Senin, 25 Februari 2019

Tips Menyuapi Anak di Awal MPASI

Bismillahhirrahmannirrahim.

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh...

Karena otak saya lagi nggak pengen diajak mikir yang berat-berat, maka saya posting yang santai aja ya... Next, sesuai janji saya, akan saya bahas lagi sharing-sharing soal IVF, file-file-nya mau dikumpulin dulu, sabar yaaa 😊
Yuuukk...

Alhamdulillah, bayi IVF kami sekarang berusia 6,5 bulan, sudah mulai makan. Sebagai ibu baru yang belum pernah punya anak sebelumnya, segala sesuatu tentang bayi jadi pengalaman baru, pengalaman pertama, termasuk soal menyuapi bayi di awal MPASI. Jadi, sekarang saya akan sharing tentang cara saya menyuapi bayi saya. But, I’m not the expert, saya cuma ingin sharing aja, based On pengalaman pribadi saya dan ilmu-ilmu yang sudah saya dapat dan pelajari soal per-MPASI-an, siapa tahu bermanfaat atau mungkin punya pengalaman mirip bahkan sama kayak saya, boleh sharing di komen yaaa... Here wE go...

Tips Menyuapi di Awal MPASI 
Don’t set higher expectations 
Karena anak baru banget mulai makan, baru mulai icip-icip makanan baru selain ASI, jadi wajar kalau nggak mau dan belum bisa menelan. Anak sedang belajar membagi rasa, ada kemungkinan anak nggak mau kenyamanannya dalam menikmati ASI tergantikan atau terenggut.

Pengalaman saya, saya nggak kasih apapun sebelum masuk usia 6 bulan, karena anaknya pun sepertinya memang belum paham soal makanan, belum siap, walaupun wajahnya sudah mupeng banget tiap lihat orang makan deket dia. Tandanya? Saya sering kasih kuah sayur yg saya makan di bibir anak saya dan dia nggak mau jilat dong, belum paham kalau itu enak dijilat, hehehe 😅

Nah di awal belajar makan, anaknya bingung, biasanya nggak pernah dikasih makanan selain ASI. Responnya? Anaknya nggak mau, teriak-teriak, mau nangis, minta tolong orang sekitar dan belum bisa nelan. Sedih? Banget. Saya set expectation terlalu tinggi, bayangan anak makan lahap selalu ada di otak saya, apalagi saya semangat banget bebikinan, anticipating banget dalam menunggu anak memasuki masa MPASI. Saya hampir stres. Saya lupa bahwa anak saya masih berada dalam tahap BELAJAR MAKAN, BELAJAR MENELAN. Jadi sebenarnya semua yang saya lalui itu wajar. Akhirnya suami saya mengingatkan saya, tentang bagaimana stresnya saya saat anak saya belajar menyusu pada saya, tentang bagaimana saya dan bayi saya sama-sama menangis untuk belajar menyusui dan menyusu, yang sekarang Alhamdulillah sudah pandai banget menyusu, direct breastfeeding. Begitu juga dengan MPASI, semua melalui suatu PROSES BELAJAR, saya dan anak saya. Saya belajar sabar, belajar telaten, anak saya belajar makan. Nggak ada yang instan. Cuma pop mie aja tuh 😂

Jangan memaksa 
Namanya juga masih dalam tahap belajar ya, jadi mungkin aja si anak masih nggak paham buka mulut, alias mangap buat nerima makanan dari sendok. Kita sih pengennya nyuapin cepet ya, anak makan lahap, tapi kalau anaknya aja masih dalam tahap belajar makan, mau mangap aja mesti dikomando, ya mana bisaaa...

Pengalaman saya, saya nih ibuknya, udah aaa... aaa... sampe capek a-a melulu, anaknya malah ketawa-ketawa, dikira ngajak bercanda, kan gemes 😂

Atau saat awal-awal nyuapin, seminggu pertama MPASI, anak saya kayak takut sendok. Begitu ada sendok mendekat anaknya udah teriak-teriak. Sedih saya. Biar nggak berlarut-larut, takut saya stres, takut anak saya juga stres, akhirnya saya pegangi sendok YANG SAMA saat mau makan, agar si anak tidak takut dengan sendok, Alhamdulillah berhasil dengan afirmasi positif berulang-ulang, walaupun dibuang-buang atau jatuh-jatuh melulu si sendok dan ibuknya harus mungutin sendok puluhan kali tiap waktu makan.

Ikutin aja alurnya, jangan paksa anak buka mulut, nggak apa-apa lama, namanya juga belajar, belum terbiasa.

Jangan terlalu terpaku pada aturan
Karena adanya isu stunting pada fase tumbuh kembang anak, yang mungkin salah satunya disebabkan oleh tidak benarnya fase MPASI, maka dokter spesialis anak (DSA) anak saya menyarankan untuk langsung memberikan menu empat bintang, tanpa melalui menu tunggal sebagai perkenalan. Karena menu tunggal dianggap sudah tidak relevan, tidak dapat memenuhi kecukupan gizi yang seharusnya diperoleh oleh bayi pada masa MPASI.

Di hari pertama, saya langsung memasak menu empat bintang dengan porsi 2 sdm takar setiap kali makan dan tekstur semi kental. Respon anak saya? Nggak mau siz... belum bisa menelan, seperti yang sudah saya ceritakan di awal. Anak saya masih dalam tahap belajar makan, belajar menelan, saat itu. Saya hampir stres, saya langsung merasa anak saya nggak suka masakan saya. Saya hampir putus asa. Akhirnya diingatkan lagi oleh suami saya, bahwa anak kami masih belajar. Akhirnya, saya ganti total rencana menu seminggu untuk anak saya. Saya siapkan Plan A, Plan B, dst. Saya siapkan menu simpel seperti Bubur Sop Ayam, sesuai rencana menu. Saya siapkan juga ASIP untuk dimakan dengan buah. Alhamdulillah anaknya mulai bisa menelan dengan menu pertama Puree Pisang dengan ASIP. Bubur Sop Ayamnya? Cuma buat icip-icipan siz... 

Terus... karena anaknya pun masih belajar menelan, belajar makan, nggak perlu kita paksain juga harus habis seporsi tiap sekali makan. Pelan-pelan aja. Memang, saya pun ditarget untuk memberikan makanan utama sebanyak 3x makan dan 2x snack (makanan selingan) dalam satu hari. Realitanya? Tetep usaha dengan 3x makan utama dan 2x snack tapi disesuaikan dengan jadwal dan respon si anak. Misalnya jadwal maksimal makan pagi adalah jam 08.00 WIB, karena anak saya makannya lama, kadang 40-60 menit kemudian baru beres, otomatis jadwal snack pertama di jam 10.00 WIB nggak akan saya berikan, karena jaraknya terlalu dekat dengan makan utama atau nenen ASI sebelumnya. Karena anak saya masih ‘nagih’ ASI pasca makan utama, padahal sudah minum air putih juga setelah makan. Dan jam 10.00 WIB adalah jadwal tidur kedua, anaknya otomatis ngantuk di jam segitu, kenyang makan, habis nenen pula, jadi jadwal snack pertama nggak mungkin saya berikan. Begitu juga dengan snack sore jam 14.30/ 15.00, tergantung bagaimana kualitas tidur siangnya. Yang pasti saya berikan adalah jadwal makan utama sebanyak 3x sehari, sedangkan snack bersifat conditional tergantung kegiatan dan respon si anak dalam sehari.


Menu 4*: Bubur Sop Ayam: 90% saring + 10% tim

Saya pun nggak memaksakan harus habis seporsi makan tiap kali makan. Semaunya anak. Selama si anak happy-happy aja, ‘masih mau’, No drama, No teriak-teriak, nggak masalah mau berapa menit. Nggak harus 30 menit. Apalagi kalau anaknya makannya lama kayak anak saya, diemut dulu. Tapi kalau penuh drama, diselingi teriak-teriak, disitu saya batasi selama 30 menit. Soal porsi pun sama, selama masih mau, lanjut terus sampai habis. Kalau nggak, saya usahakan minimal setengah porsi lah. Karena mungkin anak kurang atau nggak suka dengan menu yang kita sajikan. Oleh sebab itu perlu jurnal makan MPASI untuk menandai menu, respon dan evaluasi poop tiap harinya selama anak belajar makan.

Untuk target porsi makan pun nggak perlu khawatir karena semakin lama anak akan semakin beradaptasi, ya tubuhnya ya kapasitas lambungnya, lama-lama akan habis satu porsi. Anak saya perlu kurang dari satu minggu untuk menghabiskan satu porsi makan, begitu juga saat naik porsi dan naik tekstur, perlu adaptasi terlebih dahulu, kurang lebih satu minggu. Untuk selanjutnya insyaAllah hanya masalah Mood makan dan menu makanan yang kita sajikan.

Untuk pembatasan waktu makan, memang bertujuan untuk menyehatkan kedua belah pihak ya. Biar anak nggak stres karena dipaksa makan, karena yang diinginkan adalah mengenalkan apa dan bagaimana proses makan, bahwa makan adalah suatu kegiatan yang menyenangkan, bukan kegiatan yang membuat anak spaneng. Begitu juga untuk si ibu, biar ibu nggak stres kalau anaknya susah atau nggak mau makan. Bahasa keren dari istilah kedokterannya adalah responsive feeding.

Sedangkan On time jadwal makan berguna untuk membentuk rasa lapar dalam tubuh anak. Harapannya anak akan merasa lapar jika pada saat jamnya makan tapi belum makan.

Masak yg simpel aja sesuai menu keluarga dirumah
Karena tujuan akhirnya adalah membiasakan anak untuk makan masakan rumah, makanan yang disajikan untuk anggota keluarga atau makanan keluarga, maka masak menu yg simpel aja sesuai menu keluarga pada saat itu. Misalkan menu keluarga pada hari ini adalah Sayur Sop Ayam, maka buat juga versi buburnya dengan porsi dan tekstur sesuai usia anak, tanpa tambahan gula, garam dan merica.

Jangan buat yang ribet-ribet atau aneh-aneh, karena tujuannya adalah MEMBIASAKAN ANAK MAKAN MAKANAN KELUARGA. Jadi buat sesuai menu keluarga. Jangan mengada-adakan maksud saya, kreatif dalam hal variasi menu boleh saja asal tidak terlalu sering. Dikhawatirkan anak terbiasa makan masakan yang super-super sehingga tidak selera dengan menu rumahan yang biasa saja saat ortunya bokek, hehehe. Atau bahkan anak jadi tumbuh menjadi anak yang picky eater karena terbiasa dengan menu yg berbeda dengan menu keluarga.

Jangan terlalu idealis
Jadi begini, saya mau cerita dulu, untuk pertama kalinya anak saya kena Common Cold (batuk pilek) di usia 6m7d, saat baru banget bisa menelan, lebih lancar menelan setelah struggle di hari-hari pertama masa MPASI. Penyebabnya adalah ketularan oleh sepupunya sendiri saat kumpul-kumpul keluarga di rumah orang tua saya. Sepupunya yang sakit nggak deket-deket anak saya sih, tapi tante dan omnya, orang tua si sepupu deket-deket anak saya, gendong anak saya, sedangkan Common Cold disebabkan oleh virus. Namanya virus ya cepet banget nyebarnya, saya pun kena, apalagi anak saya yang masih bayi, masih rentan, antibodi baru terbentuk, belum terlalu kuat. Bingung, sedih, takut kenapa-kenapa, itu pasti. Tapi sebagai orang tua kita nggak boleh panik. Walaupun aslinya saya ya panik banget sih 😅

Saya nggak ke dokter ya, karena Common Cold disebabkan oleh virus yang akan hilang dengan sendirinya seiring berjalannya waktu, sesuai yang saya pelajari dari bukunya dokter Apin. Lagian, saya pun takut anak saya yang masih bayi tercemar obat-obatan yang tidak perlu. Saya pengennya ikhtiar yang alamiah dulu. Walaupun suami saya sudah heboh nyuruh ke dokter anak, kasihan anak saya dan kasihan saya.

Obatnya hanya sabar dan gendong, kalau versi dokter Apin. Kenapa harus gendong? Karena lubang hidung atau saluran napas akan tersumbat ketika berbaring, otomatis bayi akan terbangun lagi jika dibaringkan di tempat tidur setelah tertidur di gendongan. Solusinya adalah menggendong dengan posisi badan bayi sedikit lebih tegak sehingga bayi bisa bernafas dengan lega dan bisa tidur untuk beristirahat.

Selain itu, anak harus banyak minum agar tidak kekurangan cairan, yang artinya anak harus sering-sering menyusu, lebih sering nenen, sementara anak saya baru mulai MPASI, baru lancar menelan. Jika sering nenen otomatis akan kenyang dan kalau sudah kenyang, MPASI akan sulit dilakukan karena anak sudah kekenyangan duluan. Disini maksud saya soal jangan terlalu idealis. Bahwasanya kita akan sulit mengatur jadwal ASI dan MPASI karena anak harus banyak minum. Apalagi batuk pada bayi menyebabkan muntah yang otomatis bayi akan sering muntah atau gumoh begitu batuk. Kita bisa stres jika terlalu idealis mempertahankan jadwal MPASI. Hanya sementara saat anak sakit, kesampingkan MPASI, beri banyak asupan cairan, bisa ASI, jus, kaldu hangat, apapun yang bentuknya cair, yang penting masuk. Karena sering muntah atau gumoh dikhawatirkan bisa menyebabkan anak kurang cairan. Jika anak sudah sehat, baru kejar lagi jadwal MPASI yang tertinggal.

Saya juga pakaikan Young Living Essential Oil (yleo) juga untuk menyamankan anak saya dalam melalui Common Cold dan mem-boost imunitasnya. (Next, akan saya bahas juga soal ini). Alhamdulillah, Common Cold berlalu dengan nyaman dalam waktu kurang lebih seminggu. Aktivitas MPASI pun berjalan mulai lancar meskipun perlahan.

Jadi, inti dari tips menyuapi anak di awal MPASI ala saya adalah woles aja siz... Nggak udah terlalu spaneng, dinikmati aja, diikuti aja alurnya sesuai dengan jadwal yang sudah terbentuk pada anak. Sesuaikan dengan si anak. Kita memang pasang target, punya target tertentu, tapi terapkan secara perlahan, insyaAllah si anak pun akan mengikuti, karena proses belajar dan adaptasi juga perlu waktu. Kita saja yang orang dewasa perlu waktu dalam mempelajari sesuatu, perlu waktu untuk beradaptasi, jadi kenapa kita tidak bisa memberikan waktu sebanyak-banyaknya untuk anak kita yang masih dalam tahap belajar? 😊

Maka, tugas kita: sediakan waktu, belajar sabar dan belajar telaten. Disitulah tantangannya jadi seorang ibu, ternyata, saya pun baru mengalami. Ada rasa puas dan bangga jika anak bisa melalui suatu proses dengan lancar atas arahan dari kita. Jadi... semangat belajar menjadi orang tua... 💪🏻😘



Salam,




Lisa.