Sabtu, 16 Juni 2018

Proses IVF – Ovum Pick Up (OPU)


Bismillahhirrahmannirrahim.

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh...

Alhamdulillah… Tahu-tahu sudah mau sharing soal OPU ya… MasyaAllah cepet banget. Itu juga yang saya rasakan saat selesai tahapan semua suntik-suntik stimulus. Seneng sekaligus deg-degan. Senengnya, nggak lagi wara-wiri ke klinik setiap hari, nggak lagi ngerasain sakit dan pegel-pegelnya disuntik stimulus, Alhamdulillah. Tapi deg-degan mau tindakan Ovum Pick Up (OPU), takut sama prosesnya, takut hasilnya nggak baik dan segala kekhawatiran lain yang luar biasa bisa bikin stress kalau dipikirin terus menerus. Saya ngapain biar nggak stress? Istirahat aja sambil main HP, hehehe. Sholat, mengaji, makan teratur, apapun yang bisa saya lakukan untuk mengalihkan pikiran saya dari OPU, berdzikir dan mengikhlaskan diri, bahwa segalanya sudah diatur sedemikian rupa oleh Allah subhanahu wa ta’alaa. Again, saya ingatkan juga kalau support pasangan itu juga penting, support disini bukan melulu soal uang ya, tapi apapun. Saya berusaha membiasakan diri saya membicarakan apapun dengan suami saya, apapun itu, keluhan seringan apapun, sehingga suami saya tahu apa yang saya rasakan, apa yang saya mau sehingga suami saya bisa ikut mengambil tindakan dan keputusan kalau-kalau ada apa-apa dengan saya. Keputusan ikut program harus dibarengi dengan tanggung jawab penuh, bukan hanya istrinya saja yang harus bertanggung jawab, tapi suami pun juga harus siaga.

Sebenarnya tindakan OPU (Ovum Pick Up) cukup sederhana kalau dilihat dari kacamata pasien, tapi pasti lebih rumit dan perlu keseriusan penuh kalau dilihat dari kacamata paramedis (dokter, suster, anaetesiolog, embriologyst dan keseluruhan team-nya) mengingat bahwa pekerjaan paramedis selalu berhubungan dengan nyawa. Jadi, untuk memudahkan, postingan ini akan saya buat Question and Answer yang berisi apa aja yang mungkin banget ditanyakan tentang tindakan OPU.

Langsung aja yuk…! Bismillahhirrahmannirrahim…

Jadi apa sih sebenarnya OPU itu?
OPU (Ovum Pick Up) atau Tindakan Petik Telur adalah salah satu tahapan dalam Program IVF (In Vitro Fertilitation)/ Bayi Tabung. Seperti yang sudah saya jelaskan disini bahwa secara gampangnya nih, IVF itu mempertemukan sperma pria dan sel telur wanita yang diambil dari dalam tubuh masing-masing kemudian di pertemukan (dikawinkan) di luar tubuh yaitu melalui media tertentu di laboratorium, di biarkan berkembang sampai hari ke-3 atau hari ke-5 kemudian baru dimasukkan kembali ke dalam rahim wanita. Nah, proses pengambilan sel telur wanita ini disebut sebagai tindakan Ovum Pick Up (OPU). Sementara untuk pengambilan sperma pria, jika tidak ada gangguan tertentu yang memberatkan atau dokter tidak menyarankan metode tertentu, biasanya pengambilan sperma bisa dilakukan dengan cara masturbasi.

Masuk ke proses nih yaa…
Proses OPU dilakukan tepat 36 jam dari suntikan Ovidrel (pemecah telur). Jadi, waktu suntiknya harus benar-benar on time karena akan berhubungan langsung dengan tindakan OPU yang akan dilakukan selanjutnya. Tidak boleh terlambat sedikit pun. Kalau di klinik, suster selalu mencatat waktu suntikan yang diberikan kepada kita. Kalau suntikan yang lain, boleh ada toleransi selama kurang lebih 15 menit. Tapi kalau suntikan Ovidrel harus sangat on time. Waktu untuk suntikan Ovidrel akan diinfokan kemudian atas instruksi dokter yang bertugas oleh suster koordinator.

Apa saja persiapan untuk tindakan OPU?
Selain menjaga kesehatan, mengkonsumsi makanan dan minuman yang dianjurkan sejak join program, pada hari – H pasien diminta untuk datang satu jam sebelumnya dengan kondisi puasa, tidak makan dan minum dimulai dari malam hari sebelumnya, tidak memakai parfum, no make up, no kutek, no perhiasan, dll. Jadi bener-bener polosan ya, hanya mandi saja, terus langsung cuzz berangkat ke klinik. Pasien harus sesteril-sterilnya kalau menurut saya, mungkin nih ya mungkin, karena ruangan tindakan OPU berada tepat di sebelah ruang embriologi, jadi harus sesedikit mungkin bahkan jika mungkin tidak boleh ada kontak dengan bahan-bahan kimia. Mungkin juga bahan-bahan kimia yang menempel di tubuh kita yang berasal dari pemakaian kosmetik dsb dikhawatirkan menimbulkan reaksi kontradiksi di tubuh kita pada saat ataupun pasca OPU. Nggak mau kan kita atau telur-telur terbaik kita yang jadi bakal calon embryo terkontaminasi oleh bahan-bahan kimia berbahaya? Jadi, ikutin aja semua instruksi dokter dan suster yang bertugas, jikalau ragu boleh bertanya, but stop complaining, dan jangan ngeyel. Ingat, bahwa ini hubungannya dengan nyawa dan sudah jadi tugas paramedis untuk memprioritaskan kesehatan dan keselamatan kita.

Bagaimana Step by step-nya?
Jadi setelah sampai di klinik, kita (pasien dan suami) akan langsung menuju ke lantai 2, melapor di bagian admission di lantai 2. Selanjutnya kita akan dipandu oleh suster yang sedang bertugas. Sebelum masuk ke ruangan, pasien akan diminta untuk berganti pakaian ke pakaian yang sudah disediakan. Semuanya dilepas ya seingat saya, termasuk pakaian dalam, diganti dengan pakaian pasien. Sementara untuk suami diminta untuk memakai jubah hijau, saya nggak tahu apa namanya, hehe.

masih bisa ketawa2, belum dipasangin apa2 sama suster :D

Ini contoh jubah yang dipakai suami, dan pakaian pasien yang saya pake yaa :)
Kemudian, kita akan diminta tiduran di ruangan tertentu (ditunjukkan oleh suster) dan menunggu suster yang bertugas untuk melakukan pengecekan kondisi awal dan memasang infus. Jika waktunya sudah tiba (ruang, dokter dan team siap), suster akan mengantar kita ke ruang tindakan OPU. Jangan kaget, kita akan diminta jalan sendiri ya, terus rebahan sendiri di meja tindakan sambil diarahkan untuk posisinya. Iyes, jalan sendiri. Rasanya gimana? Deg-degan luar biasa. Seumur hidup saya, Alhamdulillah saya tidak pernah sakit yang sampai mengharuskan saya untuk menginap di rumah sakit, jadi otomatis pula saya nggak pernah diinfus dan saya takut disuntik. Jadi berjalan sendiri dengan diantar suster ke ruang tindakan itu rasanya kayak mau diadili, dieksekusi, menunggu keputusan. Selebay itu? Iya. Hehehe. Anggap saja saya lebay :D

Prosesnya gimana? Kita sebagai pasien diapain aja?
Nah, ini yang kita nggak tahu dan nggak bakal tahu. Karena selama proses berlangsung, kita berada dalam kondisi tertidur dengan bius total. Prosesnya sendiri katanya hanya berlangsung 10-15 menitan saja. Kalau menurut penjelasan dari suster sebelum tindakan, telur-telur kita akan diambil dengan menggunakan kateter.  Karena (mungkin) saya kelihatan tegang banget, saya sampai ditenangkan oleh petugas anestesiolog. ‘Sudah pernah operasi bu?’ Saya jawab ‘belum’. Katanya, ‘Tenang aja buuk, cuma dibobok2in aja kok, kita mulai yaaa’. Si masnya ngomong begitu dan tahu-tahu 1-2 jam kemudian saya sudah dibangunkan suster di ruang pemulihan.

Oh iya, tindakan OPU yang saya jalani tidak dengan dokter Nando ya, tapi dengan dr. Indra N. C Anwar, SpOg. Saya kurang tahu mekanismenya seperti apa, dan kenapa bukan dokter Nando yang melakukan tindakan OPU untuk saya, tapi jangan khawatir, laporan akhir tetap diserahkan ke dokter Nando atau dokter yang merawat kita dari awal, dan konfirmasi apapun tetap bisa dilakukan dengan suster koordinator yang ditunjuk.

Sakitkah tindakan OPU?
Buat saya, TIDAK sama sekali. Saat dibangunkan oleh suster, suster akan melakukan pengecekan kondisi kita pasca tindakan OPU. Suster pun akan ngecek pendarahan yang terjadi, banyak atau sedikit. Lhoh, kok ada pendarahan? Iya, ada, tapi sedikit banget, dan saya nggak merasa sakit sama sekali, cuma di seprei di bawah pantat dan vagina saya terdapat sedikit bekas-bekas pendarahan. Apa dijahit? Tidak, nggak ada sama sekali, muluuuss banget seperti awal sebelum tindakan OPU, kayak nggak diapa-apain, bener deh.

Setelah dibangunkan oleh suster, kita akan diminta untuk makan dan minum yang sudah disediakan. Dan jika tidak ada keluhan apapun, kita diperbolehkan untuk pulang. Saya lupa ya, dibawain obat atau tidak pasca OPU, kondisi saya saat itu masih agak ngantuk dan nge-fly aja, masih ada sisa-sisa efek obat bius di saya. Jadi sampai di rumah pun saya langsung lanjut tidur.

Dimanakah pak suami saat kita melakukan tindakan OPU?
Saat kita menuju ke ruang tindakan OPU, suami/ pasangan kita akan diminta ke lantai 3 untuk melakukan Masturbasi, mengeluarkan spermanya di ruangan tertentu. Jadi proses ini disebut Fresh Ejaculated, menggunakan sperma pria yang fresh. Alhamdulillah.

Setahu saya, ada juga gangguan tertentu pada pria yang menjadikannya harus beberapa kali melakukan masturbasi, mengeluarkan sperma. Apa aja gangguannya? Banyak yaaa, bisa googling sendiri. Dan yang menentukan cara pengambilan dan pemilihan sperma yang bagus adalah dokter. Jadi ikutin aja semua saran dokter yang merawat. Maksudnya beberapa kali pengambilan sperma gimana? Iyaaa, selain fresh ejaculated, ya di bekukan (freezing). Tujuannya? Memilih sperma yang paling baik untuk dikawinkan dengan sel telur yang diambil dari wanita melalui proses OPU. Ada juga yang mungkin gangguannya atau memiliki sakit tertentu yang menyebabkan spermanya masih kurang baik kualitasnya jika diambil melalui fresh ejaculated dan freezing beberapa kali, maka mungkin bisa diselesaikan dengan jalan tindakan pesa tesa. Tindakan Pesa Tesa adalah proses pengambilan sperma yang langsung berasal dari sumbernya. Untuk caranya bagaimana saya kurang tahu ya, saya cuma pernah dapat ceritanya aja. Untuk biaya tindakan Pesa Tesa, katanya kurang lebih sama dengan biaya tindakan OPU. Jadi cukup mahal juga ya. Tapi balik lagi, semua tergantung gangguan atau sakit apa yang diderita oleh pasien (suami) dan dokter akan menyarankan cara mana yang terbaik untuk mendapatkannya.

Setelah tindakan OPU selesai dan suami sudah melakukan masturbasi, diperoleh sel telur dan sperma yang siap untuk dikawinkan di laboratorium. Dan saat itu juga akan dilakukan pengecekan dan pemilihan sel telur dan sperma, mana-mana aja yang baik dan bisa untuk dikawinkan. Kemudian akan langsung dikawinkan dengan metode tertentu di laboratorium. Dan kita (pasien dan suami) dipersilakan untuk pulang jika tidak ada keluhan. Hasilnya akan diinfokan oleh suster koordinator.

Kapan hasil tindakan OPU diinfokan?
Hasil OPU akan keluar sehari setelahnya dan akan diinfokan oleh suster koordinator. Saya tindakan OPU di tanggal 16 Juni 2017, dan hasil tindakan OPU diinfokan tanggal 17 Juni 2017. Ini hasil tindakan OPU saya:
19 oocyte (sel telur)
5 immature (sel telur yang masih muda sehingga tidak bisa diproses)
14 imsi (sel telur yang di-inject dengan sperma)
12 fertilisasi (sel telur yang berkembang menjadi embryo)

Alhamdulillah saya memiliki sel telur yang lumayan banyak. Sesuai dengan hasil USG yang dipantau oleh dokter Nando sejak pertama kali periksa, tidak ada yang rusak ataupun pecah duluan. Saya kurang tahu ya berapa minimalnya untuk bisa diproses dikawinkan dengan sel sperma pasangan. Tapi setahu saya, semakin banyak semakin bagus, artinya kita memiliki banyak cadangan telur, jaga-jaga terhadap adanya sesuatu yang tidak diinginkan, Naudzubillahiminzalik, tapi kita tidak pernah berkeinginan buruk ya, kita mintanya diikhlaskan dan diberikan jalan yang terbaik. Telur yang bagus disini maksudnya adalah telur yang memiliki sel telur (oocyte) sehingga bisa dikawinkan dengan sperma yang bagus juga, memiliki spermatozoa (inti sel sperma). Jika salah satu atau keduanya tidak memiliki inti sel atau terlalu muda, maka tidak bisa diproses dikawinkan (fertilisasi), pun tidak bisa menghasilkan embryo.

Bisakah sel telur rusak atau pecah duluan sebelum melalui tindakan OPU?
Bisa banget. Saya bertemu dengan seorang pasien yang lebih dulu melalui tindakan OPU 30 menit sebelum saya. Dan dari tujuh atau sembilan kalau nggak salah total telur yang dimilikinya, hanya tersisa dua saja. Lainnya rusak atau pecah duluan. Segala sesuatu bisa saja terjadi, dan itu berada diluar kuasa kita dan tim dokter. Apa sebabnya? Banyak faktor. Bisa saja memang terlambat, bisa saja karena usia bertahannya yang kurang, usia pasien, pengaruh hormon pasien, dll yang kita dan tim dokter tidak bisa mengetahui itu dengan pasti. Kenapa? Ya itu dia, ada hal-hal yang memang sudah begitu adanya, berada di luar kuasa kita, ada Allah subhanahu wa ta’alaa dan takdirnya yang tidak bisa kita elak. Padahal semua sudah dipantau dan dikontrol sedemikian rupa, bahkan sampai hitungan menitnya. Cerita nyata seperti inilah yang mendorong kami untuk selalu berdoa agar diikhlaskan apapun hasil yang akan kami peroleh nanti. Saya pun langsung merasa bersalah terhadap si ibu (pasien tersebut) karena saya ternyata lebih beruntung, memiliki sel telur lebih banyak. Dalam mobil di perjalanan pulang, sampai rumah pun saya jadi ikut menangis, mengingat betapa sedihnya perasaan si ibu. Mengingatkan saya betapa beratnya perjuangan suntik stimulus yang berakhir dengan hanya dua sel telur. Memang, tidak ada jaminan memiliki banyak telur lebih bagus, karena dari sekian banyak yang saya milikipun ternyata hanya 12 sel telur yang bisa berkembang menjadi embryo setelah dikawinkan dengan sperma. Jika dibandingkan, 2 sel telur yang dimiliki si ibu tersebut belum diketahui kondisinya, apakah bisa dikawinkan, bisa berkembang atau bagaimana. Jika memang tidak bisa, maka si ibu kemungkinan harus memulai lagi dari awal, dari suntik stimulus untuk mendapatkan sel telurnya kembali. Astagfirullah… semoga keluarga si ibu diberikan keikhlasan dan kekuatan.

Tapi di sisi lain, saya dan suami saya merasa sangat bersyukur kami memiliki banyak embryo, walaupun embryo-embryo tersebut harus terus dipantau perkembangannya sampai hari ke-3 atau hari ke-5 sehingga ada kemungkinan embryo akan di freeze di hari ke-3 atau hari ke-5 sebelum dilakukannya tindakan ET/ FET (Embryo Transfer/ Frozen Embryo Transfer).

Adakah keluhan atau efek samping pasca tindakan OPU?
Kalau di saya, ADA. Sepulang dari klinik, saya masih kliyengan, sedikit nge-blank, tanpa ada pusing atau mual. Hal ini terjadi akibat efek obat bius yang belum hilang seluruhnya. Jika ada keluhan pusing atau mual disarankan untuk minum panadol biru atau Mylanta, tapi perlu dikonsultasikan terlebih dahulu dengan suster koordinator maupun dengan dokter yang merawat. Bagaimana cara penyembuhan saya? Saya cukup istirahat saja, sampai rumah saya langsung tidur. Alhamdulillah kliyengan berkurang menuju hilang di sore harinya. Ada satu kesalahan saya nih ya, yang orang biasa bilang sembrono atau ceroboh. Karena tindakan suntik stimulus sampai tindakan OPU dilakukan di bulan Ramadhan, otomatislah saya pengen cepet-cepet puasa, pengennya beraktivitas seperti biasa karena memang tidak ada keluhan berarti. Saya merasa sangat sehat, tidak merasa kalau saya habis melalui tindakan OPU. Maka keesokan harinya saya langsung ikut puasa dan beraktivitas seperti biasa. Qadarullah, saya merasakan kram ringan menuju sangat intens di sore harinya hingga saya merasa sulit bergerak saking sakitnya. Selain itu saya pun jadi sering buang air kecil padahal sedang dalam kondisi puasa. Ternyata, setelah saya konsultasi dengan suster Vita, suster koordinator yang membantu dokter Nando, keluhan ini terjadi karena saya kurang istirahat dan kurang asupan air atau kurang minum air putih. Seketika itu juga saya langsung dimarahi suami saya, diminta untuk membatalkan puasa saya dan langsung istirahat. Suami saya menyadarkan saya bahwa saya pasca melalui tindakan OPU yang tergolong operasi ringan, walaupun tidak ada keluhan berarti, tidak ada jahitan, tidak ada sobekan, kayak nggak diapa-apain. Tapi tetap saja, ternyata tubuh saya tidak mampu, tubuh saya perlu istirahat walaupun saya sendiri merasa sangat sehat. Itu kesalahan saya, kecerobohan saya. Akhirnya saya tidak puasa untuk dua hari berikutnya, hanya istirahat total, bed rest, makan bergizi dan banyak minum air putih. Di hari berikutnya, ketika saya sudah merasa lebih baik, saya bisa kembali ikut puasa. Tapi, ada juga pasien yang kondisi fisiknya kuat, langsung bisa beraktivitas seperti biasa tanpa ada keluhan berarti. Begitulah, kondisi fisik dan ketahanan pasien berbeda-beda setiap orang. Buat teman-teman nih ya, mbak-mbak, calon ibu yang sedang berjuang, hati-hati, silakan diukur sendiri kemampuan fisik dan ketahanannya, jangan sampai mengalami seperti saya. After effect-nya luar biasa soalnya, sakit kram-nya sangat intens hingga saya harus tahan tidur telentang.

Bagaimana perkembangan embryo kami di hari ke-3 dan hari ke-5?
Hari ke-3 pasca tindakan OPU, tanggal 20 Juni 2017, kami dijadwalkan untuk kembali ke klinik di lantai 2, bertemu dengan pihak lab Embryology yang memantau proses perkembangan embryo-embryo kami untuk mendiskusikan perkembangan embryo sebelum dilakukan tindakan selanjutnya, freezing atau ET/FET. Jika di hari ke-3 minimal ada kondisi embryo yang Good maka arahan dari dr. Nando proses bisa dilanjutkan sampai hari ke-5 (blastosist). Alhamdulillah, setelah hari ke-3, dari ke-12 embryo kami, masih ada 8 embryo yang bertahan, akhirnya kami memutuskan untuk melanjutkan perkembangan sampai hari ke-5 di tahap blastosist. Kenapa bisa berkurang? Banyak faktor ya, anggap saja seleksi alam, bahwa ada yang dapat survive, ada yang tidak.

Di hari ke-5 pasca tindakan OPU, kami kembali ke klinik di lantai 2, bertemu kembali dengan pihak lab Embriology yang memantau proses perkembangan embryo-embryo kami. Alhamdulillah, setelah hari ke-5, masih terdapat 5 embryo yang bertahan dan masih terus berkembang.

Berdasarkan info dari dr. Nando saat USG pasca tindakan OPU hormon saya tidak optimal untuk langsung dilakukan tindakan ET (Embryo Transfer), Estradiol > 3000 dan progesterone > 1 sehingga disarankan untuk menunda ET, paling cepat di siklus berikutnya. Disinilah akhirnya kami putuskan untuk membekukan seluruhnya (freezing), sampai waktu tindakan FET ditentukan. Lagian, kami sudah mau mudik juga, karena berbagai pertimbangan personal dan tindalan Laparoskopi pada saya yang sudah dijadwalkan setelah Lebaran, akhirnya kami sepakat membekukan semua embryo kami.

Apa perbedaan embryo hari ke-3 dan hari ke-5?
Kalau ingat pelajaran Biologi pada saat sekolah dulu, ada tahapan-tahapan pembelahan sel. Kalau nggak salah ingat nih ya, ada Mitosis, Meiosis, Morula, Gastrula, Blastocys, dst. Nah, pembelahan sel-sel embryo di hari ke-3 disebut dengan Morula, pembelahan sel menjadi sekian kali lipat (maaf saya lupa tepatnya berapa). Sedangkan pembelahan sel embryo di hari ke-5 disebut dengan Blastocyst dengan pembelahan sel menjadi sekian kali lebih banyak. Bedanya? Kalau dari literature, katanya, embryo hari ke-5 diyakini lebih bisa survive daripada embryo hari ke-3. Apa sebabnya? Saya kurang tahu. Mungkin karena pembelahan sel lebih banyak, sehingga lebih kuat bertahan. Survive disini maksudnya adalah survive saat dibiarkan berkembang di laboratorium dan InsyaAllah lebih survive juga saat sudah berada di rahim si calon ibu. Tapi…, balik lagi, kita tidak bisa campur tangan diproses ini, begitu juga dengan tim dokter dan tim lab, embryo-embryo tersebut hanya diletakkan pada media tertentu di lab yang medianya dibuat sangat mirip dengan rahim calon ibu, dibiarkan tumbuh dan berkembang sendiri. Tanpa diapa-apain, sementara embriolog hanya memantau saja dan melaporkan hasilnya pada tim dokter dan pasien. Entah embryo-embryo tersebut bisa terus tumbuh dan berkembang, bisa survive sampai hari kesekian atau bahkan survive manjadi bayi kita nanti, semua tergantung dari kehendak Allah subhanahu wa ta’alaa, Tuhan Pemilik Semesta Alam, jadi terus berdoa dan ikhlaskan apapun hasilnya pada Sang Pemilik Hidup.

Grade Embryo?
Yes, setahu saya perkembangan embryo digolongkan menjadi beberapa grade yaitu Excelent, Good, Moderate dan Bad. Penggolongan ini didasarkan pada bagian rusak atau tidaknya kulit luar dari pembelahan sel-sel embryo (kalau sudah melalui tahap ini, pasti teman-teman akan tahu sendiri karena semua akan dijelaskan oleh embriolog). Seingat saya, semakin banyak rusak dibagian pinggirnya, maka penggolongan grade akan semakin turun ke grade bawah. Alhamdulillah, embryo-embryo kami semua berada di grade Good.

Yang boleh di freeze adalah embryo dengan grade Good dan Excelent, sementara grade Moderate tidak boleh di bekukan karena memiliki kemungkinan untuk rusak yang lebih tinggi menjadi Bad.

Adakah efek samping dari pembekuan (freezing) embryo?
Tentu ADA. Pada saat pencairan kembali embryo pasca dibekukan, ada kemungkinan embryo bisa bertahan, langsung bertumbuh dan berkembang seperti semula, atau malah rusak pasca dicairkan. Karena sifat dari pembekuan (freezing) embryo adalah untuk menghentikan sementara proses pertumbuhan dan perkembangan pembelahan sel-sel embryo, ditidurkan sementara sampai tindakan FET (Frozen Embryo Transfer) dijadwalkan. Di proses ini pun kita, tim dokter dan tim embriolog tidak bisa berbuat apa-apa, semuanya murni terjadi begitu saja, sesuai dengan kehendak takdir Allah subhanahu wa ta’alaa.

Berapa lama maksimal pembekuan (freezing) embryo?
Seingat saya sekitar 5 tahunan ya, dengan biaya per bulannya Rp 300.000,00. Tiga bulan pertama pasca pembekuan, tidak dikenakan biaya apapun. Jadi biaya pembekuan (freezing) akan ditagihkan di bulan keempat. Jika dibayarkan tiap tiga bulanan akan ada pengurangan atau diskon sebesar 100 ribu menjadi Rp 800.000,00 / 3 bulan. Mahal atau murah itu tergantung, tapi untuk gampangnya, kami menganggap itu adalah biaya kos dan penjagaan embryo-embryo kami, calon anak-anak kami kelak, InsyaAllah. Semoga Allah memberikan kami kesempatan kembali suatu saat nanti. Aamiin… Aamiin… Aamiin…

Kayaknya itu aja Question and Answer soal OPU. Panjang yaaa… hehehe. Begitulah. Kalau dibuat dua part takut informasinya terpotong, ketinggalan atau saya malah kelupaan memasukkan per-step-nya, dengan agak panjang begini semoga informasinya lengkap, tidak terpotong dan membantu teman-teman, para calon orang tua yang akan atau sedang menjalani program. InsyaAllah lengkap, kalau ada yang tidak sengaja missed, akan saya update kemudian. Sampai jumpa di next post…


Salam,


Lisa.