sakitkan suntikan Spinal atau bius lokal sebelum menjalani Bedah Caesar?
Buat saya yang sudah mengalami asam garam suntikan (cieh!), berbagai suntikan akibat program IVF, suntikan Spinal tidak lebih sakit daripada suntikan penguat rahim yang ada di pantat. Suntikan itu masih memegang peringkat satu buat saya, hehehe. Sensasi saat disuntik dan setelahnya itu membekas banget diingatan saya, sakit banget, pegel atau kemeng, gatel juga, dan itu bertahan satu sampai dua hari pasca disuntik, bahkan bisa lebih. Dan nggak boleh diapa-apain, Cuma boleh diusap-usap aja pelan-pelan, nggak boleh digaruk juga, padahal nih, gateeeelll banget-banget-banget deh.

Bagaimana cara penyuntikan bius lokal untuk Bedah Caesar?
Yang saya alami, setelah saya digledek ke ruang operasi, saya diminta duduk dengan posisi menelungkup. Saya memeluk tangan dokter anestesi yang berada horizontal dibawah leher saya, memegangi tubuh saya juga agar tidak bergerak. Sementara dokter lain, mungkin asistennya, menyuntikkan di antara tulang belakang bagian bawah, beberapa ruas dari tulang paling bawah kalau nggak salah. Pernah mendengar juga kalau tidak bisa duduk, mungkin karena suatu hal, penyuntikan bisa dilakukan dengan cara berbaring miring dengan posisi menelungkup juga sehingga tulang belakang terlihat menonjol yang memudahkan petugas mencari titik yang tepat untuk anestesi.

Bagaimana rasanya pasca anestesi Spinal?
Beberapa menit pasca anestesi Spinal, bagian bawah tubuh saya terasa kebas ya. Setelah itu dokter yang bertugas akan memegangi bagian bawah tubuh saya, ngecek, apakah kaki dan perut saya masih terasa disentuh olehnya, kalau sudah nggak terasa, baru beliau mulai melakukan operasi.
Saya sadar? Sadar doong… saya merasa kalau perut bawah saya di bedah tapi nggak merasa sakit sama sekali. Nggak lama kemudian, dokter yang berada di samping saya memberikan aba-aba, ‘tarik napas panjang… siap-siap ya bu…’ sambil menekan-nekan perut atas saya sebanyak tiga kali, kemudian terdengarlah suara jeritan dan tangisan bayi saya yang keras banget, MasyaaAllah… Alhamdulillah.

Berapa lama waktu operasi Bedah Caesar?
Berdasarkan yang saya alami, saya mulai di gledek di jam 12.30, kemudian bayi saya lahir di jam 13. 46, saya diantar ke ruang pemulihan sekitar jam duaan, hampir 14.30 dan berada di ruang pemulihan sampai kira-kira jam 16.00 atau seharusnya sekitar dua jam kurang lebih. Tetapi saya sudah bisa menggerakkan kaki saya pelan-pelan, indikator lain sebagai penanda bahwa pasien siap kembali ke kamar atau tidak ada komplikasi berarti pasca operasi Bedah Caesar. Sehingga saya boleh diantar ke kamar perawatan saya bersama suami, bayi dan keluarga saya.   

Apakah proses melahirkannya harus melalui Bedah Caesar jika mengikuti program IVF?
Saya rasa TIDAK ya, jadi tergantung kondisi tubuh dan riwayat kesehatan masing-masing pasien, dikonsultasikan saja dengan dokter kandungan masing-masing. Jika memang tidak bisa melahirkan secara Normal, jangan bersedih ataupun menyesal. Karena tujuan kita sebagai pasien dan paramedis itu sama, keselamatan ibu dan bayi. Jangan malah stress kayak saya, plis jangan dicontoh ya. Ibu harus tetap happy dan selalu diusahakan happy agar hormon tetap stabil bagus dan tentu saja agar tidak mempengaruhi kesehatan bayi kita. Jika kita stress dikhawatirkan bisa mempengaruhi bayi kita, jangan sampai bayi kita ikutan stress juga gara-gara kita. Naudzubillahiminzalik. Kita nggak pengen itu.

Kalau menurut dr. Susanti Mintarsih, SpOG atau dokter Santi, dokter yang menolong saya untuk melakukan Bedah Caesar, syarat pasien untuk dapat melahirkan Normal itu ada 3, yaitu Passenger, Passage dan Power.

Passenger adalah penumpang kalau dalam bahasa Indonesia, mengacu pada Bayi yang akan dilahirkan. Bagaimana kondisi kesehatan bayinya, apakah memungkinkan untuk melalui persalinan Normal dan tidak ada satu hal pun yang dapat menghalanginya untuk melalui persalinan Normal. Karena dalam persalinan Normal, tidak hanya si ibu yang berjuang, tetapi bayi kita pun berjuang sekuat tenaganya untuk keluar, melalui jalan lahir yang sempit, yang mungkin saja bisa mengancam jiwanya.

Passage adalah jalan lahir. Bagaimana kondisi jalan lahir yang akan dilalui oleh bayi kita. Amankah? Lancarkah? Adakah indikasi Placenta Previa? Adakah kemungkinan-kemungkinan hambatan lain yang bisa menghambat atau memperlambat proses melahirkan, yang dikhawatirkan bisa menyakiti bayi kita.

Power adalah kekuatan, mengacu pada kekuatan si calon ibu untuk menahan rasa sakit kontraksi melahirkan, kekuatan mengejan untuk mengeluarkan bayinya dan kekuatan untuk menjalani pemulihan pasca proses melahirkan.

Apakah harus melahirkan di RSIA Bunda?
TIDAK. Kalau untuk dokter Nando, dokter yang menangani program IVF saya, beliau membebaskan pasien untuk memilih, bisa melahirkan dimana saja sesuai kemauan pasien, dengan catatan pasien dan bayinya sehat, tidak ada sesuatu hal yang mengharuskan pasien dan bayinya berada dalam pantauan atau perawatan intensif dokter Nando dan team-nya.  Dan kalau bisa dan mungkin, diharapkan mencari dokter kandungan pengganti penolong persalinan yang mengenal dokter Nando, sehingga mudah untuk melakukan cross-check jikalau ada kondisi khusus tentang pasien dan bayinya. Tapi, jika memang tidak ada ya nggak apa-apa juga, Alhamdulillah saya dan bayi saya sehat. Lagian kami (saya dan suami saya) memilih untuk melahirkan di kampung halaman kami, Madiun. Kami kesulitan juga mencari dokter yang mengenal dokter Nando di Madiun, hehehe. Yasudahlah Bismillah.

Yup, saya melahirkan dengan pertolongan dr. Susanti Mintarsih, SpOG, dokter Santi dan team-nya, di RS Islam Siti Aisyah Madiun.

Jadi begitu ya, cerita soal kelahiran bayi IVF saya yang pertama. Ada yang kedua, dst? InsyaAllah…, jika Allah Subhanahu Wa Ta’alaa menghendaki saya untuk hamil melalui IVF lagi, InsyaAllah kami (saya dan suami saya) ikhlas dan tawakkal, jika memang itu takdir yang harus kami jalani. Bismillahhirrahmannirrahim.

Next, saya akan bahas persiapan melahirkan dan apa aja barang yang mesti dibawa berdasarkan rules dari RS Islam Siti Aisyah Madiun. So, Sampai jumpa di next post…



Salam,



Lisa.