Bismillahhirrahmannirrahim...
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh...
Saya seneng nulis nggak sih? Mungkin. Tapi nulisnya nggak pernah ‘disempatin’ tapi ‘sesempatnya’. Beda ya... Disempatin itu sengaja meluangkan waktu untuk menulis. Tapi sesempatnya ya seadanya waktu, sesuai mood, kalau lagi ‘ada’, kalau lagi ‘nggak ada’ ya sepi ð
Trus tiba-tiba, nggak sengaja baca pengumuman kelas menulis via WA grup di account ig @nulisyuk , Alhamdulillah berjodoh. Sekian bulan yang lalu, entah kapan, lupa tepatnya kapan, saya pernah ingin ikutan kelasnya, tapi ternyata belum berjodoh. Lupa juga waktu itu kelasnya temanya apa. Daaan terlupakan karena satu dan lain hal. Kemudian nggak sengaja kebaca di salah satu feed instagram, langsung buru-buru follow up biar nggak kelupaan atau keselip lagi.
Alhamdulillah sekarang tergabung di kelas @nulisyuk Batch 43 Khusus untuk seorang istri dan ibu with @jeeluvina. So far, seneng sih, dapet ilmu baru, ilmu literasi. Karena biasanya yang pengen saya ikuti adalah ilmu fotografi. Sudah banyak saya ulas juga di beberapa postingan saya. Karena belakangan suka nulis di blog perihal pengalaman program hamil dan tulisan-tulisan di caption instagram, tetiba kepikiran buat ikutan kelas menulis. Just because karena saya perlu UPDATE ILMU literasi biar tulisan saya lebih enak dibaca. Sesederhana itu. Nggak ada pikiran bakalan nulis buku atau apa, nggak ada. Just as simple as that. Dan ternyata seru.
Kelas pertama diadakan tanggal 2 Januari 2020 jam 20.00 WIB sampai 21.30 WIB. Dimulai dengan sedikit perkenalan dengan mentor menulis, kak @jeeluvina, kemudian langsung dilanjutkan dengan materi. Di pertemuan pertama via WA grup itu, kami diminta untuk menuliskan alasan kenapa mau menulis. Buat nglemesin jempol katanya. Hehehe. Dituliskan minimal 200 kata dalam waktu 15 menit. Nggak kebayang kan? 200 kata Lhoh, banyak itu. Mana waktunya cuma 15 menit lagi. But then I did it.
Ini alasan menulis saya:
Menulis buat saya pertama adalah untuk menyalurkan ‘hasrat’ bicara dan berpikir yang kadang nggak bisa ditumpahkan semuanya alias nggak nemu ‘tempat’ yang tepat buat menumpahkan semua. Karena sehari-hari cuma berdua bayi, bertiga kalau suami sudah pulang kantor. Kadang suka nggak tega sama suami, udah capek tapi masih perlu ndengerin celoteh penting nggak penting istrinya. Pernah baca juga kalau wanita bisa mengeluarkan berapa ribu kata sehari, dan itu harus dikeluarkan, disalurkan biar nggak stres, jadi wajar kalau cerewet, hehehe. Jadi, ‘tong sampah’ saya selama ini ya instagram dan blog. Hobi banget nulis panjang-panjang ð
Pengaruh dari dosen saya juga kalau menulis itu haruslah bisa membuat pembaca paham tanpa harus bertanya apa maksud dari tulisan kita. Oleh karena itu saya selalu berusaha membuat kalimat yang sekiranya mudah dimengerti. Makanya panjang-panjang dah tuh ð
Tujuan kedua tulisan saya adalah untuk reminder saya pribadi, sebagai jejak digital dalam bentuk tulisan yang sekaligus untuk sharing. Misal postingan saya soal program kehamilan yang saya ikuti, jadi reminder saya bahwa saya pernah berada di titik itu, posisi itu dengan segala hal yang saya usahakan dan saya alami, yang nantinya ingin saya bagi dengan anak-anak saya, siapa tahu juga bisa menginspirasi orang lain yang sedang mengalami hal serupa. Untuk postingan resep, jadi reminder juga buat saya, justifikasi apa saja yang saya lakukan untuk membuat masakan atau kue tersebut, jadi next kalau misal mau masak lagi, saya ada record-nya, tinggal baca ulang, duplikasi, nggak perlu merefer ke resep asli lagi.
Ternyata bisa lhooo... tapi saya nggak hitung ya berapa tepatnya. Dan saya nggak paham juga sih ngitungnya gimana. Kalau pakai laptop dan pakai MS Word sih udah pasti ketahuan ya berapa jumlah katanya. Nggak perlu hitung manual. Saya nggak pahamnya ngitung manual itu apakah kata sambung dihitung juga, atau gimana? Itu saya nggak paham. Mungkin next pertemuan mau saya tanyakan ke kak mentor.
Yang nggak kalah seru ikutan kelas ini adalah cepet-cepetan enter hasil tulisan ketika kak Jee open chat. Itu serunya bukan main. Gimana nggak seru coba. Itu di keterangan WAG ganti-gantian bla-bla-bla is typing... rebutan enter chat sebelum ditutup ðĪĢ kan bikin geregetan buat yang udah mau enter tapi keburu di closed chat ðĪĢ berasa pengen nimpuk kak Jee deeehh ðĪĢððŧ *saking geregetannya ðĪĢðĪĢ
Kemudian kelas dilanjutkan lagi dengan materi. Bahwasanya kita nggak perlu pusing mikirin mau nulis apa.
Tulis apa saja yang kita tahu.
Tulis apa saja yang kita dengar.
Tulis apa saja yang kita lihat.
Tulis apa saja yang kita rasakan.
Tulis apa saja yang kita pikirkan.
5 ini aja kata kuncinya.
Nggak perlu mikir jauh-jauh.
That’s it. Tapi kadang adaaa aja yaaa, alasannya. Yang inilah, yang itulah, banyak. Intinya sih males aja. Mungkin.
Then, tantangan senam jempol kedua adalah dengan meluangkan waktu 10 detik untuk memejamkan mata, kita diminta untuk menikmati setiap tarikan napas, merasakan, apa yang sedang dirasakan. Tuliskan tentang rasa itu, minimal 200 kata dalam 15 menit!
Dan ini hasil saya:
10 detik memejamkan mata, tarik nafas, ternyata begini rasanya jadi ibu. Ikutan kelas @nulisyuk sambil nyusuin buat nidurin anak. Rasanya? Ya otaknya mikir ngikutin kelas, nenennya di kenyot bayi yang On the way tidur. Ngetik sambil sesekali usap-usap punggung, si anak bayi yang lagi manja. MasyaAllah tabarakallah. Riweh-riweh sedep. Alhamdulillah. Tapi riweh inilah yang saya tunggu-tunggu. MasyaAllah.
Di tantangan kedua saya cuma bisa nulis sedikit. Karenaaa yaaa ituuu, sesuai hasil tulisan saya. Lagi nidurin si anak bayik. Tangan kiri pegang hape, nyimak kelas, tangan kanan nggak bisa nyambi nulis karena si bayi minta diusap-usap punggungnya sambil nenen. Begitulah. Multitasking yang hanya bisa dialami dan dilakukan ketika sudah menjadi ibu. Tapi, multitasking inilah yang saya tunggu-tunggu sekian tahun. Our struggle is real. Seperti yang sudah saya ceritakan melalui postingan-postingan saya sebelumnya, tentang program hamil yang telah saya dan suami saya lalui demi mendapatkan anak kami ini.
Then, kelas ditutup dengan pertanyaan atau tanggapan dari peserta, karena nggak sengaja waktunya udah melebihi jadwal kelas.
Kesan? Seneng Alhamdulillah, seru, dapet ilmu baru. Dan dari kak Jee juga saya baru tahu kalau istilah EYD sekarang nggak lagi digunakan untuk menyebutkan kata-kata baku, ejaan dan tulisan yang benar dalam Bahasa Indonesia. Sekarang gantinya ada PUEBI (Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia). Pengetahuan simpel tapi ternyata perlu. Dan yang perlu jadi highlights lagi adalah penyingkatan kata. Seringnya nih kalau saya nulis di caption instagram, kebanyakan saya singkat biar muat dalam kuota caption instagram. Tapi penyingkatan kata dalam dunia literasi ternyata nggak dibenarkan. Sebaiknya ditulis lengkap, jika nggak muat bisa dilanjutkan di space komen, kecuali memang buru-buru banget, hindarin menyingkat kata layaknya SMS yang terbatas karakter. Alhamdulillah nya saya nggak pernah menyingkat kata kalau sedang nulis di blog. Jadi bismillahirrahmanirrahim mari kita kembali ke jalan yang benar sesuai dengan ilmunya.
Sebagai penutup, peserta mendapat Challenge pertama di Instagram untuk @nulisyuk batch 43. Tugasnya adalah menulis caption tentang, "Apa yang ingin kamu lakukan melalui menulis sebagai seorang istri dan ibu?" Dan sampaikan semangat menulis peserta setelah mengikuti pertemuan pertama. Berat yaaa... Next saya post juga disini jawaban saya untuk Challenge ini.
Sekian dulu...
Salam,
Lisa.