Bismillahhirrahmannirrahim.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh...
Waaahh… sudah lama banget
ternyata saya nggak update blog, mohon maaf dan harap maklum yaaa…
Padahal di posting sebelumnya ada
janji buat cerita soal perjuangan IVF kami. Tapi qadarullah, mood swing
bumil naik turun, ditambah sakit sepele yang berkepanjangan membuat saya harus
istirahat total dan fokus untuk penyembuhan, demi kesehatan bersama. InsyaAllah
akan saya posting juga saya sakit
apa, apa dan bagaimana cara untuk merawat diri selama sakit saat hamil.
Jadi sekarang mau posting apa?
Saya mau posting F.A.Q dulu aja yaaa… Frequently
Ask Question yang mungkin banget ditanyakan soal Program IVF yang kami
jalani. Soalnya kalau dibikin post
terpisah bingung juga mau dikasih judul apa. Jadi disatuin aja disini, hehehe.
Tapi, ini jawaban berdasarkan pengalaman dan sepengetahuan kami ya, kalau kami
nggak tahu ya jangan marah dan sedih, bisa tanya langsung ke provider-nya, hehehe. Here we go…
Image source |
F.A.Q Our IVF Journey
Program IVF dimana?
Sejujurnya, di awal rencana kami
untuk melakukan program IVF, kami sama sekali buta arah. Kemana dulu, RS mana
yang recommended untuk program IVF. Yang
kami tahu hanya definisi program secara garis besar dan apa masalah fertilitas
yang sedang kami hadapi saat itu. Sebagai catatan juga, kami bukan penduduk
ibukota, kami (saya dan suami) ini orang desa yang numpang hidup di ibukota
karena pekerjaan suami. Oleh sebab itu kami nggak tahu RS mana yang recommended, sama sekali blank, apalagi di ibukota, sekelas DKI
Jakarta yang memiliki banyaaak banget rumah sakit besar, didukung pula dengan
dokter yang ahli dibidangnya dan teknologi medis yang paling mutakhir tentunya.
Nggak mungkin juga jika kami harus keliling seluruh RS kaaan… kalaupun mau
tanya, bingung juga mau tanya ke siapa karena kami malu. Bener, malu,
permasalahan fertilitas itu masuk ke ranah pribadi, privat, privacy. Jika kami bertanya, mau nggak
mau kami pun harus menjawab dan menceritakan permasalahan kami pada lawan
bicara yang kemungkinan besar kepo.
Jadi gimana dong? Bingung pasti.
Qadarullah, suami saya dipertemukan dengan teman kuliahnya yang sama-sama belum
memiliki buah hati dan sedang mempersiapkan untuk mengikuti program bayi tabung
di klinik Morula Bandung. Disitu kami coba searching
via search engine, ketemulah
informasi tentang bayi tabung/ IVF, sederetan cerita tentang IVF, proses dan
pilihan dokter yang ada.
Kami nggak langsung join program ya, karena keterbatasan budget seperti yang sudah kami ceritaan
disini, kami harus menunggu kurang lebih satu tahun untuk kemudian memberanikan
diri untuk datang ke the BIC – Klinik
Fertilitas Morula IVF Jakarta.
Mengapa program di Morula?
Alasan pertama sudah tentu sama
dengan jawaban pertanyaan sebelumnya ya, tahunya itu, ketemunya itu, temen
suami program disitu juga, jadi kami iseng ngikutin, nyoba disitu juga. Pas
kebetulan juga suami sedang ditugaskan di Jakarta, jadi sekalian, mumpung
tinggal di Jakarta.
Sebenarnya, setahun yang lalu,
ketika saya dan suami masih tinggal di Duri, Riau, saya pernah diajak oleh
temannya teman saya untuk program di salah satu RS di Malacca, Malaysia.
Menurut informasi dari teman saya, biaya program hamil di RS tersebut tergolong
murah jika dibandingkan dengan RS di Jakarta, Pekanbaru dan Medan. Tapi ternyata
suami saya tidak setuju dengan alasan transportasi dan akomodasi yang mungkin
tidak murah, belum lagi soal makanan. Walaupun masih satu rumpun, urusan
halal-haram makanan di tempat asing tentu memberatkan juga. Pas ternyata
pekerjaan suami saya sulit untuk ditinggalkan sehari dua hari, sulit untuk ijin
kepada atasan karena load
pekerjaannya yang sedang tinggi. Begitulah, takdir dan rejeki, Allah subhanahu
wa ta’alaa mengizinkan, mengatur dan mempermudah urusan kami untuk program
hamil ketika kami tinggal di Jakarta. Alhamdulillah.
Dokternya siapa?
Dilema kedua adalah soal dokter.
Saya agak sensitif ya kalau soal dokter, karena pengalaman dapat dokter yang
nggak enak. Nggak enaknya gimana? Bukan karena dokternya yang kurag pinter atau
gimana-gimana sih, saya yakin semua dokter itu pinter, mungkin saya aja yang
kelewat baperan hehehe. Sebagai pasutri yang sudah kebanyakan searching ini itu, kami menganggap kami
sudah ‘sok tahu soal permasalahan fertilitas’ ditambah lamanya masa tunggu yang
telah kami jalani, jadi wajar dong ya kami perlu dokter yang welcome, mau mendengarkan, teliti,
telaten dan menjelaskan dengan sejelas-jelasnya info apa saja yang perlu kami
tahu tanpa meyinggung atau menyakiti perasaan kami.
Awalnya saya maunya dokter
wanita, sesuai dengan syariat Islam yang jika dimungkinkan mendapatkan dokter
wanita maka disunahkan untuk berobat ke dokter wanita. Begitu bunyinya kalau
nggak salah ya. Tapi, mendapatkan dokter wanita dengan kriteria seperti yang
saya sebutkan diatas tentu nggak mudah juga, nggak bakalan tahu kalau belum
ketemu langsung kaaann…
Karena kebanyakan browsing dan searching (lagi-lagi), akhirnya saya nemu beberapa postingan dari beberapa pasien soal dr.
Aryando Pradana, SpOG yang sesuai banget dengan kriteria dokter yang saya mau.
Langsung lapor suami dan pindah haluan, fix, ke dr. Aryando Pradana, SpOG.
Dokter Nando sebelah kanan ya :) |
Range Biaya?
Soal biaya ini pun paliiiing
sering ditanyakan oleh pasien yang akan memulai suatu program. Padahal nih ya,
namanya sakit, keluhan, berbeda-beda tiap pasutri. Beda pasutri beda
permasalahan, beda kondisi tubuh, beda penanganan, begitu kok ya masih ngotot tanya
biaya, hehehe. Kadang kalau dipikir ya aneh ya. Tapi sebagai pasien, sebagai
pasutri, tetep kepo kan ya, biayanya kira-kira berapa, sebagai budget utama, dan spare biaya pun harus berapa yang harus disediakan untuk join program.
Menurut pengalaman dan
permasalahan kami, dimulai dari suntik stimulus sampai saya berhasil hamil,
kami sudah menghabiskan biaya kurang lebih 150 juta. Biaya itu mencakup biaya join program, paket obat standar, 1x
OPU, 2x FET, tidak termasuk biaya operasi laparoskopi, cek darah dan konsul
dokter. Dari pengalaman pasien lain, jika 1x FET kemudian berhasil hamil, biaya
yang mereka keluarkan kurang lebih 100 juta. Biaya kami lebih mahal karena saya
menjalani 2x FET, karena FET pertama kami belum berhasil. Next time akan saya ceritakan juga soal ini ya…
Pokoknya kalau soal biaya spare saja 2-3x harga promo yang ada di flyer atau banner Morula. Dan jangan khawatir, biaya itu tidak langsung di
bayarkan dimuka. Pembayaran bertahap sesuai dengan proses yang sudah dijalani.
IVF bisa pakai asuransi?
Nah, saya kurang tahu ya kalau
soal ini, asuransi apa yang dapat menjamin pasien IVF. Tapi di bagian admission selalu ditanyakan oleh suster
yang bertugas, apakah pembayaran pribadi atau memakai asuransi. Tapi kalau
dipikir-pikir sih ya, mungkin nggak ada asuransi yang mau meng-cover pasien IVF, karena tingginya biaya
IVF dan ketidakpastian keberhasilan program dalam satu kali program, KECUALI
jika sudah hamil. Kalau sudah hamil kan masuk tagihannya ke kontrol kehamilan. Kalau
kontrol kehamilan InsyaAllah ada asuransi yang bersedia meng-cover. Untuk asuransinya apa, saya
kurang tahu juga ya. Kami memakai biaya pribadi untuk program IVF yang kami
jalani, tetapi ketika saya sudah berhasil hamil, saya memakai fasilitas asuransi
yang diberikan oleh kantor suami, jadi lumayan banget, bisa sedikit berhemat,
walaupun tidak semua di-cover. Alhamdulillah.
Nah, bagaimana dengan BPJS? Kayaknya
malah nggak mungkin di-cover ya. Coba
dipikir deh, berapa sih premi bulanan BPJS per pasien? Kira-kira, apa iya
negara kita punya dana sebanyak itu untuk membiayai pasien IVF? Wong dari
curhatan para dokter ketika program BPJS dimulai, dana BPJS aja nggak cukup
untuk membeli obat-obatan tertentu yang memang dibutuhkan pasien, apalagi untuk
membiayai pasien IVF, dengan biaya obat, proses dan tindakan yang sama sekali
tidak murah.
Pilih gender?
Kami nggak milih gender. Saya
bisa hamil saja sudah sangat bersyukur sekali, apapun gender yang Allah subhanahu wa ta’alaa kehendaki. Berhasil hamil
saja sudah merupakan suatu anugerah dan keajaiban bagi kami, kami tidak berani
dan tidak berniat meminta lebih. Walaupun disunahkan untuk mendefinisikan dengan
jelas doa kita, apa yang kita mau, seperti apa yang kita mau kepada Dzat Yang
Maha Kaya, Allah subhanahu wa ta’alaa. Tapi cukup bagi kami untuk saya berhasil
melalui setiap prosesnya dengan lancar tanpa hambatan berarti, berhasil hamil,
sehat, lengkap, sempurna, sehat jasmani dan rohani, tanpa kekurangan suatu
apapun, apapun gender-nya. Kami
ikhlaskan dan pasrahkan semuanya kepada Allah subhanahu wa ta’alaa.
Untuk teknologi pilih gender,
mungkin ada ya tapi saya kurang tahu soal itu. Yang saya tahu ada teknologi untuk
melakukan pengecekan kromosom, dimana kromosom calon janin kita di cek secara
keseluruhan apakah bagus atau tidak. Bagus dan tidaknya darimana? Mungkin
dilihat dari kemungkinan ketidaksempurnaan dalam pertumbuhan dan
perkembangannya. Nah, bonusnya, kita bisa tahu lebiiih cepat kemungkinan gender
yang dibawa oleh kromosom yang diteliti. Biaya cek kromosom kurang lebih 48
juta, berdasarkan info dari suster yang menangani saya. Untuk cek kromosomnya
kapan, sebelum atau setelah proses FET, saya kurang tahu juga.
Berapa lama proses IVF?
Ini nih yang bikin bingung. Kalau
proses keseluruhan jelas sangat bervariasi ya, tergantung pasutri dan kondisi
kesehatan pasutrinya juga. Tapi saya akan coba jawab waktu per proses aja ya…
Untuk pembahasan lengkap per proses akan saya tulis di postingan selanjutnya.
- Konsul dan USG pertama setelah join program dimulai di hari kedua atau hari ketiga haid.
- Suntik stimulus (pembesaran, penahan dan pemecah) telur dimulai dari haid hari kedua atau hari ketiga selama 8-10 hari berturut-turut di waktu yang telah ditentukan, lama waktu bervariasi tiap pasien tergantung dari respon telur terhadap obat-obatan stimulus.
- Proses OPU (Ovum Pick Up/ Petik Telur) dilakukan 36 jam dari suntikan pemecah (ovidrel). Lama waktu proses OPU 20-30 menit ditambah 1-1.5 jam istirahat. Proses OPU dilakukan dengan kondisi bius total.
- Waktu kapan tepatnya dilakukan proses ET (Embryo Transfer)/ FET (Frozen Embryo Transfer) bervariasi, tergantung kondisi rahim, hormon dan panjang siklus haid calon ibu. Jika semua kondisi terpenuhi, ET/ FET akan diinfokan oleh dokter, lama waktunya tindakan ET/ FET 10-20 menit dengan 30 menit waktu untuk minum, kandung kemih harus dalam kondisi penuh dengan menahan pipis agar rahim dapat terlihat.
- Waktu tunggu hasil kurang lebih 2 minggu, sesuai dengan embryo yang ditransfer, apakah embryo hari ke-3 atau embryo hari ke-5.
Begitu ya gambaran waktunya,
kurang lebih seperti itu, rentang waktu per proses sangat bervariasi tergantung
dari permasalahan dan kondisi kesehatan masing-masing pasutri.
Sakitkah proses IVF?
Untuk proses OPU dan ET/FET bagi
saya nggak sakit sama sekali, cuma memang secara teknis ada rambu-rambu dari
dokter dan suster yang wajib dan perlu dipatuhi. Untuk proses OPU-nya sendiri
kita dalam kondisi dibius total, tidak sadar, 1-2 jam kemudian baru dibangunkan
suster untuk melakukan cek kondisi tubuh kita, jadi memang nggak terasa sakit
sama sekali. Begitu juga dengan proses ET/FET, nggak sakit, hanya saja kondisi
kandung kemih kita harus penuh dan perlu menahan pipis selama proses ET/FET
selama beberapa menit, setelah proses selesai baru boleh pipis sambil berbaring
dengan menggunakan pispot.
Adakah prosesnya yang
menyakitkan? Kalau bagi saya sih ada. Dan menurut cerita dari suster dan
pasien-pasien lain, suntikan-suntikan stimulus sebelum proses OPU cukup
menyakitkan. Buat saya, suntikan stimulus memberikan efek pegel di perut
(kemeng atau njarem kalau dalam Bahasa Jawa) selama 30-60 menitan. Jadi saya
selalu mengusap-usap bekas suntikan tersebut sambil senyam-senyum nahan sakit
selama 30-60 menit, hehehe. InsyaAllah cuma sebentar aja kok. Setelah itu sudah
nggak terasa sakit lagi. Suntikan pengencer darah dan penguat rahim juga nggak
kalah pegel rasanya, hehehe. Sebenarnya, suntikan pengencer darah (Lovenox)
nggak akan terasa sakit jika masih berada di awal kehamilan, tapi rasa sakit
atau pegelnya itu semakin bertambah seiring bertambahnya usia kehamilan. Jadi senut-senut
sedep gitulaaah, hehehe. Suntikan yang nggak kalah heboh adalah suntikan
penguat rahim yang diberikan ketika pasien sudah positif hamil, jarum dan
lokasi injeksi bikin sakitnya agak lebih lama dibanding suntikan lain, efek
sampingnya, pegelnya bisa terasa sampai H+2 injeksi, lama yaaa…
Jadi begitu yaaa… rangkuman
jawaban dari beberapa pertanyaan yang biasa ditanyakan oleh pasien sebelum
memulai program IVF. InsyaAllah next post
akan saya posting terpisah per prosesnya
berdasarkan pengalaman saya.
Buat teman-teman yang ingin
bertanya, komentar atau memberikan tanggapan, silakan tulis di kolom komentar
ya, InsyaAllah akan saya jawab sesuai dengan kemampuan dan sepengetahuan saya. Terima
kasih.
Salam,
Lisa.