Sabtu, 07 Juli 2018

[UPDATE] Pengalaman Operasi Laparoskopi



Bismillahhirrahmannirrahim.

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh...

Maunya langsung post soal FET (Frozen Embryo Transfer) aja, tapi biar post-nya urut sesuai dengan apa yang saya alami dan jalani, akhirnya yang di post duluan adalah soal Laparoskopi. Bismillahhirrahmannirrahim… Yuk…

Tiga sampai empat tahun lalu, saya bergidik ketika salah seorang sahabat saya curhat kalau dia sedang dalam masa pemulihan pasca menjalani Operasi Laparoskopi. Membaca ataupun mendengar kata operasi diucapkan, saya ngeri sendiri. Bener. Ngeri. Takut. Dan sekaligus berdoa agar saya tidak akan pernah menjalani operasi, operasi apapun itu. But here we come, kita tidak pernah tahu takdir apa yang akan terjadi pada kita, apa yang sedang menanti kita di depan sana. Setahun yang lalu, sayapun menjalani operasi itu juga, Operasi Laparoskopi, operasi yang tidak pernah saya bayangkan dalam hidup saya akan saya alami dalam proses kami mengejar cita-cita kami, impian kami. Ketika kabar kehamilan saya publikasikan ke medsos saya, atas ijin pak suami juga tentunya, sahabat saya yang curhat bertahun lalu, langsung menghubungi saya, bahwa dia ikut terharu dan menangis. Begitulah, perjuangan kami menjadi orang tua tidak pernah semudah pasangan lain diluar sana. Alhamdulillah, Allah subhanahu wa ta’alaa selalu menguatkan orang-orang seperti kami. Alhamdulillah…

Di awal saya melakukan screening awal dengan dokter Nando, saya sudah mengatakan pada beliau kalau saya memiliki mioma dan penyempitan saluran tuba falopii di sebelah kanan, yang mungkin menjadi salah satu penyebab saya belum pernah hamil sama sekali sejak menikah. Operasi Laparoskopi disarankan oleh dokter Nando dengan tujuan memberikan banyak ruang kepada bayi kami untuk tumbuh berdasarkan program yang kami ikuti, IVF.

Tadinya saya ragu banget ya, takut sih lebih tepatnya, kalau bisa sih nggak usah gitu ya, hehehe. Karena seumur hidup saya, Alhamdulillah saya tidak pernah mengalami sakit yang mengharuskan saya untuk menginap di rumah sakit, diinfus, apalagi operasi, wong disuntik saja saya takut. Jadi membayangkannya aja sudah membuat saya lemas. Pengennya kabur aja, tapi udah kepalang nyebur, mau nggak mau mesti ‘basah’ seluruhnya. MasyaAllah.

Sebelum saya tindakan OPU, saya pun sempat bertanya lagi kepada beliau, haruskah saya menjalani operasi Laparoskopi ini? Beliau pun menjawab ‘iya’ dengan tegas. Makin dijelaskanlah sama beliau bahwa tujuan operasi Laparoskopi untuk saya adalah pertama memberikan ruang yang cukup untuk bayi saya nanti, kedua tentu menyembuhkan saya dari penyakit dan gangguan kesuburan tersebut dan ketiga adalah sekalian membenarkan saluran tuba falopii saya yang menurut pemeriksaan sebelumnya (HSG) terlihat menyempit. Makin lemas lah saya. Dan tahu-tahu jadwal operasi Laparoskopi saya sudah dijadwalkan oleh dokter Nando dan suami saya. Saya masih lemas dan nge-blank, lhah suami saya sudah iya-iya dan oke-oke saja disebelah saya. What? Rasanya pengen mukulin suami saya deh, yang mau operasi saya, saya masih takut, saya masih perlu menata hati, nah dia udah main iya-iyaan dan oke-okean sama dokter Nando. Sampai rumah pun saya sudah mau nangis, protes sama suami saya. Tapi kemudian saya diingatkan oleh pertanyaan yang saya sendiri sudah tahu pasti jawabannya. ‘Bagaimana jika ini adalah jalan satu-satunya untuk saya jadi lebih sehat?’ ‘Bagaimana jika ini adalah jalan yang sudah Allah subhanahu wa ta’alaa atur dan tuliskan sebagai jalan kami untuk memiliki keturunan?’ Makin mewek lah saya dijawab begitu, karena jalan yang akan saya lalui MasyaAllah begitu luar biasa buat saya, dan begitu juga untuk suami saya. I know that for sure. Berat juga baginya untuk menjalani ini dengan saya, memiliki istri yang belum bisa hamil normal dan harus melalui segala prosedur program yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. MasyaAllah. Tapi balik lagi, bahwa mungkin benar, inilah jalan yang Allah subhanahu wa ta’alaa sudah atur dan tuliskan sebagai ujian untuk kehidupan rumah tangga kami. Kami bisa apa? Bersabar dan mengikhlaskan segalanya sesuai dengan jalan Allah subhanahu wa ta’alaa. Semoga segala tetesan air mata keikhlasan dan tetesan keringat ikhtiar kami menjadi tabungan kami di akhirat kelak.

Jadi, saya dijadwalkan menjalani operasi Laparoskopi hari Kamis, 6 Juli 2017 jam 14.00 WIB di RSIA Bunda Jakarta. Baru setahun yang lalu ya, jadi masih inget aja saya, gimana dag-dig-dug-nya saya menunggu hari itu.

Apa sih sebenarnya Operasi Laparoskopi itu?
Kalau menurut sepengetahuan saya nih ya, gampangnya, Operasi Laparoskopi adalah suatu teknik operasi melihat ke dalam perut tanpa melakukan pembedahan besar. Jadi operasi dilakukan dengan menggunakan peralatan medis serba kecil, termasuk diantaranya adalah penggunaan kamera mikro yang dimasukkan ke dalam tubuh pasien saat operasi untuk melihat kondisi di dalam perut. Jadi bekas luka yang timbulpun lebih minim dan recovery diyakini lebih cepat karena bekas luka yang kecil tersebut. Kalau menurut definisi resmi silakan googling sendiri disini ya.

Sedangkan yang saya alami, di perut saya terdapat empat titik dengan masing-masing titik selebar kurang lebih 1 cm, diantaranya adalah di pusat/ pusar, di perut bawah kanan dan kiri dan terakhir di atas kelamin. Melalui empat titik ini, tim dokter yang melakukan Operasi Laparoskopi untuk saya, mengambil kista, mioma dan endometriosis yang diyakini menghambat kehamilan saya secara normal dan mungkin mengganggu program kehamilan yang akan saya jalani selanjutnya di Morula IVF Jakarta.

Dimana saya melakukan Operasi Laparoskopi?
Saya melakukan Operasi Laparoskopi di RSIA Bunda Menteng, Jakarta Pusat sesuai dengan rujukan dari dokter yang merawat saya untuk program kehamilan yang saya ikuti.

Samakah Operasi Laparoskopi yang saya jalani di RSIA Bunda dengan RS lain?
Untuk soal ini saya kurang tahu ya, tergantung dari peralatan dan teknologi medis yang RS miliki mungkin. Beruntungnya saya bisa melakukan Operasi Laparoskopi di RSIA Bunda Menteng, Jakarta Pusat yang memiliki teknologi dan peralatan medis yang cukup modern, ditangani oleh dokter-dokter yang ahli dibidangnya menggunakan peralatan medis tersebut jika dibandingkan dengan RS lain. Karena saya pernah dengar di RS lain, masih ada yang RS yang melakukan operasi pengambilan kista, mioma dan endometriosis dengan cara pembedahan besar. Jadi, balik lagi, tergantung RS-nya, memiliki teknologinya dan dokter yang ahli menggunakan peralatan medis tersebut atau tidak.

Untuk pasien program di Morula IVF Jakarta (Inseminasi ataupun IVF), bisakah melakukan Operasi Laparoskopi di RS lain selain RSIA Bunda Jakarta?
BISA, Tapi TIDAK DISARANKAN. Sebenarnya dokter Nando pun membebaskan kami untuk memilih mau operasi dimana karena kita tahu bahwa biaya Operasi Laparoskopi di RSIA Bunda Jakarta memang sangat mahal jika dibandingkan dengan RS lain. Tapi berdasarkan informasi yang kami peroleh (dari dokter Nando dan suster Diana), mereka tidak menyarankan operasi di RS lain dengan dokter lain. Karena berdasarkan pengalaman pasien lain sebelum-sebelumnya yang melakukan Operasi Laparoskopi di RS lain dengan dokter lain, dokter yang mengoperasi kebanyakan tidak memperhatikan bahwa kami ini pasien program IVF yang karenanya paramedis perlu untuk sangat berhati-hati dalam menangani kami. Dokter yang mengoperasi harus berhati-hati untuk mempertahankan kondisi rahim kami. Sementara yang kebanyakan terjadi adalah tim dokter yang mengoperasi di RS lain kurang memperhatikan itu, walaupun sudah diinfokan saat konsultasi sebelumnya, tapi pada prakteknya kebanyakan tidak sesuai.

Bagaimana jika sudah terlanjur? Efeknya bagaimana? Kalau sudah terlanjur ya mau bagaimana lagi, wong sudah terjadi. Efeknya pada kita yang pasien program, saya juga kurang paham sih sebenarnya, kita cuma berusaha untuk meminimalisir resiko dan memaksimalkan kemungkinan keberhasilan program yang kita jalani. Begitu intinya. Kita mungkin tidak pernah tahu bagaimana hasilnya nanti, tapi kita bisa berusaha menghindari yang terburuk jika kita mempersiapkan segalanya dengan baik.

Berapakah biaya tindakan Operasi Laparoskopi di RSIA Bunda Jakarta?
Untuk kasus saya, saya habis sekitar 52 juta, dengan excess kurang lebih satu juta karena naik kelas kamar rawat inap, kamar yang kami tuju habis, sehingga kami terpaksa naik kelas kamar ke kelas Perdana kalau nggak salah. Tapi Alhamdulillah semua biaya di-cover oleh asuransi kantor suami saya dan excess satu jutanya ditagihkan ke kantor suami, pun suami saya tidak diminta untuk mengganti kelebihan excess-nya.

Berapakah biaya tindakan Operasi Laparoskopi di RS lain?
Soal ini saya nggak tahu pasti ya, saya cuma pernah mendengar saja kalau biaya Operasi Laparoskopi di RS lain jauh lebih murah jika dibandingkan dengan RSIA Bunda Jakarta. Ada yang bilang hanya sekitar 30 juta, ada juga yang hanya 10 juta. Bedanya dimana saya pun kurang tahu. Tapi sebagai pasien program di Morula tentu saya nggak berani mengambil resiko untuk operasi di tempat lain dengan dokter lain dengan alasan yang saya sebutkan sebelumnya.

Bisakah menggunakan asuransi untuk tindakan Operasi Laparoskopi di RSIA Bunda Jakarta?
BISA. Saya sendiri menggunakan fasilitas asuransi dari kantor suami. Alhamdulillah ter-cover seluruhnya. Untuk asuransi apa saja yang diterima saya kurang tahu ya. Mungkin bisa dikonsultasikan dengan Ibu Santi bagian Asuransi RSIA Bunda Jakarta.

Bagaimana dengan BPJS Kesehatan? Apakah meng-cover tindakan Operasi Laparoskopi di RSIA Bunda Jakarta?
Nah untuk BPJS Kesehatan saya kurang tahu ya sudah bekerjasama dengan RSIA Bunda atau belum. Saat saya melalui tindakan operasi Laparoskopi, setahu saya belum ada fasilitas BPJS di RSIA Bunda, nggak tahu kalau sekarang.

Siapakah yang melakukan tindakan Operasi Laparoskopi saya?
Yang melakukan tindakan Operasi Laparoskopi untuk saya tentu adalah dokter Nando (dr. Aryando Pradana, SpOG) beserta tim dokter dari RSIA Bunda. Inilah keuntungan dari mengikuti program kehamilan di Morula IVF Jakarta, dokter yang merawat kita untuk program bisa sekaligus melakukan operasi yang diperlukan untuk kita, bukan dialihkan ke dokter lain, sehingga kesehatan dari peralatan reproduksi kita yang nantinya akan diikutkan dalam program kehamilan bisa terpantau dengan baik.

Mengapa tidak melakukan Operasi Laparoskopi dulu sebelum mengikuti program kehamilan atau sebelum dilakukan tindakan OPU?
Sebaiknya sih kalau menurut saya kita ikut program kehamilan terlebih dahulu, kemudian dokter akan memutuskan tindakan-tindakan apa saja yang dapat mendukung keberhasilan program yang kita ikuti, salah satunya adalah tindakan Operasi Laparoskopi, apakah diperlukan atau tidak. Nah untuk alasan mengapa tidak Operasi Laparoskopi dulu sebelum OPU adalah karena tindakan Operasi Laparoskopi dapat mempengaruhi kondisi alami rahim dan peralatan reproduksi di sekitar rahim kita (yang kita usahakan pertahankan kondisi alaminya untuk pertumbuhan bayi kita nantinya). Dikhawatirkan Operasi Laparoskopi dapat mempengaruhi produksi sel telur yang nantinya akan kita gunakan untuk program kehamilan melalui IVF. Menurut info yang saya peroleh, tindakan Operasi Laparoskopi sebelum tindakan OPU dapat mengurangi jumlah produksi telur si calon ibu. Nah, kita nggak mau kan kehilangan telur-telur terbaik kita sebelum memulai program? Itulah alasan utamanya, apapun yang tim dokter sarankan semata-mata adalah demi meningkatkan keberhasilan dari program kehamilan yang kita ikuti. Walaupun keputusan akhir tetap berada pada Sang Pemilik Kehidupan, Allah subhanahu wa ta’alaa.

Apa saja persiapan untuk tindakan Operasi Laparoskopi?
Saya nggak ada persiapan khusus ya, tetep menghindari makanan dan minuman yang tidak dianjurkan sejak mengikuti program, mengkonsumsi makanan dan minuman yang dianjurkan, olah raga teratur dan menjaga badan untuk tetap fit tanpa boleh sakit seringan apapun. Sejak mengikuti program kehamilan saya tetap stop teh, kopi, soda, DCC, cokelat sampai berhasil hamil di usia kandungan 12w, atau sudah dinyatakan save oleh dokter, bisa konfirmasi juga soal pantangan ke suster koordinator.

Untuk pantangan sebelum Operasi Laparoskopi, saya agak-agak lupa ya, hehehe, karena ngasih tahunya H-1 by phone, jadi saya nggak ada catatan sama sekali. Seingat saya sih, nggak boleh makan makanan karbohidrat, daging, sayur, makanan yang mengandung serat, karena kita diwajibkan untuk berpuasa sebelumnya. Sebagai catatan, puasanya harus bagus karena posisi bagian tubuh bawah (perut, yang akan melalui proses operasi) akan lebih tinggi daripada bagian tubuh atas, jika puasanya tidak bagus, tidak mematuhi pantangan sebelum operasi misalnya, dikhawatirkan akan muntah sebagai akibat dari posisi operasi ini.

Yang jadi pertanyaan, makan ini itu nggak boleh, trus makan apa dong? Hehehe. Itu juga yang saya keluhkan. Memang jadi luapaaar luar biasa. Kalau saya, seingat saya, saya hanya makan bubur sumsum aja selama seharian itu, dibuatkan bubur sumsum sama ibu saya. Bubur sumsum dan air putih. Memang lapar banget ya jadinya, tapi mau gimana lagi, lapar itu akan teratasi kalau kita sudah ke RSIA dan mendapatkan infuse glukosa, nggak akan ada lagi keluhan lapar, hehehe.

Bagaimana step by step prosesnya?
Sebelum datang di hari-H operasi, kita diwajibkan untuk berkonsultasi dengan dokter spesialis anestesi yang ada di RSIA Bunda. Konsultasi maksimal di H-2 tindakan operasi. Disitu kita akan dijelaskan secara rinci persiapan apa saja yang perlu dilakukan untuk menghadapi operasi dan bagaimana prosedur tindakan operasi yang akan dilakukan pada tubuh kita. Ketemu dokter anestesi ini juga agak-agak bikin deg-deg-an kalau saya. Namanya juga nggak pernah operasi jadi segalanya terasa sangat baru dan menegangkan untuk saya.

Jadwal operasi saya sempat mau dimajukan oleh pihak RSIA Bunda karena berbagai hal, tapi berhubung saat itu masih libur Lebaran, saya masih di Caruban, belum konsultasi ke dokter anestesi juga, jadi Alhamdulillah jadwal operasi saya tetap di Hari Kamis, 6 Juli 2017. Yes, benar, jadwal operasi saya berada di minggu pertama masuk pasca libur Lebaran. Jadi semua orang mikirin berkumpul bersama keluarga untuk berlebaran, saya malah dag-dig-dug tegang mikirin operasi, hehehe.

Saya dijadwalkan konsultasi dengan dr. Riviq , Sp. An di Hari Selasa, 4 Juli 2017, tapi ternyata dr. Riviq tidak praktek (mungkin masih cuti Lebaran kali ya, hehe) digantikan oleh dr. Dian Citra Resmi, Sp. An. Dijelaskan apa saja oleh dokter anestesi? Beliau menjelaskan segala prosedur operasi, bahwa operasi akan dilakukan dengan bius total selama kurang lebih 3-4 jam. Posisi pasien saat operasi akan ditidurkan telentang dengan meninggikan bagian tubuh bawah (perut, yang akan dioperasi) lebih tinggi daripada bagian tubuh atas (kepala). Setelah dibius, pasien akan dipasangi alat bantu pernapasan yang berupa selang melalui mulut. Karenanya kualitas puasa harus bagus untuk menghindari muntah saat dan pasca operasi yang diakibatkan oleh posisi bagian tubuh bawah lebih tinggi daripada kepala sehingga bagian tubuh bawah akan bergeser ke atas menuju kepala. Puasa dilakukan 8 jam sebelumnya, tetapi H-1 akan dikonfirmasi kembali oleh suster bagian kamar operasi tentang bagaimana tata cara puasa yang dianjurkan dan apa saja yang boleh dikonsumsi sebelumnya. Semata-mata adalah untuk menghindari muntah dan hal-hal yang tidak diinginkan selama dan pasca operasi.

Di hari-H operasi, pasien diharapkan untuk datang ke RSIA Bunda dan melakukan pendaftaran operasi dan rawat inap di bagian admission operasi. Saya datang pagi, sekitar jam 7 atau jam 8 pagi, karena jadwal operasi siang, maksimal masuk ruang rawat inap adalah pagi di hari-H. Setelah prosedur pendaftaran selesai, saya diantar ke ruang rawat inap dan kemudian menunggu suster yang bertugas untuk melakukan pengecekan kondisi awal. Apa aja yang di cek? Banyak, suster akan membawakan daftar wawancara singkat tentang riwayat kesehatan pasien dan keluhan apa saja yang pernah dialami pasien, menginformasikan kepada dokter Nando kemudian kembali menemui pasien dan memberikan tindakan awal apa saja sesuai instruksi dari dokter Nando.

Karena saya memiliki riwayat sakit maag, saya diminta untuk minum obat maag yang sudah disediakan suster, memasukkan obat lewat belakang (maaf dubur), karena saya sempat mengeluhkan nyeri di perut bawah dan melakukan skin test, karena saya pernah mengalami alergi obat antibiotik tapi lupa nama dan jenisnya sehingga suster perlu melakukan skin test. Apa itu skin test? Skin Test adalah tes alergi obat yang dilakukan di bawah kulit. Jadi suster akan menginjeksikan obat tertentu di bawah kulit kita. Skin test di tubuh saya dilakukan di lengan kanan. Rasanya gimana? Sakit banget yaaa, pedih, perih, panas dan nyeri jadi satu, di bawah kulit ini, bukan di daging. Jadi begitu jarum masuk, jarum akan dibelokkan ke kanan ke kiri, di ongkek sana, ongkek sini, entah apa tujuannya. Sakit banget pokoknya. Setelah itu lokasi skin test akan ditandai, dibuletin dengan menggunakan pulpen.

Setelah itu, saya diminta untuk menunggu suster lain yang bertugas untuk melakukan cukur rambut kemaluan. Fungsinya apa? Untuk menghindari lengket terkena darah. Memang sih, bekas lukanya akan kecil, hanya sebesar kurang lebih 1 cm, tapi memang begitulan prosedurnya, kita kan nggak pernah tahu apa yang akan terjadi nanti. Selain itu, lokasi operasi salah satunya adalah berada di atas kemaluan, oleh sebab itu rambut kemaluan perlu dicukur. Cukurnya pakai apa? Pakai alat cukur elektrik dengan mata pisau yang baru milik rumah sakit. Bagi yang belum pernah mencukur rambut kemaluan seperti saya, rasanya geli banget ya… Asli geli, saya sampai ketawa-ketawa dan suster sampai berhenti beberapa kali karena saya kegelian banget.

Selanjutnya berganti pakaian pasien dan menunggu suster lain yang bertugas untuk memasang infus dan kemudian saya diantar suster ke ruang operasi dengan menggunakan kursi roda. Saya pikir nih ya diantarnya pakai kursi roda itu sampai ke ruang operasi, ternyata sampai di balik pintu ruang operasi aja. Hahaha, ngarep eksklusif. Terus lanjutannya gimana? Ya diantar, tapi jalan kaki, diminta naik ke meja operasi sendiri. Disitu saya berasa tegang banget. Bayangin ya, di siaran TV, film ataupun drama yang biasa saya tonton, biasanya di gledek sampai ke meja operasi, entah itu dibius duluan atau sebelum dibius. Ini jalan kaki, diminta tiduran sendiri di meja operasi, berasa banget mau diadili. Lebay :D

Saya diminta menyamankan diri di meja operasi. Menyamankan gimana maksudnya? Menyamankan letak kaki yang ternyata ditekuk. Jadi pertama kali kita duduk di meja operasi dengan paha yang ditopang seperti duduk dan kemudian rebahan di meja operasi. Aduh bingung gimana menjelaskannya, semoga paham maksud saya ya. Buat kaki senyaman mungkin, bilang ke susternya jika perlu ditinggikan atau direndahkan posisi topangan kakinya. Karena operasi akan memakan waktu lama, jika pasien tidak menyamankan diri dan kaki, dikhawatirkan nanti saat bangun pasca operasi, kaki akan pegel-pegel. Begitu kata suster yang bertugas membantu proses operasi saya. Setelah menyamankan diri di meja operasi, dokter anestesi datang menyapa saya dan langsung mengajak mulai sambil menginjeksikan 3 ampul suntikan yang berisi obat bius. Tiga sampai empat jam kemudian saya bangun dan sudah berada di ruang pemulihan dengan badan tertutup selimut penghangat yang dihubungkan dengan kaki saya, selang infus di tangan kanan dan kiri, terpasang kateter di saluran kencing saya dan selang oksigen di hidung saya. Apa fungsi selimut penghangat itu? Jadi ketika saya terbangun pertama kali, saya merasa sangat kedinginan dan menggigil. Beruntung badan saya tertutup selimut penghangat tersebut selama beberapa waktu sehingga saya tidak begitu merasa kedinginan.

Ketika saya terbangun pertama kali di ruang pemulihan, yang pertama kali saya lakukan adalah melihat kanan kiri mencari suster, menanyakan jam berapa saat itu, jam berapa proses operasi saya selesai dan mencari suami saya. Kalau saya tidak salah ingat, saya mulai disuntik bius sekitar jam 1 lebih, kemudian berdasarkan info dari suster, operasi saya selesai di jam 16.30 WIB dan saya terbangun di jam 18.30 WIB. Setelah menunggu beberapa saat, selimut penghangat dilepaskan dari badan saya, dan saya akan dipindahkan ke kamar. Tapi sebelumnya saya akan diantar ke ruangan lain sambil menunggu giliran diantar ke kamar rawat inap.

Infus yang melekat di tangan saya pasca Operasi Laparoskopi

Di ruangan lain tersebut, saya langsung refleks menangis ketika melihat kedua orang tua saya. Iya, saya cengeng. Entah mengapa perasaan saya saat itu sangat sedih, saya merasa sangat bersalah kepada orang tua saya. Sedih karena memiliki anak seperti saya yang rasanya merepotkan sekali, meminta orang tua saya ikut menunggui dan merawat saya lagi setelah sedewasa ini, karena sakit dan program hamil yang akan saya jalani. Tapi, orang tua mana yang rela membiarkan anaknya sendirian di saat sulit seperti yang kami alami? Tidak ada. Kalaupun saya tidak jujur, mungkin saya malah berdosa karena mengesampingkan orang tua saya. Bahwa orang tua saya pun ingin mendampingi kami melalui saat-saat sulit, mendampingi dan men-support kami menghadapi ujian untuk kehidupan rumah tangga kami.

Kurang lebih jam 21.00 WIB saya diantar ke kamar rawat inap. Oh iya, sejak bangun pertama kali, saya merasa ingin muntah tapi ternyata sulit dan tidak bisa keluar. Apa yang dimuntahkan? Padahal kan puasa sebelumnya? Jadi yang dimuntahkan adalah sisa obat bius dan alat bantu pernafasan yang berupa selang yang dimasukkan ke dalam mulut saya pasca dibius total. Kok saya tahu, kan dibius total? Ya ituuu, kan sebelumnya diminta untuk konsultasi dengan dokter spesialis anestesi, disitu kita dijelaskan semua tentang prosedur operasi dan tindakan apa saja yang dikenakan terhadap tubuh pasien.

Cara membuang sisa-sisa obat yang ikut masuk ke tenggorokan saya ternyata perlu dirangsang terlebih dahulu untuk mengeluarkan sisa bius tersebut. Jadi saya dibuatkan bubur sumsum oleh suster di jam 23.00, dan benar saja, setelah beberapa suap, dan beberapa menit kemudian keluarlah cairan bening beserta bubur sumsum yang saya makan sebelumnya. Seketika itu saya merasa lega. Kemudian saya diminta istirahat dan diijinkan makan setelah saya bisa kentut, untuk membuang gas-gas sisa operasi melalui belakang, tanda pencernaan saya siap bekerja dengan normal kembali. Alhamdulillah saya bisa kentut pertama kali di jam 03.00 WIB dini hari.

Proses makan pertama kali buat saya agak drama ya, hehehe. Karena ternyata seluruh organ pencernaan saya menyempit sebagai akibat lamanya waktu puasa sebelum operasi dan naiknya organ pencernaan saya pasca operasi. Jadi, sensasi menelan makanan pertama kali itu begitu menyakitkan untuk saya sehingga makanan yang masuk hanya sedikit. Tapi, rasa sakit itu InsyaAllah akan berangsur-angsur menghilang dengan sendirinya, tidak perlu perawatan khusus apapun, hanya dipakai makan dan minum saja semampunya.

Oh iya, kita perlu belajar duduk, berdiri dan berjalan ya, setelah berbagai prosedur operasi dll tersebut kita tidak menggunakan tubuh dan kaki kita dengan maksimal. Karena untuk pipis pun masih menggunakan kateter sehingga perlu belajar duduk, berdiri dan berjalan. Rasanya gimana? Agak berat kalau menurut saya, karena pasca operasi kita hanya tiduran saja. Jikalau ada rasa pusing dan kliyengan sedikit itu wajar. Dan jika pusing terasa sangat mengganggu, langsung istirahat dan rebahan kembali, jangan memaksakan diri.

Selain itu, saya mengalami sedikit pendarahan juga ya. Mirip darah haid, keluar dari vagina, hanya saja ini yang keluar adalah darah segar. Sakitkah? Tidak sama sekali. Darah ini keluar sebagai akibat dari sisa-sisa Operasi Laparoskopi yang saya jalani dan ini sangat wajar terjadi. Sampai berapa lama? Kurang lebih semingguan ya, nggak sampai seminggu malah, cuma sebentar saja, jadi usahakan untuk membawa spare pembalut wanita saat menjalani rawat inap untuk berjaga-jaga.

Selanjutnya saya dirawat selama dua hari di RSIA Bunda dan diijinkan pulang di hari Sabtu, 8 Juli 2017 pasca cek terakhir oleh dokter Nando. Tapi malam hari sebelum pulang kondisi HB saya sempat drop jauh dari sebelum operasi sehingga saya harus menerima transfusi HB 2 ampul. Kembali lagi untuk cek jahitan ke dokter Nando di klinik BIC – Morula IVF Jakarta seminggu kemudian, dan pesan suster, jahitan nggak boleh kena air sama sekali ya, jadi harus hati-hati mandinya.

Penyakit yang diambil dari dalam tubuh saya, ini sebenarnya tabungnya besar ya, cuma difotonya agak jauh jadi terlihat kecil, yang motret suami saya ketika dikasihtahu suster dan dokter Nando, difoto untuk ditunjukkan ke saya dan orang tua saya

Adakah keluhan atau efek samping pasca Operasi Laparoskopi?
Kalau saya nggak punya keluhan berarti ya, bahkan bisa dikatakan TIDAK ADA. Alhamdulillah saya pulih dengan cepat. Hanya saja, saya mendapatkan PR makan dari dokter Nando. Punya dokter yang nggak pro obat sama sekali itu bisa jadi keuntungan dan kelemahan. Keuntungannya kita nggak melulu dicekoki dengan berbagai macam obat-obatan. Tapi, kelemahannya adalah terkadang beliau memberi kita PR makan. Yes, asupan makanan dianggap sebagai obat alami untuk tubuh. Jadi apa PR saya? Makan ati (ati sapi, ati ayam) selama sebulan penuh sebagai pengganti obat yang diharapkan bisa mengembalikan kondisi normal HB saya. Jadi ketika saya pulang, saya sama sekali tidak dibawain obat apapun, hanya pereda nyeri yang dikonsumsi oral dan via belakang (dubur). PR makan buat saya jauh lebih berat jika dibandingkan dengan PR minum obat, karena yang kita lawan adalah diri kita sendiri, melawan ego dan rasa bosan. Tapi, jika itu adalah yang terbaik untuk kesehatan kita, kita bisa apa. Dijalani saja dengan ikhlas karena Allah subhanahu wa ta’alaa.

Berapa lama waktu penyembuhan Operasi Laparoscopi?
Saya melalui Operasi Laparoskopi tanggal 6 Juli 2017, kemudian saya menjalani FET pertama saya di tanggal 27 Agustus 2017, jadi langsung ya, langsung di siklus berikutnya. Alhamdulillah penyembuhan saya pasca Operasi Laparoskopi terhitung cepat kalau menurut saya, karena saya sudah bisa menjalani FET di siklus berikutnya. Saya pernah membaca di salah satu post ig bahwa jika ingin menjalani program kehamilan pasca menjalani Operasi Laparoskopi ya setahun pasca operasi adalah waktu emas untuk memaksimalkan, karena jika sudah diatas satu tahun dikhawatirkan mioma, kista dan endometriosis tumbuh kembali, mengganggu atau bahkan menghambat program kehamilan yang diikuti.

Bagaimana proses penyembuhan saya pasca Operasi Laparoskopi?
Seperti yang sudah saya ceritakan sebelumnya kalau saya nggak dibawain obat sama sekali oleh dokter Nando. Obat yang saya bawa adalah hanya obat pereda nyeri yang diminum oral dan dimasukkan lewat belakang (maaf, dubur). Obat pereda nyeri diresepkan kurang lebih untuk 3-5 hari berikutnya. Saya hanya minum obat pereda nyeri yang oral saja, sementara yang lewat belakang tidak saya gunakan. Kenapa? Saya merasa tidak nyaman dengan obat itu, karena lokasinya disitu, hehehe. Walaupun harus berdebat dulu sih sama ibu dan ibu mertua saya soal itu, khawatir saya nggak sembuh-sembuh, atau makin lama sembuhnya, mungkin ini juga salah satu faktor kenapa saya mengeluhkan nyeri di perut bawah setelah naik motor sendiri.

Selain PR makan dari dokter Nando, saya juga mengkonsumsi Ikan Gabus atau Ikan Kutuk (kalau dalam Bahasa Jawa) yang katanya bagus untuk penyembuhan pasca operasi. Diapakan ikannya? Seharusnya di kukus untuk mempertahankan lendirnya yang dipercaya berkhasiat. Tapi kalau saya takut amisnya, takut nggak ketelan, jadi digoreng tepung saja. Jadi selama sebulan itu lauk yang saya makan hanya ati ampela ayam dan hati sapi sebagai PR dari dokter Nando dan Ikan Gabus Goreng, dimasak ganti-gantian. Saya nggak masak sendiri ya, saya dirawat oleh ibu saya dan ibu mertua saya yang bergantian menunggui saya pasca Operasi Laparoskopi sampai tindakan FET pertama.

Nah, untuk perawatan luka, saya dijadwalkan kontrol luka jahitan seminggu setelah saya boleh pulang di tanggal 15 Juli 2017. Selama dirumah, suster di RSIA berpesan untuk jangan sampai luka jahitan bekas operasi saya terkena air sampai kontrol berikutnya dengan dokter Nando. Jadi saya mandinya gimana? Ini yang lucu. Perut saya di wrap dengan plastic wrap kemudian bagian atasnya ditali karet mengelilingi perut agar tidak kemasukan air sama sekali. Antara usaha sama lebay ya, hahaha. Yaaa, semua kami lakukan sesuai pesan suster, karena serumah sama-sama nggak pernah operasi, jadi kami berusaha menjaga dari segala kemungkinan. Dikhawatirkan jika terkena air sebelum waktunya akan berakibat kenapa-kenapa. Jadi saya pasrah aja mandinya sampai dibantuin, oleh suami saya, ibu ataupun ibu mertua saya, yang merawat saya saat itu. Menurut saya, lebih baik saya merepotkan orang lain sampai saya dinyatakan sembuh total daripada saya ngotot ngerjain sendiri yang berujung luka saya kenapa-kenapa, nggak sembuh-sembuh, karena semakin lama sembuhnya semakin lama juga saya akan merepotkan orang lain.


Sekitar dua minggu pasca Operasi Laparoskopi, ketika oraang tua saya dan mertua saya sudah pulang, sudah nggak ada lagi yang masakin, saya pengen dong bisa beraktivitas normal kembali, masak sendiri dan mengerjakan segala sesuatunya sendiri. Mulailah saya naik motor sendiri untuk belanja ke pasar, naik turun tangga juga untuk suatu keperluan tertentu. Ternyata, pulang dari pasar, saya mengalami nyeri di perut bawah sebelah kanan. Panik dong saya. Seketika itu juga saya langsung istirahat, rebahan di kamar, nggak jadi masak, nggak jadi beraktivitas. Ternyata tubuh saya belum mampu, yang saya pikir saya sudah sembuh, sudah hampir satu bulan, tapi ternyata belum. Pelajaran apa yang didapat? Jangan melakukan kegiatan seperti naik turun tangga, angkat berat dan terlalu banyak berjalan. Kita mungkin merasa sehat tapi belum tentu dengan tubuh kita. Sejak saat itu hingga sekarang, saya tidak pernah naik motor sendiri, selalu diantar oleh suami saya. Ditambah lagi pasca FET, saya sudah tidak pernah lagi naik motor, suami saya selalu menggunakan mobil jika saya ikut pergi, walaupun jaraknya dekat. Kenapa? Kami meminimalisir guncangan yang akan saya terima, terutama guncangan di perut saya yang mungkin bisa berakibat pada kehamilan saya. Mungkin kami dianggap lebay, tapi itulah cara kami menjaga kehamilan saya. Manja dong saya? kemana-mana dianter, ngapa-ngapain dibantuin? Mungkin. Tapi saya, suami, keluarga saya tidak keberatan sama sekali jika itu memang untuk kesehatan saya, kesehatan kehamilan saya. Kangen kemana-mana sendiri? Kangen beraktivitas sendiri? Itu pasti. Tapi demi kesehatan kehamilan saya, demi si Adek, saya rela dipingint berbulan-bulan dirumah J

Panjang yaaa… hehehe. Begitulah pegalaman saya. Semoga tidak ada informasi yang terpotong, ketinggalan atau saya kelupaan. InsyaAllah lengkap, kalau ada yang tidak sengaja missed, akan saya update kemudian. Sampai jumpa di next post soal FET yaaa


Salam,


Lisa.


38 komentar:

  1. Mba sy mau tanya2, kalau boleh kita email2an ya mba krn sy kista miom endometriosis
    pm.rosa@gmail.com
    Trima kasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Boleh Mb, silakan email ke arlisa.jati@gmail.com ya Mb 😊

      Hapus
  2. Mba saya mau tanya waktu ikut prograb bayi tabung hbs brp mba? Bisa pakai asuransi ga mba? Trima kasih mba

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai Mb, untuk case saya, saya habis kurleb 125jt Mb, IVF aja, diluar biaya operasi laparoskopi ya.

      Kalau di saya, Asuransi bisa dipakai kalau sudah dalam kondisi hamil, jadi masuknya ke tagihan kontrol kehamilan. Untuk program kehamilan apapun, setahu saya nggak ada jaminan asuransinya, asuransi nggak mau jamin karena penuh ke tidakpastian kapan positif hamil. Begitu menurut sepengetahuan saya ya Mb, semoga jawabannya membantu πŸ™πŸ»

      Hapus
  3. Aku juga baru aja mbak operasi miom laparoskopi hari selsa kemarin,break nggak aktifitas sudah seminggu saya kasih minum binahong lumyan ya harganya 1.125 cuman 6 biji katanya ampuh biar cepet kering lukanya,pengen banget aktifitas kyak biasa ngegym lagy kyknya masih g boleh ya??jenuh dirumah aja.. sudah berasa gatal2 gitu lukanya apa belum sempurna recovery lukanya??kira2 berapa lama ya masa penyembuhan sampai bisa aktifitas seperti semula??

    BalasHapus
    Balasan
    1. Untuk aktivitas berat saya nggak sarankan ya Mb, apalagi aktivitas ngangkat barang yang berat2. Waktu penyembuhan tiap pasien berbeda-beda tergantung dari daya tahan dan respon tubuh pasien. Kalau saya makan hati ayam/sapi selama sebulan utk nge-boost Hb saya yang sempat drop pasca operasi, atas saran dokter yg merawat saya, trus makan ikan gabus dan putih telur.

      Gatal-gatal di bagian luka ataupun pinggir2 dekat jahitan itu setahu saya adalah tanda terbentuknya jaringan baru pasca operasi, jadi kulit dan daging yg dibelah/sobek/gunting/melalui proses operasi mulai merekat satu sama lain, pertumbuhan jaringan dimulai, ditandai dg rasa gatal dikulit, dan nggak boleh digaruk ya.

      Kalau plester belum dilepas, gatal disebabkan oleh perekat plesternya, bisa hilang saat plester dibuka & dibersihkan dokter sambil kontrol. Kalau plester sudah dilepas, kemungkinan sesuai dg yg sudah sy jelaskan diatas Mb πŸ™πŸ»
      Begitu ya Mb, semoga jawaban saya membantu πŸ™πŸ»πŸ™πŸ»

      Hapus
    2. Anjuran dan PR makan itu bukan kelemahan mbak ��. Kelebihan itu, jarang2 dokter pasien dewasa yang RUM dan melek nutrisi. Food is medicine.

      Makasih sharing lengkapnya.

      Hapus
  4. Makasi mbak lisa. .Infonya sangat membantu.. Karna saya beberapa hari lagi juga mau menjalani operasi laparoskopi.. Saya didiagnosa kista ovarium dan adhesi(perlengketan rahim).. 😣 rasa sakitnya benar2 gak karuan ya mbak.. Terkadang perut nyeri.. Sakit.. Begah.. Berasa mual muntah..tp dijalani dgn ikhlas aja ya mbak.. Insyaallah semua masalah ada penyelesaiannya... Salam kenal aja dri saya mbak lisa. .πŸ€—πŸ˜‡

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama-sama Mb, semoga sharing dari saya bermanfaat ya Mb, salam kenal juga πŸ™πŸ»

      Ikhlas aja ya Mb, mungkin memang takdirnya seperti itu, dijalani aja πŸ™πŸ»

      Semoga cepet pulih, sehat2 ya Mb πŸ™πŸ»

      Btw, kenalan kok nggak nyebutin nama Mb? Saya kenalan sama Mb siapa ya? πŸ˜…πŸ˜…

      Hapus
  5. Pagi mba lusa, aq jga bru operasi laparaskopi penyumbatan pada tuba falopi di rs.soetomo tgl 30mei 2019 trus 4 hari stelah keluar rumh sakit di kash resep obat hormon Visanne dienogest 2mg minum setuap hari pada jm yg sama selama 3 buln. Awal 2minggu minum tdk terasa efek sampingx tpi setelah 2 minggu perut terasa nyeri dan keluar darah seprti haid kadang mengental seprti darah ayam yg membeku. Nyeri perut&keluar darah seprt haid uda 1 buln sgt mnggu aktifits. Sy disarankan untuk BT. Boleh nanya BT yg paling bagus dan hasilx di Rumah sakit mana ya??? Maksh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai mbaa
      Saya juga di jadwalkan laparoskopi tgl 27 juli dirs soetomo tapi diundur jd awal juli

      Itu kmarin mba mulai masuk RS h-1 atau pas hari H mba
      Trus bisa keluar RS H+brapa
      Terimakasih

      Salam kenal yah mbaa 😊

      Hapus
    2. hai mb...
      waduh, saya sudah pernah sharing ya mbak soal ini, di postingan awal-awal, coba di baca kalau berkenan.
      jujur, saya sama suami saya itu buta soal per-BT-an. kami nggak ada tuh namanya 'browsing RS' mana yang bagus mana yang hasilnya banyak positifnya. waktu itu cuma satu aja yang kami tuju, ya Morula doang, nggak tahu mana-mana lagi. alhamdulillahnya rejekinya disitu.

      kalau boleh saran nih mb, cari yang terdekat dengan rumah mb aja, utk memudahkan mobilitas, akomodasi, dll, karena butuh banget orang yang 'bersedia merawat' saat mb bed rest total. harapannya kalau misal dekat dg keluarga, mungkin keluarga support, bs dimintai tolong untuk merawat mb, paling nggak selama 3 bulan pertama.

      Hapus
    3. hai mb, salam kenal juga...
      udah ada kayaknya ya di penjelasan saya disitu. karena saya dijadwalkan operasi siang, jadi saya paling lambat harus masuk kamar di hari-H pagi, jam6/7an, daftar operasi, rawat inap sama check in kamar, lanjut cek ini-itu utk operasi siang.

      saya sudah bolah pulang Sabtu pagi kalau nggak salah, H+2 atau H+3, sesuai kondisi pasca operasi saat itu. nggak usah maksain diri ya, tunggu advice dokternya aja, disesuaikan dg kondisi pasca operasi. sehat-sehat ya mb.

      Hapus
    4. Hai mbk Zulfa bisa minta rincian LO.di dr Soetomo mbak ?😊

      Untuk mbk.lisa terimakasih atas informasinya πŸ™

      Hapus
    5. Saya Citra...LO di RS. Dr. Soetomo Sby thn 2017 sekitar 13-15 juta...Saya endometriosis pelengketan rahim dengan finding perut.Saya mengikuti IVF di RSIA Ferina Jl. Iran Barat dgn dokter Aucky Hinting...Alhamdulillah berhasil Dan anak kembar Saya lahir thn 2019...

      Hapus
  6. Hai mba lisaa
    Salam kenal yaah
    Kalau boleh tau FET itu apa yah mbaa 😁

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai... Salam kenal juga mb Zulfa :)

      FET: Frozen Embryo Transfer, salah satu tahapan IVF (Bayi Tabung)

      Hapus
  7. Malem mbak. Mnta infonya untuk biaya laparoskopinya itu ambil yg kelas brp kamarnya ya mbak? Trims sebelumnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai Mb, uda saya sebutkan ya Mb di postingan saya ini, silakan dibaca ulang, makasih yaaa πŸ™πŸ»πŸ˜Š

      Hapus
  8. Mba lisa, boleh tau total biaya laparoskopi Mba Lisa di Bunda Menteng dengan dr. Nando?
    Trims.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai Mb, udah saya sebutin itu Mb totalnya di postingan ini, kalau rinciannya sy nggak berani ngasih ya. Silakan dibaca ulang, terima kasih πŸ™πŸ»πŸ˜Š

      Hapus
  9. Hi mbak arlisa, boleh tau mbak miomnya berapa cm. Saya beru kemarin periksa dan ternyata saya ada miom 5 cm. Apa miom itu slalu harus di operasi? Saya takut banget mbak. Makasih ya mbak sudah berbagi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai Mb, seinget saya miomanya 2,4 cm sih Mb kl g salah. Kl hrs enggak nya sy kurang tahu sih Mb, Tp kl sampai mengganggu kesehatan misal smpe bikin haid g lancar, sakit saat haid, g bs hamil, dll ya mgkin perlu operasi ya Mb. Tp mending konsultasi aja gmna baiknya, cari option yg paling aman & paling menguntungkan utk kesehatan Mb.
      G ada org yg g takut operasi Mb, Tp kl emg hrs, ya mau gmna lg. Mgkin bs dcoba buat mengubah mindset-nya dl, bahwasanya op nya bkn krna apa2, Tp mmg diperlukan utk Jd lebih sehat, gt misalnya. Semoga membantu ya πŸ™πŸ»

      Hapus
  10. Hai mbak,alhamdulillah kemarin tgl 23 september 2019 juga hbs OP laparoscopy miomektomy,tgl 25 udh boleh pulang kerumah,satu minggu udh buka jahitan,ini udah 2 minggu udh bisa aktifitas sprti biasa,memang kalau terlewat capek msh suka nyeri,tapi di bawa enjoy,o ya umur saya 36 thn,pilihan OP mau tdk mau hrs diambil mengingat saya mau program hamil,diagnosis multiple moiom urteri,dgn ukrn miom yg plng besar,5.6cm

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai mb, salam kenal...
      Iya mb, memang, g Ada satu orangpun Yang mau sakit, tp jika op adalah jalan satu2nya utk mjd lebih sehat, mau gimana lg. Kita pun g pernah tahu, siapa tahu Kita memang ditakdirkan/ digariskan utk sehat dg Cara op terlebih dahulu. Jd apapun itu disyukuri Aja.

      Utk nyeri2nya, karena Masih baru banget, baiknya lebih hati2 Aja ya mb. Memang bekasnya kecil, g seberapa, tp yg diubek2 seisi perut. Kita kan g mau terjadi sesuatu yg g Kita inginkan, jd baiknya dijaga Aja, istirahat Aja kl memang msh Ada nyeri2 sedikit. Namanya jg penyembuhan. Tp kalau nyeri2nya sampai dlm level mengganggu bgt, baiknya konsultasi ya mb.
      Dirasa2in sendiri Aja kpn waktunya istirahat , kpn diperlukan konsultasi lebih lanjut.

      Hapus
  11. Hai kaka2 saya baru siap oprasi laparoskopi perlengketan tuba ... tapi setelah 1 bulan oprasi ko linu di bagian perut bawah aku pergi ke dokternya lagi untuk kontrol luka eh ternyata ada sedikit inveksi di bagian tuba.nya terus dikasih obat antibiotik yg dimasukin ke vagina... mohon pencerahannya kaka2 apakah ada yg mengalami hal yang sama seperti saya ��

    BalasHapus
    Balasan
    1. Maaf sy nggak bs Bantu mb, mgkin mb2 pembaca blog saya Ada yg ngalamin HAL serupa?

      Atau mgkin memang g perlu Tanya disini ya mb, langsung konsul Aja, biar penanganannya lebih cepat, Dan mb jg lebih tenang Dan lebih sehat kembali.

      Hapus
  12. Kak aku mau tanya dong. Setelah dilakukan operasi,kista nya tumbuh lg atau engga kak? Mksh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Belum tahu ya mb, semoga enggak, belum cek dokter lagi sejak melahirkan.

      Hapus
  13. Assalamualaikum mbak , sy della , saya masih mau menjalankan LO , apa habis LO itu kecil kemungkinan buat hamil lagi , soale kalo aku baca , promil dulu habis gitu LO , ? Mohon sharing pengalamannya ..

    BalasHapus
  14. Makasi infona sebelumnya
    Aku mau nanya kk.. Jadi www.morulaivf.co.id dan www.bunda.co.id sama ya?
    Atau berbeda?? Dirujuk ke RSIA Bunda apakah karena di morulaivf belum ada fasilitas laparaskopi?

    Terima kasih sebelum-Nya

    BalasHapus
  15. Makasih banget mb infonya, berguna banget buat saya yg rencana mau laparaskopi juga, πŸ™

    BalasHapus
  16. salam kenal mb lisa. maaf sy mau tamya2 juga sm km. sy juga hbs op tgl 11/08/2020 op laparaskopi penyumbatan saluran tuba falopi dan kista. mau tanya y mb sehari stlh op kok sy kluar dr y smpai skg tgl 6/09/2020 tapi warna drhnya coklat mb apa itu haid apa sjenis nifas y mb. trs ini kok tiba2 perut atas bwah yg kanan nyeri y mb knp y mb mksh

    BalasHapus
  17. Percayakan Permainan Sabung Ayam Online Anda
    Hanya Bersama kami Agen s128 situs terpercaya s128agen.club

    WhatsApp : 0852-2255-5128

    BalasHapus
  18. Assalamualaikim mba, salam kenal sy mau tamya habis op laparoskopi kira² brp lama bisa langsung hamil.. sy jg habis op lapatoscopi hampir tiap sbln sekali saya kontrol lanjut promil tp msh blm ada hasilnya��

    BalasHapus
  19. Mba citra Devi bisa minta no contacnya ,saya rencana ada rencana prog di klinik ferina juga & mau LO juga πŸ™

    BalasHapus